DUA PULUH SEMBILAN

40.6K 3.4K 101
                                    

Sehan memutar kenop pintu ruang perawatan istrinya dengan hati-hati. Lalu berjalan dengan perlahan menghampiri seorang wanita yang sedang terlelap dengan infus tertancap di tangan kirinya.

Sehan duduk di kursi samping ranjang pasien, tangannya terulur dan menggenggam tangan kanan Shika lalu mengecupnya dengan lembut, khawatir mengusik tidur damai sang istri pada dini hari saat ini.

Lelaki itu memandang dengan penuh rasa penyesalan paras cantik istrinya yang tampak jelas terlihat sangat pucat tanpa riasan make up. Dadanya mendadak sesak saat mengingat perlakuan kasar yang pernah ia lakukan kepada wanita yang amat dicintainya tersebut.

Namun, semua sudah terlambat. Sehan tidak yakin Shika akan memaafkan semua perbuatan kasarnya. Bagaimana mungkin istrinya itu akan memaafkan Sehan jika ia sudah menambahkan rasa trauma di dalam diri Shika? Tanpa mau tahu keadaan wanita itu yang sebenarnya dan dibutakan oleh rasa cemburu, Sehan telah melakukan sesuatu yang fatal, yang dapat memperparah rasa traumanya. Dan sekarang, bisa-bisa nya Sehan sempat meragukan anak yang di kandung Shika bukanlah anaknya. Sehan merasa tidak pantas disebut sebagai seorang suami.

Tidak terasa cairan bening menetes dari pelupuk mata Sehan, ia terisak. Penyesalan memang selalu datang belakangan, tapi jika boleh meminta, Sehan ingin kembali ke masa lalu. Masa dimana ia pertama kali bertemu wanita itu, lalu meminta Shika bersedia menjadi istri seutuhnya, bukan hanya menjadi ibu untuk Gio. Kemudian mereka akan saling terbuka mengenai masa lalu dan bersama-sama saling mengobati luka satu sama lain.

Kenangan bahagia bersama Shika dan Gio terlintas di kepala Sehan. Saat mereka menghabiskan waktu bersama, dan ketika anak dan istrinya selalu menyambut kepulangannya selepas bekerja dengan tawa bahagia setiap hari. Rasanya sudah sangat lama dirinya tidak melihat tawa bahagia Shika dan Gio. Sehan merindukan masa-masa dimana mereka bahagia bersama.

Tangan Sehan terulur ke arah kepala Shika, lalu dengan hati-hati merapikan anak rambut istrinya yang menutupi sebagian wajahnya.

"Maafkan aku sayang. Maaf atas semua perbuatkanku yang telah menyakitimu. Dan maaf karena terlambat datang menyelamatkanmu. Aku sangat mencintaimu." Ucap Sehan lirih.

***

Cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela mengusik tidur wanita yang berada di atas ranjang pasien. Ia membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar yang tampak asing, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.

Matanya tertuju pada seseorang yang sedang duduk sembari tangannya menopang kepala di atas ranjang menutupi wajahnya. Ia akan membangunkan seseorang itu tapi urung ketika menyadari tangannya berada di genggaman orang tersebut.

Dilihat dari rambutnya yang pendek, sepertinya seseorang ini laki-laki. Kesadaran wanita itu perlahan pulih dan sekelebat bayangan kejadian kemarin malam menyeruak masuk dalam ingatannya.

Jangan-jangan lelaki ini...?!

Serta merta wanita itu bangkit seraya menarik tangannya dengan panik. Gerakan tiba-tibanya membuat lelaki yang sedang tertidur di samping ranjang terbangun dengan panik pula.

"TOLONG!"

"Shika ada apa? Apa ada yang sakit? Shika, tenanglah. Ini aku, Sehan. Suamimu." Ucap Sehan sembari menahan pukulan Shika pada dadanya. Bahkan sakit fisik yang dirasakannya tidak sebanding dengan rasa sakit di hati Sehan saat melihat istrinya begitu ketakutan hanya dengan melihatnya.

Shika yang menunduk dengan ketakutan pun berhenti memukul ketika ia mendengar suara suaminya. Perlahan ia mengangkat wajahnya dan dapat dilihatnya Sehan duduk di hadapannya dengan wajah panik. Tanpa aba-aba Shika langsung memeluk tubuh suaminya dengan erat. Meminta perlindungan.

The Second Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang