DUA PULUH TIGA

36.3K 2.7K 69
                                    

Shika berbalik perlahan. Netranya menangkap sosok lelaki yang sedang  menatapnya dengan seringai miring. Shika serta merta memundurkan langkahnya dengan tubuh bergetar hebat.

"Apa kabar, kakak ipar?" Sapa lelaki bertato tersebut.

Bulu kuduk Shika meremang mendengar sapaan dari seorang lelaki yang sangat tidak ingin ditemuinya. Lelaki yang pernah menjadi bagian dari keluarganya.

"Ha-Haris?" Ucap Shika terbata, bibirnya bergetar dan lidahnya terasa kelu.

"Aah.. Seneng banget rasanya elo masih ingat nama gue."

"P-pergi dan jangan pernah ganggu aku lagi," usir Shika.

Sontak kedua mata shika melebar ketika Haris mendekat perlahan dan menatapnya dengan seringaian penuh kelicikan.

"Jangan mendekat!" Seru Shika sembari menggenggam stroller dengan kuat.

"Begitukah cara menyapa orang kaya kepada orang miskin? Padahal gue cuma mau menyapa mantan kakak ipar yang sekarang sudah menjadi orang kaya. Mbak membuat hati ini sakit." Haris menekan dadanya seolah-olah merasakan sakit yang amat sangat.

"Pergi atau aku bakal teriak," ancam Shika.

"Mbak terancam, ya? Kok nada mbak jadi ketakutan gitu? Jadi tambah seksi, gue jadi___" Haris menggantungkan kalimatnya, matanya memandang setiap jengkal tubuh Shika seolah menelanjangi wanita yang sedang ketakutan di hadapannya. "Bergairah," lanjut Haris menatap Shika lekat sembari tersenyum miring.

Tubuh Shika bergetar, ia menelan ludah dengan susah payah seperti ada sebongkah batu besar yang nyangkut di lehernya. Perkataan Haris membuatnya berang. Sungguh, Shika benci dengan perkataan kotor semacam itu, seakan pria bertato itu bisa menelanjangi hanya dengan tatapan matanya.

"Jaga ucapanmu!"

"Lo tau, gue kangen banget sama elo. Biasanya setiap hari mata gue disegerin sama pemandangan elo yang lagi nyuci dan ngepel. Keringat lo yang menetes dan mengalir ke leher bikin elo tambah sek__"

"Hentikan! Kumohon." Shika berteriak sembari menutup telinganya dengan kedua tangan.

Gio yang mendengar teriakan Shika hampir menangis karena kaget. Shika lantas berjongkok, menenangkan anaknya yang berada di dalam stroller, bersyukur Gio tidak jadi menangis dan kembali tenang.

"Wah siapa ini? Anak tiri lo? Lucu banget."

Suara Haris menginterupsi Shika yang masih berjongkok, wanita itu lalu berdiri dan menyembunyikan kereta dorong anaknya di belakang tubuhnya.

"Cepat pergi dari sini atau aku akan teriak," Ancam Shika lagi.

"Suami baru lo udah punya anak, makanya dia mau menerima kondisi lo?" Tanya Haris, tidak mengindahkan ancaman Shika sedikitpun.

"Maksudmu?"

"Kondisi lo yang mandul. Suami lo udah tau?"

Reflek Shika membelalakan matanya mendengar ucapan lelaki itu yang menohoknya. Haris yang melihat reaksi Shika langsung menyeringai miring dan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Ngeliat reaksi lo begitu. Gue rasa elo belum bilang ke suami lo. Kenapa?"

"Bukan urusan kamu."

"Gimana kalau sampe dia tau? Kira-kira apa tanggapannya ya?"

"Tidak akan terjadi apapun!" Sangkal Shika.

"Tidak mungkin Mbak. Jangan terlalu naif jadi orang. Dia pasti bakal marah dan kecewa. Suami mana yang ngga malu punya istri mandul? Gue berani jamin dia bakal jadi bahan olok-olokan semua orang dan karirnya bakal hancur. Terus apa selanjutnya? Elo di depak kayak sampah."

The Second Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang