- 12 -

1.2K 172 18
                                    

GAYATRI
.
.
.

Sejak obrolan di apartemenku dengan Wanda, aku jadi banyak mikir soal hubungan ku dengan Angga. Itu juga kalau memang yang kami jalani ini bisa disebut hubungan.

In order to see things clearly, aku mencoba step back dari semua ini. Komunikasi ku dengan Angga kubatasi dan kualihkan dengan mengambil tawaran kerjaan. Even for the weekend.

Naya yang sudah hapal kalau aku ga suka ambil kerjaan pas weekend cuma terheran-heran. Aku ga jelasin apa-apa juga. Cuma bilang lagi butuh duit dan dia ga tanya-tanya lagi.

Aku juga menjalani hidupku seperti dulu lagi, carefree.. ngumpul sana sini, ketemu teman-teman, pokoknya sosialisasi sampai pagi lah motto ku. Naya mulai khawatir dengan kondisiku. Dia berkali-kali menceramahiku soal ini.

Pesan dari Angga terkadang aku balas, kadang juga tidak. Kalaupun kubalas, biasanya akan kujeda berjam jam atau keesokan hari nya. Telepon dari nya kadang kuangkat kadang kulewatkan. Dia juga ga sering-sering amat sih telepon. Maklum orang sibuk kayanya.

Kalau kuangkat, aku akan berlagak sedang di tempat kerja dan harus buru-buru selesai telponan. Kalau bisa ku pangkas perasaan ku dari sekarang, tampaknya lebih baik daripada ke depannya aku ga bisa lepas dari nya.

Tapi orang itu memang persistent sekali. Pesan ga dibalas, telepon ga diangkat, eh dia jemput ke lokasi pemotretanku. Walaupun seperti biasa, dia ga turun dan menjemputku di lobby.

"Kamu sibuk banget atau ngehindarin aku?" Tanya nya tanpa basa basi sewaktu aku sudah duduk rapi di mobilnya.

"Ya memang lagi sibuk." Aku hanya menatap lurus ke depan. Sebenarnya pertahananku hampir goyah melihat dia malam ini, tapi aku harus tahan.

"Aku bikin salah?"

Aku tak menjawab pertanyaan itu. Bikin salah apa ya orang ini? Tak memberiku kepastian? Tak bisa membalas perasaanku dengan sama besarnya?

"Gayatri.." panggilnya.

Aku menoleh ke arahnya sekarang.

"Aku kangen."

Aku hanya tersenyum. Entah kenapa, kata-kata itu tak memberikan efek yang dahsyat seperti biasanya. Apa karena aku sudah membangun tembok tinggi untuk laki-laki di sebelahku ini?

Angga sepertinya bisa melihat apa yang aku rasakan. Dia berdehem salting karena reaksiku yang datar.

Kami berkendara dalam sunyi dan hanya ditemani lagu dari radio mobil. Aku menatap jalanan di depanku sambil pikiranku menerawang kemana-mana. Apakah aku harus sudahi apa yang kami jalani sekarang? Atau aku cuek saja dan bersikap seperti sebelum-sebelumnya? Tapi kalau kami hanya jalan di tempat, bagaimana kalau aku semakin jatuh cinta padanya?

Sesekali aku menoleh ke arah Angga yang sedang menyetir. Kenapa dia bisa setampan ini? Ya Tuhaaan.. bolehkah aku memeluknya sekali lagiii aja..

Angga melirik ke arahku dan buru-buru kubuang pandanganku ke depan lagi.

"Kenapa?" Tanya nya sambil mengusap pipiku.

"Gapapa.." aku menarik nafas.. mempersiapkan diri untuk melepasnya. "Mas Angga.."

"Hm?"

"Ketemu orang tua yuk."

Dia mengernyit mendengar permintaanku yang tiba-tiba.

"Ketemu orangtua ku. Orang tua Mas Angga juga. Kalau perlu ajak keluarga." Kataku melebih-lebihkan.

"Gayatri, are you okay?"

"Yaa kan kita udah jalan begini berapa bulan? Kita terbuka aja sama keluarga. Gimana?" Hatiku miris melihat raut wajah dinginnya. Tidak ada senyuman disana. Dia pasti sangat keberatan dengan ide gila ku ini.

Destiny (JINRENE AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang