Special Part Rania

1.7K 93 12
                                    

Setiap orang memiliki takdir hidup sendiri-sendiri. Ada yang dilahirkan dari keluarag sederhana namun harmonis ada juga yang dilahirkan kaya namun tak Bahagia. Ada juga takdir yang mengijinkan kita untuk memilih Bahagia, tergantung seberapa besar usaha mu. Aku bersala dari keluarga berada, Papa ku pengusaha brand fashion ternama. Papa ku menikahi Mama ku karena saling suka, namun ternyata Mama ku menikahi Papa ku untuk pelarian.

Awalnya keluarga ku baik-baik saja. Aku tinggal dirumah mewah, namun kami jarang menghabiska waktu Bersama, hanya saat sarapan kami bisa berkumpul walau pun tanpa obrolan. Aku memilki tetangga yang baik, Mas Elang. Dia satu-satunya teman bermain ku, Tante Dira dan Om Arif sangat baik pada ku. Kerap kali aku menghabiskan makan malam dengan keluarga Mas Elang. Hingga hari itu tiba, hari dimana Mama membawa mantan kekasihnya kerumah dan meminta cerai dari Papa.

"Perniakahan kita ini enggak sehat, dari awal pernikahan ini ada karena kepentingan bisni. Jadi tolong ceraikan aku, aku kembali Bersatu dengan kekasih ku" ucap Mama lantang.

Aku yang bersembunyi dari bali dinding hanya bisa menangis mendengar Mama berteriak pada Papa. Aku saat itu masih berumur 10 tahun, belum begitu paham masalah yang menimpa kedua orang tua ku. papa ku menolak keinginan Mama dan tetap mempertahankan rumah tangga ini. Mama tak berhenti disitu, Mama yang dibutakan cinta sampai berbuat tidak senonoh didepan mata ku dan Papa yang mengantarkan ku pulang. Papa yang kalap langsung memghajar kekasih Mama, dan Mama pun mengentikan itu.

"Perceraian? Itu yang kamu mau kan. Baik mulai sekarang kamu bukan istri ku lagi, aku ceraikan kamu. Untuk masalah persidangan akan diwakilkan kuasa hokum ku" Papa pun berjalan keluar dengan amarah memuncak. Aku yang saat itu hanya bisa menangis mengejar Papa, namun sayang mobil Papa sudah menjauh.

"Papa..." aku berteriak menangis memanggil Papa.

"Rania kamu kenapa ?" Mas Elang menghampiri ku lalu mengajak ku kerumahnya.

Aku tak banyak bicara, aku terus menangis sambal beteriak memanggil Papa. Karena selama ini Papa yang lebih dekat dengan ku, disela kesibukanya Papa selalu mengusahakan untuk menjemput ku pulang sekolah. Tidak seperti Mama yang hobi keluyuran. Beberapa bulan kemudian Papa dan Mama resmi bercerai, hak asuh ku jatuh ke tangan Mama. Tak lama kemudian Mama menikah lagi dengan kekasihnya.

Mama selalu memanjakan kekasihnya, namun tak juga mengurusku.setiap berangkat sekolah aku selalu jalan kaki, terkadang Om Arif memberiku tumpangan namun aku tak enak jika terus menumpang akhirnya aku pun memilih berangkat pagi. Uang jajan ku juga tidak diberi secara teratur, padahal Papa selalu rutin mentransfer uang untuk kebutuhan ku. papa yang memberitahu ku, Papa sering menjemput ku pulang dan membawa ku kerumahnya aku diantar kerumah Mama jam 7 malam. Dan Papa jarang mentrasnfer uang karena Papa memberi uang ketika Papa menjemput ku mengajak ku kerumahnya.

Hari itu Papa tak bisa menjemput ku dan berakhir aku menaiki angkot. Sampai dirumah Mama menatap ku marah.

"Mana uang yang Papa kamu berikan pada mu" todong Mama seperti renternir.

"Ja-jangan Ma ini buat uang jajan aku disekolah. Juga buat masuk SMA" cicit ku takut.

Mama yang tak sabar pun menjambak rambut ku dan menggeret ku kekamar. Mama membanting ku hingga aku terjatuh dilantai membantur pinggiran meja hingga berdarah. Mama mengacak-acak kamar ku, lalu Mama mengambil paksa ransel ku dan mengambil uang yang ku sembunyukan di kaos kaki. Aku memeluk kaki mama ketika Mama pergi dengan membawa uang ku.

"Jangan Ma, itu uang aku" ucap ku menaingis memohon.

"Gampang minta Papa kamu lagi, minta yang banyak" Mama mengentakan kaki melepaskan pelukan ku dikakinya.

Aku mengadu pada Papa perihal uang ku yang diambil Mama secara paksa. Papa sangat marah dan ingin menghampiri Mama namun aku membujuk Papa. Karena sampai dirumah nanti aku yang jadi pelampiasan Mama jika Mama marah dengan Papa. Papa pun memberikan ku ATM. Itu pun juga tak bertahan lama, Mama seolah tahu. Mama mengurung ku dalam kamar tanpa memberikan makan.

"Itu hukuman buat anak nakal seperti kamu, dikasih uang Papanya malah disimpan sendiri. Ngadu lagi ke Papa mu, awas setelah hukuman ini selesai dan kamu ngadu ke Papa kamu. Enggak segan—segan Mama pukul kamu" ancam Mama dari balik pintu.

"Mama keluarain aku Ma, aku janji enggak ngadu ke Papa lagi. Aku juga janji akan kasih uangnya ke Mama" teriak sambal menangis.

Setelah Mama membebaskan ku, Mama tak lagi mengijinkan ku bertemu dengan Papa. Bahakan berangkat sekolah pun aku diantar ayah tiri ku. Aku tak nyaman dengan Ayah tiri ku, Ayah tiri ku mentapa ku dengan tersenyum misterius. Mobil yang dinaiki aku dan Ayah tiri ku berhenti didepan gerbang sekolah. Aku membuka pintu, namun ternyata pintunya masih terkunci, aku menatap ayah tiri ku takut. Tiba-tiba tangan ayah tiri ku berada di atas lutut ku lalu mengelus naik keatas. Reflek aku langsung menyentak tangan ayah tiri ku.

"Its ok, nanti kamu pulang sekolah masih bisa" ucapnya dengan tersenyum misterius.

Begitu kuci terbuka aku langsung kaluar dan berlari masuk kedalam kelas. Sepanjang pelajaran pikiran ku tak focus, aku dibayang-bayangi rasa takut. Bagaimana jika ayah tiri ku berbuat jahat. Apa aku enggak usah pulang ke rumah, atau aku kerumah Papa saja. Tapi nanti Mama marah dan memukul ku lagi. Sampai bel sekolah aku tak kunjung pulang. Aku memilih menunggu sampai waktu Mama pulang kerja. Jika ada Mama ayah tiri ku tak berani berbuat macam-macam.

Sampai dirumah aku bergegas masuk menuju kamar lalu menguncinya. Kenapa mobil Mama enggak ada, apa Mama dan ayah tiri ku pergi. Syukurlah kalau pergi. Aku memutuskan mandi karena badan ku terasa lengeket. Saat aku tengah asyik menggosokan sabun kebadan ku tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka menampilkan ayah tiri ku yang tersenyum misterius ku ambil handuk untu menutupi tubuh polos ku. Aku berjalan mundur ketika ayah tiri ku mendekat.

"Kamu lebih seksi dari pada Mama mu yang bodo."

"Jangan mendekat" teriak ku ketakutan.

"Jangan takut sayang, mari kita menghabiskan malam ini berdua."

"Jangan mendekat atau aku akan aduin ini ke Mama" ancam ku.

"Mau mengadu? Tapi enggak sekarang karena Mama kamu sedang kelaur kota. Mari kita cicipi darah gadis perawan."

Aku berlari melati celah samping kiri ayah tiri ku, sadar aku kabur ayah tiri ku mengejar. Aku berlari menuju ruang utama, sayangnya pintu terkunci, aku pun bergegas menuju kedapur namun naast pintunya pun terkunci ayah tiri ku langsung menyergap tubuh ku dan mendorong ku hingga terlentang diatas menja.

"Jangan Ayah, aku mohon jangan" pinta ku saat ayah tiri ku mencumbui leher ku lalu meremas payudara ku. Aku berusaha mendorong namun tenaga ku kelah kuat dengan tenaga ayah riri ku.

Hingga handuk melilit tubuh ku pun ditarik paksa menampakan tubuh polos ku. aku menutupu kedua aset ku. Aku pun hanya pasrah, aku sudah kehabisan tenaga. Ayah tiriku memandang tubuh ku lalu membuka celananya aku pun menutup mata dan berdoa berharap ada seseorang yang menolong ku. tiba-tiba terdengar bunyi pukulan, aku membuka mata ku. Mas Elang memukul kepala ayah tiri ku dengan tongkat bisbol.

Mas Elang menghampiri ku dan memberikan jeketnya untuk menutupi tubuh polos ku. Mas Elang menali ayah tiri ku dengan tali tambang yang ada dikebun belakang. Mas Elang menatap ku khawatir dan memeluk ku erat.

"Aku kotor Mas, aku kotor. Aku enggak pantas hidup"teriak ku.

"Stt.. kamu enggak kotor dan kamu pantas hidup. Lelaki bajingan itu yang pantas mati."

Mas Elang pun menggendong ku kerumahnya, Om Arif dan Tante Dira terekjut melihat kondisi ku. Tante Dira pun menuntun ku menuju kamar Mas Elang dan meberikan ku kaos oblong dan celana trening. Tante Dira memeluku sambal menengangkan ku. air mata ku terasa habis hingga aku tak bisa menangis. Tannte Dira meninggalkan ku dikamar Mas Elang. Aku memandang sekeliling kamar Mas Elang. Aku kotor aku tak pantas hidup, cutur ditempat pensil terlihat menggoda. Ku ambil cuter tersebut dan menekanya di jempol lalu keluar darah.

Aku mengiris pergelangan tangan ku, darah bercur-curan keluar. Aneh banyak darah keluar tapi kok enggak terasa sakit. Pintu kamar terbuka, Papa menatap ku terkejut dan menghampiri ku.

"Papa...ini banyak darah tapi kok enggak sakit" tutur ku, tak lama aku kehilangan kesadaran.

Bersambung....

Halo semua, masih adakah yang nyipen di libary kalian. Sekilas cuplikan special part lebih lengkapnya ada diversi cetak. Hayuk yang pengen peluk nabung dulu. Tes dong mana penggemarnya Bang Elang.....

REFRAIN (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang