EMPAT BELAS

41.3K 3.6K 62
                                    

"Mau sampai kapan kamu terus disini?"

Shika menoleh dan menatap lelaki berusia 38 tahun yang sedang duduk di meja kerjanya sembari melipat tangannya di depan dada.

"Kalau Abang mau kerja ya kerja saja. Jangan pedulikan aku, anggap saja aku tidak ada. Aku akan diam seperti patung." Shika bersiap akan merebahkan tubuhnya di sofa ketika sebuah buku melayang ke arahnya dan nyaris mengenai kepalanya.

"Abang tega ya! Gimana kalau buku itu kena kepalaku dan bikin otakku jadi tumpul dan tidak bisa mengarang buku lagi?" Sewot Shika.

"Sudah tiga kali kau kesini selama lima hari ini dan itu tidak seperti biasanya. Ponselmu terus bergetar dan kamu tidak mengangkatnya. Aku jadi curiga." Randi mengabaikan ucapan Shika dan menyipitkan matanya seraya mengusap dagu.

Sudah lima hari Gio keluar dari rumah sakit, dan Shika selalu pergi ke kantor Randi ketika anak sambungnya itu tertidur.

"Hilangkan semua pikiran aneh yang ada di otakmu, Bang. Aku hanya sedang mencari ide untuk buku baruku jadi biarkan aku sendiri."

"Tapi ini kantorku! Keberadaan mu di kantorku mengganggu penglihatan ku Zack. Apalagi dengan posisimu itu."

Shika terkekeh melihat Randi yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri tampak kesal. Shika tau Randi tidak pernah bisa marah padanya walaupun bicaranya sangat kasar.

Shika melirik ponselnya yang kembali bergetar. Nama Wina tertera disana, ia segera mengangkat panggilan tersebut.

"Ada apa, Win? Kalau kamu meneleponku karena disuruh kakakmu, kamu gagal. Bilang ke Mas Sehan aku sedang tidak ingin di ganggu," cerocos Shika.

"Mba Shika? Ini Shika kakak iparku, istrinya Mas Sehan?" Tanya Wina.

"Iya benar, yang tidak akan lama lagi menjadi jandanya Sehan Arsyanendra. Aku lagi enggak ingin bercanda, Win," jawab Shika malas.

"Mba Shika itu Zacka?! Penulis novel yang bukunya waktu itu mbak kasih ke aku?" Selidik Wina di ujung sana.

Shika mengernyit dan menarik ponsel dari telinganya, ia terbelalak ketika melihat benda pipih di genggamannya. Wina meneleponnya di nomor yang Shika gunakan sebagai Zacka. Mampus!

Shika buru-buru mematikan sambungan telepon itu lalu menonaktifkan ponselnya. Matanya melotot menatap Randi yang sedang memperhatikannya di balik meja kerjanya.

"Abang ngasih nomer Zacka ke Wina?" Tuduh Shika.

"Oh iya aku lupa memberitahumu, maaf."

"Abaaanngg! Kenapa dikasih? Dan kenapa enggak bilang?"

"Itu balasan dariku karena kamu menggunakan sofaku untuk tidur siang. Oh satu lagi, aku tidak mau terseret dalam drama keluargamu."

"Abang juga enggak ngasih tau aku.  Kalau abang ngasih tau, aku bisa persiapan kalau Wina telepon. Sekarang aku keceplosan dan Wina tau kalau aku adalah Zacka."

"Bagus dong. Aku jadi bisa tidur nyenyak karena tidak diganggu bocah itu, istriku marah karena dia terus meneleponku dan menuduhku selingkuh."

"Dasar tidak profesional!"

Shika mondar mandir sembari menggigiti kukunya. Kalau Wina tau, pasti dia akan memberitahu Sehan. Bagaimana kalau Sehan marah? Bagaimana kalau Sehan melarangnya menulis lagi?

Tunggu, bukannya mereka akan berpisah. Kalau memang begitu, berarti tidak ada masalah yang harus dipikirkan. Lalu tiba-tiba Shika terduduk di sofa dan menangis memikirkan dirinya yang akan berpisah dengan Sehan dan Gio.

***

"Shika dimana, Mak?" Tanya Sehan sembari menggendong Gio yang menangis.

Sehan pulang lebih cepat dari kantor karena ia tidak bisa mengerjakan satu pekerjaan pun, apalagi setelah Wina memberitahu kabar yang mengejutkan tentang Shika.

The Second Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang