SATU

51.7K 4.2K 88
                                    

Sehan mengurut pelipisnya yang berdenyut. Sudah dua hari ini tidur nya tidak lebih dari tiga jam. Banyak yang harus ia kerjaan dan urus.

Dua jam kedepan ia harus sudah berada di Bandara untuk melakukan perjalanan bisnis ke Singapore, tetapi ada satu hal yang belum selesai ia tangani.

Pintu ruangan pria 33 tahun itu diketuk dan terbuka "Bapak manggil saya?" Tanya pria yang barusan masuk sambil duduk di hadapan Sehan.

"Saya mau ngasih kamu dispensasi." Sehan menatap lekat pria tersebut.

"Dispensasi dalam rangka apa pak?" Mario mengernyit. seingatnya, ia tidak mengajukan dispen atau cuti sekarang. Sangat aneh jika tiba - tiba bos nya yang dikenal disiplin itu memberikan dispensasi.

"Hari ini kamu saya izin kan pulang kerumah. Berkumpul bersama anak dan istrimu."

"Serius Lo?!" Mario tercengang. Antara percaya dan tidak percaya. Pasalnya, ini Sehan yang bicara. Bos maniak kerja, jangankan ngasih dispen seperti ini, izin tidak masuk kerja karena alasan sakit saja tidak akan dia izinkan sebelum pingsan dihadapannya.

"Elo kesambet setan apaan sih?" Tanya Mario lagi. Sikap profesional nya menguap entah kemana. Dipandang nya sahabat sejak zaman kuliah itu lekat. Apa sehan jadi gila semenjak istrinya meninggal? Batin Mario prihatin.

"Gue serius. Elo boleh pulang..."

"Thanks banget bro!" Mario meraih tangan Sehan dan menjabatnya. Senyum sumringah tidak pernah lepas dari wajah nya. Bodo amat dengan sahabatnya yang kesambet atau apapun itu, yang penting dia bisa bebas kerja hari ini.

Tok tok tok
Pintu ruang Sehan kembali terbuka, lalu muncul pria berkacamata sambil menggendong bayi lelaki berusia 7 bulan.

Merasa urusannya sudah selesai, Mario izin pamit. Ia harus bergegas pulang supaya cepat bertemu istri dan anaknya sebelum Bos nya berubah pikiran. "Kalau begitu saya permisi dulu pak," Pamit Mario.

"Tunggu Mario," Seru Sehan menghentikan langkah Mario. "Saya belum selesai bicara," Sehan berdiri dari duduknya lalu mengambil bayi cubby dari tangan sekretarisnya.

"Kau boleh pulang kerumah. Dengan syarat, membawa serta anakku bersamamu. Kau dan istrimu harus menjaga Gio dengan baik selama aku di Singapur," Ujar Sehan penuh penekanan disetiap katanya, sambil menyerahkan Gio. Mau tidak mau mario meraih bayi gembul Sehan.

"Elo gila?!" Mario melotot. Persetan dengan rasa hormat terhadap atasannya, toh nyatanya Bos nya itu sudah tidak waras. Bagaimana mungkin ia menitipkan anaknya pada orang asing? Okey sebenernya bukan orang asing dilihat dari pertemanan mereka yang sudah terjalin lama, tapi apakah benar jika Bos nya itu menitipkan anak nya pada bawahannya?

"Gio punya baby sitter, bersertifikat pula. Dia pasti aman ditangannya, Atau elo titipin aja ke kakek nenek nya, mereka pasti tidak keberatan mengurus cucunya." Mario masih tidak terima dengan perlakuan semena-mena sahabatnya itu.

Sehan terdiam, ia tau bahwa ini aneh menitipkan anaknya ke sahabat nya sendiri sementara ia punya baby sitter. Sehan hanya tidak mau anaknya sama seperti dirinya, diurus seorang pengasuh padahal ia masih punya orang tua.

Kakek Nenek Gio? Big no! Sehan tidak mau mempertaruhkan telinga nya untuk memdengarkan ocehan ibu mertuanya yang menginginkan Sehan turun ranjang -menikah dengan adik iparnya-.

"Gue mau elo dan istri lo yang ngurus anak gue. Gue ngga mau ada penolakan. Anggap saja ini hukuman karena elo ngga becus ngerjain perintah yang gue kasih."

"Elo pikir nyari istri untuk seorang Sehan Arsyanendra itu gampang? Kalau cuma nyari yang abal-abal gue bisa datengin sekarang juga!"

"Gue cuma butuh ibu untuk Gio, bukan ibu buat gue. Elo cari aja wanita keibuan yang sayang anak-anak. Gampang kan?" Sehan tidak kalah

The Second Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang