3rd POV
.
.
.Aya memasuki apartemennya dengan langkah berat. Sudah seminggu sejak skandal narkoba nya menjadi headline dimana-mana, dia masih harus bolak balik mengurusi masalah ini.
Disemprot oleh agensi nya, dimarahi orang tua nya dan kakak-kakak nya, diinterogasi polisi, dan masih harus klarifikasi sana-sini.
Aya merebahkan diri di kasur sambil menghela nafas. Hari ini dia habis melakukan konferensi pers sekaligus membeberkan bukti hasil test urine bahwa dia bebas dari narkoba.
"Oh Tuhan.. mimpi apa gw sampe bisa begini.." desisnya, sudah ga mau bergerak lagi bahkan untuk mengganti baju.
Aya tahu, ini semua akan lewat begitu saja dan dia hanya butuh sabar. Tapi bohong kalau dia bilang dia tak terpengaruh. Job nya berkurang otomatis, nama baiknya juga tercoreng.. image nya yang selama ini dia jaga juga jadi berantakan.
Kalau di luar, saat menghadapi orang banyak, Aya akan terlihat kuat dan sanggup menghadapi semuanya. Tapi saat dia sendiri, semua terasa berat. Dia suka menangis malam-malam kalau melihat komentar netizen di sosial media nya.
Aya membuka sosial media nya dan mulai memberanikan diri melihat komentar mengenai dirinya.
Di postingan instagram terakhirnya, banyak sekali netizen yang mengomentari kasusnya. Some were positive and others were too hurtful untuk dibaca oleh Aya. Dan inilah yang sering membuatnya menangis.
Seperti saat ini, air matanya mengalir membaca tuduhan orang padanya sampai ada yang membawa-bawa keluarga nya.
"Yaiyalah.. model hidupnya kan bebas. Apalagi dia dulu kebiasaan hidup di luar negeri. Ga ada yang tau juga kan dia ngapain aja disana. Iya kalau cuma narkoba, kalo sex bebas juga ga ada yang tau kan??"
"Lagian kenapa ya orangtua nya bisa bebasin dia hidup semaunya? Heran sama orang tua yang berpikiran ngasih kebebasan ke anak sampe kebablasan begitu."
"Bebas orang kaya mah, mau ngapain juga. Pasti ntar ga bakalan masuk penjara lah. Percaya deh sama gw."
"Ya gitu tuh kalau orang kaya, anak ga diperhatiin. Asal dikasih duit aja cukup."
Aya tiba-tiba merasa kesepian dan ingin memeluk mama nya. Gara-gara dia, nama keluarganya jadi kebawa jelek. Ingin sekali dia meminta maaf lagi pada keluarganya sekarang juga. Dia ingin menelepon mamanya, tapi ternyata sudah jam 11.30 pm. Mama nya pasti sudah tidur. Air matanya keluar lagi..
Pikiran Aya melayang ke waktu seminggu yang lalu, saat Angga mengantarkan dirinya ke rumah orang tua nya.
Sepanjang jalan mereka hanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Angga ternyata sudah menghubungi kakak pertama Aya agar datang ke rumah orang tua nya.
Alhasil sewaktu mereka sampai, seluruh keluarga inti Aya sudah ada disana. Orang tua nya, kedua kakak dan kakak ipar nya pun sudah menunggu. Papa nya marah luar biasa sampai menggebrak meja. Mama nya menangis memeluk Aya yang juga tak bisa menahan air matanya.
Keempat kakaknya menginterogasi dia ga berhenti-henti dengan memberikan pertanyaan bertubi-tubi. Satu yang Aya ga bisa lupa.. Angga yang menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Aya yang sudah cape menjawab pertanyaan dibantu oleh Angga. Ternyata Angga mengingat semua cerita detail yang Aya sampaikan ke Sandy hari itu.
Aya juga teringat mama nya masih sempat menanyakan hubungannya dengan Angga. Kenapa bisa mereka berdua datang ke rumah bersamaan, kenapa Angga yang mengurus Aya hari itu..
"Naya hubungin saya." Jawab Angga waktu itu.
"Kalian pacaran?" Tanya Gendhis langsung.
Aya menoleh kesal ke kakak perempuannya itu. Pasalnya, kalau pertanyaan itu datang dari mama nya dia masih maklum. Lah ini kakaknya yang nanya kan emang pure kesempatan pengen ngomporin. Aya menoleh ke Angga, ingin tahu jawaban laki-laki itu. Tapi Angga dan Aya malah hanya bertatapan. Sedih banget hati Aya, seperti ditolak secara ga langsung oleh Angga karena tidak ada jawaban darinya. Akhirnya Aya yang menjawab..
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny (JINRENE AU)
RomantizmDisaat dua insan manusia berusaha saling menghindar tetapi malah semakin tenggelam dalam hidup satu sama lain.. Bisakah mereka terus menghindari takdir? Angga. "Ngga mungkin lah aku bisa suka sama perempuan seperti ini. No no no. Big no! She's not m...