EMPAT

42.3K 3.7K 100
                                    

Shika membuka matanya perlahan, suara bayi mengoceh membangunkannya dari alam mimpi. Ia mengedarkan pandangannya keliling ruangan yang didominasi warna putih yang terasa asing. Ah iya, dirinya sudah menikah dan ini kamar suaminya, yang sejak kemarin menjadi kamar Shika juga.

Masih dalam posisi berbaring, Shika menoleh ke sebelah kiri, tampak suaminya masih tertidur pulas. Kemudian Ia menoleh ke sisi kanannya, tersenyum melihat bayi gembulnya sudah bangun dan mengoceh tidak jelas sambil menghisap tangannya. Shika bangkit dan turun dari ranjang, mendekati ranjang bayi yang diletakkan tepat di samping ranjang king size miliknya.

"Morning jagoan. Sudah bangun ya? Pinter banget anak Mamih Shika bangun pagi-pagi," Kata Shika yang dibalas oleh tawa Gio.

"Laper ya Dek? Nanti Mamih buatkan susu dulu ya, jangan berisik nanti ayah bangun. Tunggu sebentar ya." Shika menuju ke dispenser di sebelah ranjang Gio. Shika sangat terbantu dengan penataan kamar ini, semua fasilitas untuk Gio tersedia disini sehingga Shika tidak harus bolak balik ke dapur yang berada di lantai bawah, entah siapa yang menatanya, Shika harus berterimakasih padanya.

"Minum dulu susunya, biar cepet gede dan sehat." Shika menyodorkan dot ke mulut Gio yang langsung dihisap bayi berpipi cubby itu. "Laper banget ya sayang sampe kebangun jam empat pagi begini."

Gio tertidur kembali setelah menghabiskan susunya. Hal ini dimanfaatkan Shika untuk berolahraga ringan, mandi, menyiapkan pakaian kerja Sehan dan membuat sarapan. Tidak banyak bahan makanan yang tersedia di dapur, ia hanya membuat roti selai untuk Sehan yang sekarang sedang mandi.

Sehan sedang memakai kemeja yang disiapkan Shika ketika Shika masuk ke kamar untuk mengecek Gio. Shika tersenyum puas, setidaknya suaminya masih menerima bentuk perhatian darinya. Meskipun Sehan belum menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami, yaitu memberikan nafkah batin.

Ya benar, semalam tidak terjadi adegan romantis pengantin baru. Sehan melanjutkan pekerjaannya dilantai bawah tempat meja kerjanya berada, sedangkan Shika yang merasa lelah langsung tertidur pulas ketika ia berusaha tetap terjaga menunggu suaminya yang tak kunjung datang.

Shika pun memaklumi keadaan ini. Ia bahkan mengingatkan dirinya sendiri bahwa pernikahan mereka bukan atas dasar cinta, tapi karena suatu tujuan masing-masing. Seperti sebuah simbiosis mutualisme, hanya saling menguntungkan satu sama lain.

"Mas, Aku sudah menyiapkan sarapan, tapi hanya roti karena di kulkas tidak ada bahan makanan. Rencananya hari ini aku mau ke Swalayan," Ujar Shika sambil merapihkan sprei.

"Baiklah. Nanti minta antar pak Darmo, jangan pakai kendaraan umum."

"Iya."

Shika melangkah mendekati Sehan ketika melihat kerah kemeja bagian belakang yang dikenakan suaminya terlipat. Tanpa suara Shika langsung membenarkan kerah suaminya. Sehan sedikit terkejut dan langsung merubah ekspresinya, ditatapnya istri barunya itu intens. Ia mengernyit ketika melihat pipi Shika yang membiru.

"Pipi kamu kenapa?" Tanya Sehan sambil memegang pipi Shika.

"Ah ini." Shika tersentak dan langsung menepis tangan Sehan. "Tidak apa-apa, hanya kepentok pintu rumah Siska." Shika memegang pipinya sendiri untuk menutupi lebam tersebut dan Sehan menangkap kebohongan dimata wanita cantik yang sekarang sudah menjadi istrinya.

"Ayo sarapan Mas, keburu dingin kopi dan tehnya. Aku ngga tau Mas biasanya minum teh atau kopi kalau pagi, jadi aku bikin dua-duanya," Ujar Shika riang, terlihat mengalihkan pembicaraan.

"Aku biasa minum kopi dengan dua sendok gula."

"Baiklah, Aku akan membuatkannya setiap pagi."

Mereka turun kebawah dan duduk di meja makan saling berhadapan. Sehan memakan roti selai buatan Shika perlahan.

The Second Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang