Selamat Membaca ♡
Badha berjalan dengan tangan memegang dua botol yogurt. Tujuan langkah kakinya adalah kamar di lantai tiga.Talita sedang sibuk dengan beberapa tumpukan kardus di sudut ruang saat Badha membuka gerendel pintu kamarnya. Gadis dalam balutan pyama warna pink itu menoleh. Menyelipkan rambut coklatnya ke balik daun telinga.
Badha melempar botol yogurt. Talita menangkap dengan cekatan.
"Aku kenal gadis yang tidak pernah absen meminum yogurt seblum tidur." ujar Badha bersandar pada meja belajar. Sementara Talita memilih untuk berdiri.
"Lo masih menghasilkan uang dengan buku-buku ini?"
Badha menatap Talita. "Ya! Menyenangkan bisa menghasilkan uang sendiri, gue bangga karena enggak menghamburkan harta nyokap bokap!"
Talita menatap sambil menggigit bibir bawahnya. Lantas berdeham. "Gue tersinggung. Lo beruntung karena punya bakat, enggak banyak yang bisa orang kayak gue lakuin."
Keduanya saling bertatapan untuk beberapa saat.
"Lo salah. Bakat bukan sesuatu yang bisa lo syukri karena dapat dari lahir. Bakat adalah apa yang lo tekuni dengan sepenuh hati."
Gelak tawa teedengar. Itu adalah Talita. "Kalo gitu, mungkin gue punya bakat?"
"Ya. Apapun yang berhubungan dengan kecantikan adalah bakat lo. Apa lo gak sadar?" lanjut Badha berjalan menuju tempat sampah, membuang botol yogurt. Lantas berjalan menuju almari. Menarik keluar selimut.
Talita mendesah. Menegak yogurt hingga tandas. Menatap tumpukan komik milik Badha, berjalan menghampiri si empunya.
"Selimut buat gue?" tanya Talita dengan kikuk. Tentu saja. Setelah bertahun-tahun lamanya. Sepertinya ini adalah moment kedekatan pertama dirinya dengan Badha. Benar-benar seperti orang asing, padahal keduanya sangat dekat saat sejak kecil.
Setelah meletakan pada sofa. Badha beranjak menuju ranjang. Meneggelamkaan dirinya dibalik selimut tebal.
"Matiin lampunya pas tidur," ujarnya sebelum membelakangi Talita. Sementara gadis berwajah pualam itu menggigit bibir bawahnya. Mengedarkan pandangan, menatap sofa berwarna kuning yang akan menjadi singgasana tidurnya malam nanti.
Sungguh. Benarkah Badha menyuruhnya tidur di sofa. Kenapa tidak berbagi ranjang saja. Astaga. Bagaimana Talita bisa tidur. Membayangkan betapa tidak nyamanha sofa lucu dihadapanya saja ia tak sanggup.
Semahal apapun, yang namanya tidur di sofa pasti tidaklah menyenangkan. Tubuhnya bisa pegal semua saat bangun.
Mendesah. Talita memilih segera mematikan lampu, menggantinya dengan lampu tidur. Menaiki sofa lantas mengubur dirinya dengan selimut. Untuk beberapa saat hanya ada keheningan. Talita menebak Badha sudah larut dalam mimpi indahnya. Sementara ia, sepertinya akan tetap terjaga semalaman. Tentu saja. Kurang dari 24 jam. Segala hal yang selalu ia banggakan lenyap, tak bersisa.
Sore tadi, keluarganya baru saja kehilangan rumah. Tidak hanya rumah, semua barang dan aset pribadi hilang. Akankah Talita menangis? Tidak. Ia sudah menduga hal semacam ini akan terjadi, ia sudah menyiapkan diri. Hanya saja, Talita tidak menyangka jika akan secepat ini.
Kedua bola mata bulat miliknya membesar. Kemudian mengerjap, menit berlalu cepat dan hanya itu yang bisa Talita lakukan.
Lihatlah sekarang. Betapa pandai Tuhan mengatur takdir hidup setiap hambanya. Siapa yang menyangka ini akan terjadi kepadanya. Musibah membawanya kembali bersama Badha. Aneh bukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan Kenapa Aku Cantik ? [TAMAT]
Подростковая литератураHai! Kenalin nama gue Badha Suri. Okay, kalian pasti mikir 'kok namanya aneh sih?' Hahaha! Dan kupersembahkan kepada kalian yang sedang singgah untuk membaca kisah hidup gue. Dimana menurut gue pribadi, terlahir CANTIK itu mimpi buruk. Well, mungkin...