Shika duduk di salah satu bangku cafe sambil mengaduk-aduk jus alpukat dihadapannya. Pikirannya melanglang buana ke enam hari yang lalu, tepatnya sehari setelah Mario menawarkan untuk menikah dengan Sehan -sahabatnya-
Hari itu Shika dan Siska lari pagi keliling komplek, tentu saja dengan membawa Andra dan Gio.
"Udah mikirin tawaran Mario?" Tanya Siska begitu mereka beristirahat di bangku taman.
"Lebih dari itu, gue malah mikirin gimana reaksi Ayah nya Gio kalau nikah sama gue," Shika menjawab sambil memandang langit yang menyinari wajah nya yang berkeringat.
"Kenapa memangnya dengan Sehan?"
"My life is too complicated," Shika memandang sahabatnya lekat. "keluargaku, masa laluku, dan juga kondisiku."
"Mereka bukan lagi keluarga lo semenjak Romi meninggal. Dan semua orang punya masa lalu, seburuk apapun masa lalu kita tetap punya hak untuk meraih masa depan. Dan kondisi lo, bukankah selama lima tahun ini elo mengikuti semua saran dokter? Bahkan sampai sekarang kan?" Siska menatap wanita bertubuh seksi di depan nya.
"Gue ngga tau. Ucapan Ibu selalu terngiang-ngiang di telinga gue." Shika mengingat ucapan ibu mertuanya setiap ia mengutarakan keinginanya untuk pergi dari rumah dan ingin mandiri. Ibu mertuanya selalu berkata bahwa tidak akan ada seorang lelaki yang mau menerima Shika karena kondisinya.
"Itu karena beliau ngga mau elo menikah lagi. Gue udah pernah bilang kan, ibu mertua lo cuma butuh gaji Romi. Kalo elo menikah lagi otomatis gaji Romi dihentikan. mereka mau makan pake apa kalau bukan dari gaji Romi huh?!"
"Faktanya omongan ibu ada benarnya. Ngga akan ada yang mau nerima kondisi gue," Shika tetap membantah, selama tiga tahun ucapan ibu mertua nya tidak pernah berhenti, sampai pada suatu titik Shika pasrah dan menerima takdir nya menjadi tulang punggung keluarga Romi.
"Kalau begitu elo harus cari suami yang mau nerima kondisi lo, atau seseorang yang udah memiliki apa yang ngga bisa elo kasih ketika kalian menikah nanti, jadi dia ngga bisa nuntut apa-apa. Dan Sehan orang nya."
Shika tidak menjawab, ia memandang Gio yang berada di pangkuannya. Pipi tembem nya tidak menutupi ketampanan bayi tujuh bulan itu. Shika yakin jika Gio sudah dewasa nanti, pasti banyak cewek yang naksir padanya.
"Berhentilah mengalah dengan keadaan dan berhentilah memaklumi orang lain dengan mengorbankan diri sendiri. Kau juga berhak egois. Terlebih jika itu untuk kebahagiaanmu sendiri." Siska berdiri setelah mengucapkan kalimat yang pernah ia baca di internet, yang sangat cocok untuk kondisi sahabat nya itu.
Lamunan Shika terputus ketika seorang pria duduk di hadapannya. Pria itu memakai jas berwarna hitam, dasi dan kemeja putih sebagai dalaman. Paduan yang elegan dan sangat pas melekat ditubuh atletis nya. Pria itu juga sangat tampan, ia memiliki alis tebal dan hidung yang mancung, rahang nya tegas dan jangan lewatkan dada bidangnya yang terlihat nyaman untuk bersandar.
"Sudah lama nunggu?" Sapa pria itu.
Shika tidak menjawab. Ia masih bengong dengan mulut menganga menatap ciptaan Tuhan yang sangat sempurna itu. Shika baru tersadar setelah mendengar deheman dari pria tersebut.
***
Sehan mengedarkan pandangannya begitu ia memasuki kafe. Mencari sosok yang akan ditemuinya disini. Matanya tertuju ke arah wanita yang duduk sendirian di pojok sambil melamun.
Sehan tidak langsung menghampiri, ia mengamati wanita itu dari jauh. Sehan hanya melihat wanita itu di layar HP, ketika ia melakukan panggilan video dengan Mario. Setelah itu, Mario sering mengirimkan video dan poto Gio yang sedang bermain bersama wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Marriage (Completed)
RomanceZakira Ashika adalah seorang penulis novel sebelum ia menikah. Setelah sang suami gugur dalam tugas negara, ia harus menjadi tulang punggung keluarga suaminya. ketika suatu hari kejadian yang mengerikan menimpanya, ia bertekad untuk keluar dari ruma...