DELAPAN BELAS

38.8K 3.3K 39
                                    

Dari tadi siang, Shika dibuat tidak tenang oleh tawaran kerjasama yang di ajukan oleh perusahaan suaminya sendiri. Pasalnya, jika ia menerima kerjasama ini, bagaimana ia harus meminta izin kepada suaminya kalau sebelum menikah ia sudah berjanji tidak akan bekerja?

Dan sekarang, Shika menyesali keputusannya yang tidak pernah jujur bahwa ia adalah seorang penulis saat akan mulai meniti karirnya kembali. Walaupun percuma saja menyesali kejadian yang sudah terjadi di masa lalu, tapi tetap saja, masalah ini timbul karena keputusan yang ia buat sendiri.

Hari sudah larut saat Shika berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang kerja Sehan di lantai bawah rumahnya. Setelah berhasil menidurkan Gio yang sudah lelah bermain ia memutuskan untuk menemui suaminya yang sedang lembur.

Sesudah makan malam tadi, Sehan bermain sebentar dengan Gio lalu melanjutkan pekerjaannya. Apa suaminya itu tidak lelah? Demi apapun dia bekerja lebih dari dua belas jam setiap hari!

Shika menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Tangannya menarik handle pintu dan mendorongnya setelah sebelumnya mengetuk pintu terlebih dahulu.

Shika memasuki ruang kerja suaminya. Dapat dilihatnya Sehan sedang berbicara di ponselnya, Sehan melirik sekilas ke arah Shika dan menyuruhnya untuk menunggu melalui bahasa isyarat tangannya.

Shika mengangguk sekilas. Biasanya ia sangat jarang memasuki ruangan kerja Sehan, bahkan hampir tidak pernah masuk ke ruangan ini. Sembari menunggu Sehan selesai dengan urusannya, Shika duduk di sofa sembari mengedarkan pandangannya memperhatikan ruangan segi empat itu. Tidak terlalu banyak barang disini, hanya meja kerja minimalis dan rak buku yang penuh dengan berbagai buku bacaan, lalu ada sofa leter L minimalis empuk di sudut ruangan yang sedang ia duduki sekarang. Sangat berbeda jauh dengan design ruang kerja Sehan yang ada di perusahaan yang menggunakan perabotan dari kayu jati.

"Ada apa? Tumben sampai menyusulku kemari?" Tanya Sehan seraya menghampiri Shika kemudian ikut duduk di sampingnya.

"Ada yang mau aku omongin."

"Tentang?"

"Itu.." Shika tidak duduk dengan tenang sembari memainkan jemarinya dengan gelisah.

"Ada apa Shika? Katakan saja, apa ada yang mengganggumu?" Tanya Sehan khawatir.

"Bukan itu. Ini soal tawaran kerjasama dari perusahaan Mas."

"Ah iya kerjasama untuk grand opening perpustakaan. Wina sudah menemuimu?"

"Iya kami sudah ketemu, Wina juga sudah menjelaskan semuanya."

"Lalu? Sudah memberi jawaban?"

"Aku belum menjawab. Aku minta waktu dan Wina memberiku dua hari."

"Ya benar, sebaiknya kamu pikirkan dengan matang."

"Sebenarnya aku sudah membuat keputusan, tapi aku mau mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Mas."

"Ada apa? Apa ada yang masih mengganjal di hatimu mengenai tawarannya?"

"Tidak. Bukan itu yang membuatkan khawatir, Mas."

"Lalu apa?"

"Bagaimana pendapat Mas jika aku menerimanya?" Tanya Shika ragu. Ia menelisik wajah Sehan yang tidak menunjukkan ekspresi terkejut atau senang yang membuat Shika semakin kalut.

"Tergantung alasan kamu, kenapa mau menerimanya."

"Aku ingin melanjutkan impianku." Jawab Shika mantap sembari menatap mata lelaki di depannya.

"Bukan karena tawaran itu dari perusahanku?" Tebak Sehan. Ingin mengetahui lebih jelas alasan istrinya.

"Aku suka menulis, dan aku ingin berbagi ilmu dengan orang lain. Enam tahun aku mengubur hobby dan impianku. Saat kejadian mengerikan menimpaku, aku sadar bahwa aku harus bangkit dan mandiri. Dan ketika aku mengambil keputusan itu, takdir malah membawaku padamu dan Gio. Padahal menikah bukan tujuan utamaku, tapi saat melihat Gio pertama kali, aku sudah jatuh cinta sama bocah itu."

The Second Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang