01.

1.2K 91 5
                                    

Walaupun akan dinikahkan dengan orang kaya, seorang Joyana Prastiwi Barata Hadi juga pasti mikir-mikir terlebih dahulu. Dari segi bibit, bebet dan bobot. Kenal saja belum, main dijodohkan saja. Belum lagi, Joy itu mengutamakan sifat yang asik, keren, fashionable dan tentunya tampan no abal-abal. Namun, apa boleh buat. Hidup seorang Joy masih bergantung kepada orang tuanya. Mau-tidak mau, ia harus menuruti kehendak orang tuanya.

"Sayang, pakai dong baju yang udah mama belikan! Itu mahal, tau" Ujar sang ibunda—Irene Puspita Hadi—cerewet.

Joy berdecak sambil mendelik ke arah sang ibu. Mengambil dress mahal itu dengan kasar. "Oh, mau jadi anak durhaka, ya?" Tanya Irene tajam.

Joy melemaskan badannya, "enggak-enggak, Ma! Ampun" Jawabnya lalu masuk ke kamar mandi.

"Kamu berani durhaka sama mama, awas aja! Bisa mama sita semua aset pribadi kamu" Ujar Irene mengancam dengan nada meninggi.

"JANGAN DONG, MA!" Seru Joy tidak terima diancam. Irene menyeringai senang, tandanya ia berhasil.

Tidak tahu ikut siapa, Joy ini termasuk shopaholic melampaui ibunya sendiri. Oh lupa, ayahnya yang bernama Surya Oktavian Hadi itu tak kalah boros. Berarti wajar saja jika Joy itu gila belanja. Bahkan membeli pulpen saja harus sampai Los Angeles.

Irene keluar kamar Joy, menghampiri suaminya yang tengah merapikan tuxedo-nya. "Pa, Pa!" panggil Irene kepada suaminya. Surya pun menoleh dengan wajah sok gantengnya.

"Pa, aduh mama senang banget!" seru Irene tidak bisa menahan diri. Surya mengernyitkan keningnya, tanda tak paham. "Santai aja dong, Ma. Ada apa?"

"Ya ampun, Pa—"

"Ceritanya yang jelas, Ma. Tenang, jangan terlalu menggebu-gebu gitu," ujar Surya menenangkan. "Sambil duduk ya, Ma. Sini-sini" ajak Surya sembari menuntun bahu Irene, mengajaknya duduk.

"Ada apa?" tanya Surya.

"Pa, malam ini kan, Joy akan kita jodohkan dengan putra bungsu temanmu yang katanya dekat sama kamu itu. Joy mau juga akhirnya"

"Dia emang harus mau, Ma. Kalau enggak, bagaimana nasib keluarga kita dan anak perusahaan papa?" balas Surya.

"Kok sampai ke anak perusahaan, sih?" tanya Irene bingung.

"Perjodohan ini terjadi karena bisnis, Ma. Teman papa itu, si Yoshua, dia mau memberikan anak perusahaannya kepada papa dengan persyaratan yaitu kawinin anaknya dengan Joy, anak kita" jawab Surya menjelaskan. Irene memukul bahu Surya cukup kencang. "Sembarangan bilang kawin! Anak kita manusia, Pa. Bukan kucing" protes Irene.

"Oh, iya. Aduh, maafin papa"

"Anak bungsu papa gak pulang, nih? Kakaknya mau nikah juga"

"Ya kamu ibunya, tanyain sana!" suruh Surya.

Irene berdecak, "kamu bapaknya, tanyain sana!" balas Irene membalikkan ucapan Surya.

"Nanti, aku telepon anakku yang satu itu. Siapa namanya? Yodi?" celetuk Surya.

"Nih, gini nih akibat sejak hamil sampai lahir gak menemani istrinya dan anaknya sendiri. Pas anaknya udah gedean dikit, jarang di rumah. Lupa nama anaknya" ujar Irene.

"Papa salah lagi, nih?" tanya Surya.

"Ya iya, lah!" seru Irene.

"Udah, ah. Namanya siapa, sih? Beneran lupa" ujar Surya lagi.

"YOHANES, PAPA! YOHANES PRASETYA YUDA HADI"

"Wow, nama anak-anakku udah mirip gerbong kereta" ujar Surya heran.

What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang