Selamat Membaca♡
Kalian percaya, kalau hidup di dunia ini bener-bener gak ada yang sempurna. Apapun itu, seindah apapun keliatanya. Pasti ada yang kurang.
Well, Tuhan emang maha adil. Semua udah di bagi sesuai porsi masing-masing. Kalo sebelumnya Badha selalu punya anggapan, Aksara adalah tipikal cowok kota nyebelin. Maka sore ini beda ceritanya. Kadang satu hal bermakna emang bisa ngerubah banyak persepsi kehidupan.
Kayak sekarang. Badha lagi duduk di ayunan taman, nikmatin ice cream banana. Bersama Aksara.
Aneh kan. Iya aneh, Badha juga heran. Kenapa mereka bisa berakhir main ayunan berdua. Kenapa pula Badha sudi beliin Aksara ice cream supaya wajah nurung tuh cowok hilang.
Gila kan. Badha aja sampai geleng-geleng kepala sendiri. Gak ngerti lagi sama jalan pikirannya. Kok bisa gitu. Padahal dia kan anti banget sama yang namanya Aksara.
Badha diam. Dia cuma kebawa suasana sepulang dari pemakaman tadi. Iya kan? Iya. Otaknya lagi mikir keras, berusaha menemukan alasan logis.
Diliriknya Aksara yang lagi main ayunan sambil megang stick ice cream di tangan kanan. Tuh cowok gak kelihatan sedih. Pasti Badha yang terlalu berlebihan, meringis. Badha merutuki kebodohannya.
Tadi waktu di perjalanan pulang, pas lagi naik angkot. Aksara gak tau kenapa minta di antar ke pemakaman dulu. Awalnya Badha nolak. Kenapa malah jadi ke pemakaman. Gak enak sama tetangganya itu, Badha mengalah. Dengan syarat Aksara yang bayar yang transport pulang pergi.
Ternyata, Aksara ngajak Badha ke makam kedua orang tua cowok itu. Badha syok, baru tahu. Lebih syoknya lagi, kenapa Aksara ngajak dia yang notabene cuma orang asing.
Alhasil disinilah mereka sekarang. Taman di luar kompleks perumahan. Badha mikir Aksara lagi keinget sama mendiang orang tuanya, soalnya selama perjalanan pulang tuh cowok diam aja.
Merasa canggung, Badha mutusin buat beli ice cream. Sekaligus traktir Aksara.
"Btw, thanks buat sore ini. Pertama udah mau gue tebengin pulang. Kedua nganter ke makam, ketiga traktir ice cream. Yah walaupun gak seenak buatan Baskin Robbins."
Badha menoleh sekilas. Selalu ada yang nyebeelin dari Aksara. Cowok itu nyengir. Badha bergegas bangkit. Semakin lama sama Aksara bisa bikin otaknya tambah gesrek.
"Gue cabut. Lo udah bisa pulang sendiri kan dari sini!"
Tak ingin mendengar jawaban dari Aksara, Badha bergegas melenggang pergi.
Aksara masih diam di ayunan saat dia melangkah. Mendadak, sebuah teriakkan mengusik tentang telinga Badha.
"Kalo besok-besok gue pulang bareng lo lagi masih boleh kan, Badha?"
Sempurna. Aksara sukses menahan langkah kaki Badha. Cewek dengan hoodie pink itu menoleh. Menatap Aksara yang juga tengah berdiri, menatap kearahnnya menunggu jawaban.
"Menurut lo, kalaupun gue nolak lo bakal nurut?!" jawab Badha tak kalah kencang, menjulurkan lidah saat Aksara merespon dengan kekehan yang masih dapat telinga Badha dengar.
Badha merasakan pipinya memerah. Lantas dengan segera ia berlari keluar dari taman. Bergegas masuk ke dalam gerbang rumah.
Rabu yang sedang memegang selang mencuci motor sampai di buat kaget dengan kehadiran Badha yang tiba-tiba. Seperti hantu. Entah datangnya dari mana.
Badha masih berlari melintasi teras rumah, melewati tubuh ayahnya yang sedang membaca koran.
"Tumben tuh anak pulangnya sore?" tanya Pak Wijaya pada istrinya yang baru datang membawakan kopi.
"Paling juga main ke warnet. Kayak gak tau anak mu aja."
Bu Ratih meletakan cangkir di meja. Hendak ikut duduk di kursi sebelah suaminya. Mendadak netra miliknya menangkap noda bekas sepatu yang penuh tanah, di lantai teras rumahnya.
Bola mata wanita tersebut membulat. Mendongak, ia menduga asalnya kaarena air mengalir dari sisa mencuci motor Rabu . Lalu, jejak sepatu siapa ini. Kenapa penuh dengan tanah.
Ia ingat. Yang terakhir masuk ke dalam rumah kan Badha. Anak itu juga langsung berlari masuk, tidak mengucapkan salam seperti biasanya. Astaga, jadi ini ulah Badha.
"Badha Suri!" garam Bu Ratih.
Sementara itu, Badha sudah tiba di kamarnya. Dengan nafas tersengal juga dada bergemuruh hebat. Setelah memastikan pintu terkunci, Badha melepas sepatu miliknya asal. Membuang tas ke karpet. Melemparkan tubuhnya ke ranjang.
Badha mendongak, menatap langit-langit kamarnya nyalang. Bola matanya mengerjap. Berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi antara dirinya juga Aksara. Sesuatu yang asing. Ini kali pertama Badha dengan cowok, kecuali Rabu.
Bahkan Badha tidak bisa mengontrol detak jantung miliknya saat harus berjalan dengan Aksara. Lebih-lebih karena parfum yang cowok itu kenakan. Padahal mereka sering duduk bersebelahan, kenapa sekarang rasanya berbeda. Apa karena Badha menilai Aksara dari sudut pandang berbeda sore tadi, pasti efek setelah pulang dari pemakaman tadi. Well, Badha tidak ingin begitu percaya diri.
Badha menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ini mungkin, sangat mungkin terjadi setelah ia menganggap Aksara sebagai seorang musuh.
Astaga. Badha menggeram. Seperti teringat akan sesuatu, dirogohnya saku. Badha menarik keluar stick ice cream banana yang tadi dibelinya. Aksara juga punya yang seperti ini, sama. Entah disimpan atau malah sudah di buang oleh cowok itu.
Badha tersenyum kecil. Bangkit dari ranjang, meraih ransel yang tadi di lemparkannya asal. Setelah ketemu, segera di carinya kertas ulangan matematika tadi. Sempurna.
Beranjak menuju dinding di sisi Barat, tempat dimana Badha biasa menganggung foto polaroid. Di tempelkannya kertas menggunakan penjepit. Lengkap dengan stick ice cream tadi. Badha meraih spidol merah, memberi tanda tanggal di bagian atas. Tersenyum, ia puas dengan hasil karyanya.
♡♡♡
Sorry ya babnya pendek huhu ^^Enjoy ♡
Bye,
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan Kenapa Aku Cantik ? [TAMAT]
Novela JuvenilHai! Kenalin nama gue Badha Suri. Okay, kalian pasti mikir 'kok namanya aneh sih?' Hahaha! Dan kupersembahkan kepada kalian yang sedang singgah untuk membaca kisah hidup gue. Dimana menurut gue pribadi, terlahir CANTIK itu mimpi buruk. Well, mungkin...