BAB 02 - Redup Jingga

1.4K 186 13
                                    

Selamat Membaca👑

Pagi hari.

Senin yang penuh cobaan bagi seorang Badha Suri.

Bayangkan saja. Semalam ia begadang menonton serial terakhir dari kartun naruto kesukaannya. Setelah itu, pukul tiga dini hari ia baru beranjak menuju ranjang. Belum genap satu jam, bola matanya baru mau terpejam erat. Jadi kesimpulannya, Badha baru terlelap saat jarum jam menunjuk angka empat. Dan mimpi buruk segera datang menghampirinya. Suara cempreng ibunya mengusik, percuma saja Badha menutup kedua lubang telinganya, suara itu terus menerobos hingga rasanya mampu memecahkan gendang telinga Badha.

"Jadi gimana?!"tanya Badha menatap Rabu yang menunduk dalam, meratapi nasib buruk keduanya.

Terik matahari perlahan mengumbara, jalanan Jakarta yang sejak dulu memang begitu Badha benci, bertambah semakin memuakan. Asap bergerak membumbung, suara bising juga saling bersahutan.

"Banya bocor ternyata. Kita harus cari solusi lain, gak bisa kalo tetep ngandelin si Jacky!"

Rabu yang semula mengusik ketenangan Badha dengan sikap bungkam turut mendongak. Bangkit dengan lesu.

Badha mendesah berat.

"Abang gimana sih, kenapa gak ngecek dari kemarin coba!?"

"Ya mana tahu kalo si Jacky bakal ngambek gini, tau gitu kemarin gue bawa ke bengkel!"

Badha mendesah. Firasatnya memang tidak pernah salah. Ia sudah ragu tadi, ide berangkat bersama Rabu adalah pilihan terakhir. Kanapa,karena setiap kali Badha memaksa diri dan mengikuti saran dari ibunya. Pasti berakhir seperti ini, selalu sial.

"Tau gini tadi naik angkot aja!"

"Gak usah ngeluh! Mending buruan cari solusi, daripada lo telat. Senin upacara kan?!"

Seolah ada badai yang menghantam. Dengan wajah pucat yang bertambah semakin kentara, bahkan diantara bulir peluh yang menetes. Badha bergerak menuju tepi jalan. Berusaha menghentikan kendaraan apapun yang sekiranya searah dengan lokasi sekolahnya berada.

"Badha, naik taxi aja gue yang pesenin!"

Yang dipanggil menoleh cepat. Setengah tubuhnya sudah naik ke sebuah pick up. Sementara kepalanya masih diam,menyimak wajah tak yakin dari Rabu.

"Udah terlanjur. Nanti ganti rugi sama coklat aja! Abang sendiri giman?!"sahut Badha memilih acuh kepada abangnya. Dengan tekad bulat, sebulat kedua pipinya.

"Gampang lah. Dosen juga baru seminar ke LN!"

Mendengar jawaban abangnya, Badha merasa lega dan tenang jika harus meninggalkan Rabu sendirian. Setelah mengkonfirmasi kepada sang supir yang akan menjadi nahkoda, perahu dengan empat roda itu maju secara perlahan.

Sungguh sensasi yang mendebarkan. Penuh kejutan dan sulit didiskripsikan. Betapa unik pengalaman Badha hari Senin itu. Antara malu dan gemetar senang sudah tidak bisa dibedakan lagi. Barangkali gadis muda itu menikmati pelayarannya, angin yang menerbangkan helaian rambut Badha sudah tidak lagi ia hiraukan.


Surai hitam sebahu tersebut melambai seiring tekanan angin yang masuk memenuhi rongga paru-parunya. Tak ada yang perlu dirisaukan, pikir Badha membela gundah hati ketika ia menyadari dirinya tak bisa berhenti membuka mulut. Ada kalanya ia menelan saliva susah payah, terlalu intens angin menerpa wajah tirus miliknya. Menjadikan kedua bola mata milik Badha beranjak merah.

Tuhan Kenapa Aku Cantik ? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang