- 13 -

1.1K 180 48
                                    

3rd POV
.
.
.

Aya terbangun dengan suasana asing. Dia mengerjapkan mata sekali dan melihat sekelilingnya, ini bukan kamarnya. Mengerjapkan mata lagi lalu melihat kamar dengan nuansa plain white.. lalu sesuatu seperti memukul kepalanya.

"OH SHIT!" Seru nya. "Jam berapa nih?" Aya menyambar hp nya dan buru-buru turun dari ranjang. Dia sekarang teringat ada dimana. Aya keluar kamar dan menatap kamar Angga yang masih tertutup. Lalu dia menuruni tangga dan melihat Angga sudah rapi dan sedang mondar mandir di ruang tamunya sambil menelepon.

Aya langsung aware keadaannya. Dia baru bangun tidur, pakai kaos kebesaran punya Angga, rambut dikuncir acak-acakan, dan celana training yang dari semalam ingin dia tanyakan kepunyaan siapa. Karena jelas ini punya perempuan.

Angga memijat pelipisnya, "ya bisain dong. Masa gitu aja ga bisa? Saya mau foto-foto itu ilang dari internet. Titik. Saya bayar berapapun." Angga berhenti sewaktu melihat Aya di dekat tangga. "Nanti saya telp lagi dan harus ada progress nya." Angga mematikan telp nya.

Aya masih menunduk.. memainkan ujung kaos kebesaran yang mencapai paha nya itu.

"Sarapan dulu." Angga menunjuk meja makan. Sudah ada nasi goreng dan telor ceplok disana.

"Hmm.. Mas Angga udah sarapan?" Tanya Aya basa basi.

"Ini udah jam 9. Nasi mu pun udah dingin." Angga menuju meja makan.

Aya mencibir lelaki itu diam-diam lalu menuju meja makan dan duduk disitu. Dia kelaparan.

"Siapa yang masak?" Tanya Aya.

"Saya. Siapa lagi."

"Ooo.. sekarang kita balik ke saya saya an ya." Pikir Aya sambil menyendok nasi goreng nya.. "hmm.. enak." Puji Aya, bermaksud mencairkan suasana.

Angga ga merespon.

"Astaga! Mama!!" Aya baru teringat kalau dia harus menelepon mama nya. Dia melihat hp nya dan banyak banget notifikasi yang muncul.

"Tante Rani sudah saya hubungi. Bagas juga tadi telp saya." Angga menyebut nama kakak pertama Aya.

"Mas Bagas? Aduuuh.. mati deh gueeee.." Aya menjatuhkan kepalanya di meja makan.

Angga hanya menghela nafas melihatnya.

"Mas Bagas bilang apa?"

"Minta saya pegang case kamu."

"Terus?"

"Saya tolak."

Aya melongo..

"Saya ga pegang kasus macam begini. Saya sudah rekomendasiin Sandy ke Bagas. Biar dia pegang kasus kamu. Dia bisa diandalkan."

Aya berdehem, tiba-tiba laparnya hilang.

"Kalau begitu gw pamit." Aya berdiri.

"Nasi kamu belum dimakan."

"Ngga laper!" Aya melengos. Bisa-bisanya Angga ga mau nolongin dia. Aya kecewa sekali. Segitu ga pentingnya Aya di mata Angga.

"Gayatri, duduk." Perintah Angga.

Aya sampai berhenti jalan, mendengar nada Angga.

"Saya bilang duduk."

Aya menoleh, "Aku mau pulang. Mau ketemu orang tuaku. Mau jelasin ini semua. Lagipula, aku juga harus ketemu Naya, ketemu orangtua tu anak yang hampir overdosis, dan pastinya ketemu lawyer buat mikirin langkah selanjutnya. Kalo kamu bukan lawyer ku, ngapain aku lama-lama disini. Buang-buang waktu!"

Destiny (JINRENE AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang