HAI GAIS NUMPANG PROMOSI DULU YAA!
Jangan lupa mampir ke lapak aku yang judulnya 'MORVAN'
aku lagi fokus tulis yang itu. Updatenya tiap hari guys...
Jangan lupa mampir ya, sapatau kalian betah hehe🖤***
EXTRA CHAPTER 2 [Dirven]
Reynard kembali mensejajarkan langkahnya dengan Felove. Sambil mendorong troli berisi belanjaan bulanan, pria itu menoleh menatap istrinya. Raut wajah Reynard terlihat cemas. Namun, raut wajah itu tiba-tiba saja berubah saat Felove mendadak menoleh dan menatapnya.
"Kenapa?" tanya wanita itu pada suaminya.
Reynard menggeleng. "Enggak kenapa-napa."
"Kamu kira kita baru kenal seminggu dua minggu? Aku tuh tau kalau kamu lagi ada apa-apa." ucap Felove membungkam Reynard. Wanita itu selalu tau, apa yang ada di pikiran suaminya. Bukan cenayang, namun ia bisa membaca gerak-gerik Reynard dengan baik. Reynard pun kadang bingung, apa Felove memang diberi anugerah oleh Tuhan untuk bisa membaca pikiran orang lain.
"Kamu kenapa?" Tanya Felove lagi, membuat Reynard mendengkus pasrah. Ia mengaku kalah.
"Aku tuh takut, kalau kamu kecapean. Kan aku sudah bilang, Aku aja yang pergi belanja bulanan. Kamu cuma perlu bikin list belanjaan, terus istirahat dirumah aja. Kalau—"
"Udahlah, aku gak apa-apa kok. Lagipula ingat gak, bulan kemarin kamu banyak banget salah beliin belanjaan. Sia-sia tau, gak terpakai."
"Iya tapi aku yakin kok kali ini aku bisa—"
Felove mengelus pundak Reynard, kemudian wanita itu tersenyum, "Udah ya, aku gak apa-apa." ujarnya lembut, membuat Reynard menganggukkan kepalanya.
Pria itu menatap perut Felove yang semakin lama semakin membesar. Ini adalah bulan ke tujuh kehamilan Felove, membuat Reynard semakin was-was padanya dari waktu ke waktu.
Reynard selalu memanjakan istrinya. Ia selalu meminta Felove beristirahat, dan Ia sangat protective pada wanita itu. Reynard juga mempekerjakan seorang asisten rumah tangga untuk menemani dan membantu aktivitas Felove dirumah. Bahkan, untuk membuat susu saja Reynard tak mau ia melakukannya sendiri. Bi Mira lah yang harus membuatkan susu untuk Felove, dan juga kebutuhan-kebutuhan lainnya.
"Reynard!" baik Reynard maupun Felove spontan menolehkan kepalanya ke sumber suara. Mendapati seorang wanita seumuran mereka yang melambaikan tangan, dengan senyum lebar yang terpampang indah di wajah cantiknya.
Wanita itu mendekati Reynard dan Felove. Mereka saling sapa, setelah cukup lama tak bertemu satu sama lain.
"Wah, berapa bulan nih. Cewek atau cowok?"
Felove tersenyum, "Udah tujuh bulan. Cewek atau cowok ya..." wanita itu menggantungkan jawabannya, membuat kawan lamanya itu berdecak kesal.
"Tungguin aja nanti." Sambung Felove, tak memberi jawaban apapun.
Felove menatap perempuan kecil di hadapannya. Anak berambut tipis dengan kuncir dua di kepalanya.
"Cantik banget, siapa namanya?"
"Adelline. Umur 3 tahun."
Felove mengangguk, mengusap lembut pipi Adelline. "Papanya mana?"
"Morgan lagi di luar kota, ada kerjaan. Makanya kita jalan-jalan nih sekalian belanja. Mumpung gak ada Papa."
Syifa mengusap perut besar Felove, kemudian menatap wanita hamil tersebut. "Kalau cewek, pasti cantik kayak kamu. Kalau cowok, pasti ganteng kayak mantan aku."
Felove tertawa dibuatnya. Ia menatap Reynard selama beberapa detik, lalu menoleh lagi menatap ke arah Syifa. "Iya, semoga. Mantan kamu kan ganteng, lumayan lah kalau nurun ke anak aku. Asal gak kelakuannya aja yang nurun..."
Reynard mengacak rambut Felove sangking gemasnya. Mereka saling tertawa, dan memutuskan untuk belanja bersama lalu pergi ke cafe untuk mengobrol.
Tanpa terasa, semuanya berjalan secepat itu. Hari-hari berlalu tanpa terasa berat. Kalaupun ada masalah, mereka pasti saling bantu. Mengatasinya bersama.
Setiap keluarga punya masalahnya sendiri-sendiri. Begitu juga dengan keluarga Reynard. Sesekali mereka bertengkar, namun pertengkaran itu yang malah menguatkan hubungan mereka berdua. Mereka sadar, kalau mereka saling membutuhkan. Perkelahian kecil tak akan membuat mereka kehilangan satu sama lain. Karena jelas saja, kalau hal buruk itu sampai terjadi, akan berpengaruh besar pada kelangsungan hidup mereka berikutnya.
Dan mereka sama-sama tak siap akan itu.
***
Tokk... tok... tok...
"Sayang, udah siap belum? Temen kamu sudah jemput tuh."
"Siapa Mah?"
Felove mengerutkan keningnya, "Gak tahu, beda lagi sama yang kemarin—"
Cklek...
Akhirnya, seorang laki-laki berumur 17 tahun keluar dari kamarnya. Ia mengencangkan dasi, menatap ibunya yang berdiri dengan celemek terpasang sempurna di badannya.
"Ganteng." Puji Felove disertai senyum manis. Laki-laki itu merangkul ibunya, berjalan bersama menuju ruang tamu untuk menemui siapa perempuan itu.
"Hai Kak Dirven!" Sapa gadis itu pada laki-laki yang diliatnya. Sedangkan yang disapa, malah menaikkan alis sambil menatapnya bingung.
"Lo siapa?"
"Aries kak. Adik kelas kakak. Pagi ini, kita pergi bareng ya?"
Dirven menghela nafas berat. Ia kembali menatap ibunya, mencium punggung tangan lalu mengecup kening wanita kesayangannya itu.
"Punya wajah ganteng gak enak juga ya Mah." Dirven berjalan mengambil kunci mobil sebelum akhirnya keluar rumah, meninggalkan gadis bernama Aries yang tiba-tiba datang ke rumahnya sepagi ini.
Bukan hal yang aneh, seorang gadis tak dikenal datang dan mengajak Dirven pergi bersama. Dirven menolak, tentu saja. Tapi gadis-gadis itu tetap datang.
Dirven memang setampan itu. Sangat.
Reynard menatap kepergian putranya. Ia merangkul Felove dari belakang, menggeleng-gelengkan kepala melihat apa yang terjadi pada kehidupan anak tunggalnya itu.
"Ganteng sih ganteng, cuma kenapa jadi berlebihan gitu ya?"
Felove menoleh, "Berlebihan gimana?"
"Aku dulu pas muda, iya ganteng. Tapi gak sampai cewek gonta-ganti jemputin aku di rumah."
"Berarti kamu gak seganteng Dirven."
Reynard menatap istrinya, menyipitkan mata. "Oh jadi gitu.."
Felove mengangguk. "Kamu itu dulu suka gonta-ganti cewek. Suka tebar pesona. Suka gombalin cewek-cewek. Coba anak kita, pendiam, bodo amatan, kerjaannya baca novel mulu, sampai umurnya tujuh belas tahun nih, belum punya pacar satu pun!"
"Nah itu!"
"Apa?"
"Itu yang harus ditakutin. Kok bisa, cowok kayak dia belum punya pacar juga sampai sekarang? Jangan-jangan gak suka cewek—"
Felove memukul pelan lengan Reynard, membuat suaminya meringis kesakitan. "Sembarangan kalau ngomong. Ucapan itu doa. Gak boleh ngomong sembarangan."
"Iya, iya, maaf."
"Ya udah pergi kerja sana, aku mau masak."
Reynard tersenyum, "Temenin mama Dirven masak aja deh hari ini." Pria itu menyusul istrinya ke dapur, ikut membantu Felove yang sibuk dengan bahan bahan masakannya.
Kurang lebih, begitulah keluarga kecil mereka. Reynard, Felove, dan Dirven. Ketiga orang yang saling melengkapi satu sama lain. Mereka saling menyayangi, saling peduli dan saling memberi kasih sayang.
Tak peduli seberapa besar umur Dirven sekarang, mereka tetap sering bermain bersama. Menciptakan kebahagiaan yang tidak akan bisa terlupa. Hari ini, esok, lusa, dan selamanya.
**VOTE AND COMMENT**
KAMU SEDANG MEMBACA
CROCOBOY [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsBagaimana jadinya, bila kau sudah berulang kali menjadi mainan seorang laki-laki brengsek, tetapi tetap mencintainya dan ingin terus kembali bersamanya walau sakit telah berulang kali menimpa dirimu? Perkenalkan, Dia Reynard Saputra. Seorang laki la...