Ku pikir hidup ku akan lebih bahagia setelah menikah. Saat kecil aku kehilangan kasih sayang papa dan mama. Jarang bagi kami untuk kumpul bersama. Pernah waktu itu aku sakit mama pergi lomba tembak di Bandung. Waktu itu kami tinggal di Semarang. Papa juga luar negeri. Mama dan Papa memang mencukupiku dengan materi tapi aku merasa tidak puas. Kala teman-teman ku pulang di jemput orang tua aku naik angkot. Sebenarnya papa selalu mengutus anggota nya untuk menjemputku tapi aku menolak. Mereka anggota papa bukan supir probadi. Aku lebih baik naik angkot. Perkataan dulu yang kuucapkan saat papa bertanya. Hanya Dimas yang selalu menemaniku.
Aku pernah terpesona Dimas. Hanya sekedar terpesona. Sebab Dimas memperlakukan ku dengan baik walau perkataanya terkadang tak mengenakan di hati. Dimas hanya menganggapku sahabat nya saja.
Dimas yang selalu perhatian padaku melebihi papa. Bunda Dita namanya bunda sangat menyayangiku. Katanya karena anaknya laki-laki semua jadi Bunda Dita enggak ada temenya perenpuan. Berbanding terbalik dengan papa ku yang merupakan laki-laki sendiri di rumah.
Aku bingung dengan kondisi ku ini. Benar kata Sehan aku terlalu mudah untuk menikah. Mentalku belum siap untuk berumah tangga. Harus nya aku menolak perjodohan itu dan mungkin aku sekarang sudah kuliah di Korea. Saat SMA aku mendapat beasiswa penuh di Hankuk tapi papa melarangku dengan alasan aku terlalu dini untuk pergi keluar negeri tanpa ada saudara di sana papa bilang takut terjadi sesuatu. Namun dugaan papa salah justru aku kecewa dengan jalan pilihan papa.
Selepas kejadian makan malam lalu bertemu Sehan secara tak sengaja membuat abang mendiamiku selama tiga hari itu. Dan selama tiga hari itu aku baru tahu bahwa kepinakan wadanyon adalah mantan pacar abang. Mereka putus karena perjodohan yang papa dan ayah rencanakan. Aku tahu dari tetangga yang suka bergosip waktu belanja sayur yang memang selalu berhenti di depan teras rumah ku. Dokter itu namanya Rania teman satu kampus Dokmil Rini. Rania melanjutkan studynya di Jerman. Pantas saja Mbk Fendi terlihat tak suka pada ku waktu pertama kali datang. Gara-gara aku keponakanya gagal nikah szma abang.
Aku ingin bekerja tak ingin lagi menggunakan uang abang. Apa selama ini aku hanya jadi pelmpiasan abang karena hubunganya dengan Rania di tentang ayah. Catat hanya ayah karena bunda selalu mendukung apapun pilihan Bang Elang. Aku bingung aku tak kenal siapapun di kota ini. Biasanya ada Dimas saat aku seperti ini. Aku memutuskan jalan-jalan tanpa tujuan. Aku sudah ijin ke Abang meski kita sedang bertengkar tapi aku tetap harus ijin jika pergi. Aku berjalan di kala panasnya Kota Bandung kalu aku duduk di kursi trotoar. Melihat kendaraan berlalu larang dengan musik tin tin yang indah. Tiba-tiba kucing kecil datang bergelayut di kakiku. Aku mengambil kucing kecil itu sepertinya dia kelaparan. Aku mengambil satu saset makanan kucing. Saat aku pergi entah kemanapun aku selalu berusaha membawa makan kucing jaga-jaga kalau bertemu kucing lapar seperti kucing yang di sebelahku ini tengah melahap makanan yang ku beri. Selesai kucing itu makan, kucing tersebut masih duduk di sebelahku sambil menatapku. Aku melanjutkan jalan ku tanpa tujuan kucing itu mengikuti ku. Aku ingin membawanga pulang tapi melihat hubungan ku dengan Bang Elang tak baik aku takut dimarahi sekaligus membebani.
Aku berjala cepat berusaha membuat kucing itu tak mengokutiku namun sayangnya kucing itu terus mengikutiku tanpa lelah.
"Bukankah kucing itu telah memilihmu menjadi pengasuhnya." Sebuah suara menghentikan ku. Laki-laki dengan seragam loreng dengan baret merah di kepalanya.
Laki-laki itu menggendong kucing kecil itu dan berjalan mendekatiku. Sambil mengelus kucing tersebut.
"Lama ya tidak ketemu. Terakhir ketemu kamu selalu nempel sama si tengik. Bagaimana kabar si tengik Dimas ?."
Kenapa dia bisa kenal aku. Aku menatapnya dia sama tampatnya dengan Bang Elang cuma laki-laki di depan ku lebih hitam dikit lah.
"Kamu enggak inget sama aku Yuri." Tunggu hanya ada satu orang yang memanggilku Yuri dan itu anak dari atasan papa. Dulu dia sangat menyebalkan suka menarik ikat rambutku saat papa mengajaku berkunjung kerumahnya
"Kak Fey ya." Dia tersenyum dan menyodorkan tanganya untuk berjabat tangan. Aku mengulurkan tangan membalasa jabatan rangan.
"Kak Fey tambah hitam ya. " Kak Fey tersenyum bukan malah marah.
"Tiap hari kena matari iya hitam lah kan aku enggak pakai skincare. Terlalu mahal." Jawabnya membuat aku tertawa melupakan sejenak masalahku.
"Terus nasib kucing ini bagaimana ?." Aku menatap kucing kecil tersebut.
"Aku enggak berani bawa pulang takut dimarahi suami ku." Lirih ku.
"Apa kamu sudah sudah menikah ?." Kak Fey terlihat sangat terkejut dengan ucapan ku. Aku mengangguk sebagai jawaban.
Kak Fey mengajaku makan di sebuah cafe. Kucing tersebut dimasukan ke petshop untuk mengecek kesehatan nya nanti selesai makan akan di ambil Kak Fey katanya. Aku menceritakan semua yang terjadi padaku mulai perjodohan sampai masalah kemarin. Aku tak sanggup memendam lagi.
"Saran kakak coba kamu ajak bicara suamimu. Minta maaf terlebih dahulu jangan gengsi. Minta maaf dahulu bukan berati kamu salah tapi kamu berusaha mengalah. Coba tanyan hubunganya dengan si dokter itu."Aku mengangguk sambil memakan makanan ku.
"Padahal pengen ngajak kamu nikah. Ternyata aku terlambat ya."
Aku menghentikan sejenak kegiatan ku. Ku tatap Kak Fey yang asyik menyantap makananya.
"Jangan-jangan Kak Fey kena karma suka sama aku ya. Dulu kan waktu aku sering di ajak kerumah sama Om Hadi Kak Fey selalu gangguin aku. "
Kak Fey menyentil dahiku. Membuat ku mengaduh sakit. Sakit juga ternyata sentilanya iyalah kan dia anak kopasus.
"Walau aku suka gangguin kamu tapi kan aku juga sering jajanin kamu."
"Ketika aku menempuh pendidikan di Akmil kamu orang pertama yang aku pikirkan. Entah kenapa mengingat kamu selalu membuat ku tersenyum. Aku berjuang keras supa sukses di karir dengan usahaku sendiri. Saat aku sudah cukup mapan ternyata kamu sudah menikah. Kakak harap kamu bahagia dengan suamimu." Lanjut Kak Fey membuat air mata ku menetes.
"Harusnya kakak datang lebih cepat. Kenapa harus nunggu karir bagus baru mau ajak aku nikah kan sekarang udah terlambat kak. Aku enggak bisa berharap lagi dengan Kak Fey ataupun Bang Elang."
Kak Fey menatapkun dengan senyum mempesonanya. Aku baru sadar ternyata Kak Fey sangat tampan. "Semua sudah menjadi takdir. Kakak berdoa semoga Fi selalu di beri kebahagian biar enggak nagis terus. Kamu jelek loh kalau nengis terus." Kak Fey memberikan sapu tanganya padaku. "Hapus air mata mu sekalian ingus mu jelek kalau dilihat." Aku mencubit tanganya membuatnya mengaduk keskitan.
Selepas makan Kak Fey mengantarku pulang karena hari sudah sore dan juga dia harus kembali ke kesatuanya. Kak Fey mengantarkan ku pulang sampai di rumah. Entah kenapa Om yang jaga bisa memberikan izin masuk pada Kak Fey. Motor Revo sudah terpakir manis di halaman selertinya Abang Elang sudah pulang. Aku turun dari mobil di susul Kak Fey Bang Elang tiba-tiba sudah di teras, kapan keluarnya tuh orang.
"Kak Fey mau mampir. Aku buatin kopi racikan ku sendiri deh."
"Kapan-kapan aja ya soalnya kakak harus balik ke kesatuan. Kakak permisi dulu ya."
"Saya pamit dik." Pamit Kak Fey pada Bang Elang. Apa mereka saling kenal.
"Siap bang. Hati-hati dijalan." Sahut Bang Elang tegas. Kak Fey masuk ke dalam mobil lalu mobil itu pun berjalan menjauh dari rumah sampai tak terlihat dari pandangan ku.
Setelah mobil Kak Fey tak terlihat aku masuk kedalam rumah tanpa menyapa Bang Elang. Aku ingin mandi merelesasikan pikiran ku dari banyak hal. Apakah pernikahan ini dapat bertahan selamanya. Atau justru waktu akan memisahkan kita.
Hore aku up lagi. Walau hanya beberapa yang antusias dengan ceritaku ini aku tetep ingin namatin cerita ini. Jadi kalian pilih Fi sama Elang apa sama Fey. Kalau sama Fey kaya nta cocok deh.
![](https://img.wattpad.com/cover/149953451-288-k821984.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REFRAIN (Terbit)
General FictionTerkadang yang menurut orang tua baik. Belum tentu baik untuk kita. Tapi apa kita mampu menolak keinginan mereka? Meskipun itu menghancurkan kita . #7 abdinegara #6 militer #11 abdinegara 13/5/2020 #4 militer 2/7/2020 #1 tniad 1/8/2020