46

493 83 3
                                    

Orang tua Sehun pulang lebih dulu, mereka tidak ikut sampai prosesi pemakaman. Orang tua Joyana pun juga akan menyusul. Mereka mengajak Joyana. Namun, Joyana mendadak kaku dan melirik Sehun. Tidak ada sepatah kata yang keluar dari bibirnya meskipun ingin sekali. Sayangnya, suasana sedang tidak mendukung. Untuk itu, Joyana diam saja, begitu juga dengan Sehun.

"Yerin, kamu ikut kita sekalian aja, ya? Ini udah jam dua dini hari" ujar Irene.

"Iya, Tan. Gak apa-apa" jawab Yerin.

"Ya udah, ayo pulang!" ajak Irene.

Joyana bingung dan ragu untuk meninggalkan Sehun. Tidak semestinya ia begini. Dia ini istrinya Sehun.

"Mama..."

Irene menoleh.

"Apa gak salah kalau aku pulang?" tanya Joyana.

"Maksud kamu?" balas Irene balik bertanya.

"Ma, Sehun di sini" ujar Joyana.

"Terus?" Surya ikut bertanya. "Dia akan tetap di sini, mungkin" lanjutnya.

"Nak, ini demi kesehatan kamu juga. Kamu habis dari Jogja belum sempat istirahat" ujar Irene.

Yerin mengangguk. "Benar, Joy. Apalagi..."

"Kenapa, Yer?" tanya Irene.

"Eh, enggak, Tan. Apalagi kan badannya capek gitu" jawab Yerin berbohong.

"Iya, ayo kita pulang!"

"Tapi, sebentar, Ma, Pa" ujar Joyana.

"Mau kemana kamu?" tanya Surya.

"Sebentar aja ya, Pa" jawab Joyana lalu pergi.

Dia kembali masuk, meskipun tak berani mendekat. Ia menatap Sehun dari jauh. Tangannya bergerak untuk menggenggam perutnya. Ia menunduk sebentar, membatin kepada anaknya, akhirnya kamu pulang juga, nak. Ia menatap Sehun lagi. Benar, Sehun semakin kurus. Joyana semakin merasa bersalah.

"Eh!" Joyana menoleh. Ada Lisa. Ia tersenyum ramah menyapa Lisa. "Ngapain di sini? Ayo masuk!" ajaknya.

"Oh, gue udah masuk, kok. Lo aja" ujar Joyana.

"Ya udah. Terus, ngapain di sini? Ngeliatin ke dalam sana sambil megangin perut. Laper lo? Kayak gembel aja" mulut Lisa memang sering kurang ajar kalau untuk Joyana.

"Sembarangan!" balas Joyana.

"Habisnya, sih. Eh, ya udah. Gue masuk dulu, ya" katanya yang diangguki Joyana.

Joyana melangkah kembali. Sempat berhenti sebentar di depan foto besar dan itu Angelica. Sangat cantik, batinnya. Ia memandangi foto besar itu sampai ada tangan yang menariknya dan mendekapnya erat seperti tak akan dilepas lagi.

Sehun menyadari kehadiran Joyana untuknya, sangat. Namun, Joyana melepas pelukannya terlebih dahulu.

"Maaf" katanya singkat.

"Aku yang harusnya minta maaf" balas Sehun.

"Bukan masalah itu, situasinya lagi gak bagus aja sekarang. Semua orang di sini berduka, berkabung. Nanti, kalau di rumah aja, ya?" ujar Joyana yang diiyakan Sehun. "Aku harus pulang ke rumah papa. Soalnya, kamu masih di sini, kan? Udah, ikutin aja sampai prosesi pemakaman selesai. Oke?"

"Jangan begini lagi, Joyana" ujar Sehun.

"Aku kenapa?" tanya Joyana.

"I'm just thinking about you for 24/7" jawab Sehun.

Joyana tersenyum. "I know" balasnya.

"Biar aku antar pulang, ya? Kita pulang ke apartemen bareng-bareng dan aku gak akan ninggalin kamu lagi" ujar Sehun.

"Udara malam gak baik, Sehun. Kamu segera masuk, ya? Kalau kamu pulang, gak enak sama orang tuanya Angel. Aku gak akan kemana-mana, cuman di rumah papa aja" kata Joyana meyakinkan.

Sehun nampak memikirkan sesuatu. Sampai akhirnya, ia mengantar Joyana ke tempat di mana Surya, Irene dan Yerin menunggu Joyana.

"Jadi ketemu sama suami ceritanya?" tanya Irene.

"Maaf, Ma. Saya titip Joyana seben--"

"Kamu salah kalau bilang begitu sama kita" ujar Surya lalu menarik pelan tangan Joyana.

"Maaf, Pa" balas Sehun.

"Udah, Pa. Masalah sebelumnya jangan di bahas di sini. Enggak baik, oke? Kita pulang"

"Yuk!"

Joyana melirik suaminya terlebih dahulu sebelum masuk ke mobil. "I'll call you" ujar Joyana pelan sambil memberi kode kepada Sehun. Tentu saja Sehun paham. Ia tersenyum.

*****

Joyana duduk di ranjang kamarnya. Yerin sudah tidur duluan. Joyana merasa tidak bisa tidur malam ini. Pikirannya terus bergelut tentang apakah ia salah atau tidak? Menurutnya, tanpa dipikir pun ia sudah jelas salah. Mana ada istri meninggalkan suaminya sampai jadi semakin kurus begitu?

Ponselnya tiba-tiba berdering. Sampai lupa, seharusnya dia yang menelpon Sehun terlebih dahulu. Tanpa ragu, ia angkat teleponnya.

"Halo"

"Katanya mau nelpon?"

Joyana tersenyum. "Lupa"

"Gampang banget lupanya"

"Maaf"

"Kamu gak salah, kok"

"Maaf"

"Joyana"

"Sehun, kamu masih di rumah duka?"

"Iya, aku sampai besok pagi masih di sini. Sampai pemakaman"

"Aku tutup dulu, ya?"

"Wait, kenapa?"

"Buat berbincang seperti ini bukan suatu hal yang wajar di tengah-tengah keluarga yang berduka"

"Ya sudah, besok aku jemput, ya?"

"Enggak"

"Loh?"

"Kamu langsung pulang ke apartemen aja, istirahat dulu"

"Kok gitu? Mana bisa aku istirahat?"

"Dengerin apa kata aku, Hun. Besok juga bisa ketemu siang atau sore"

"Hm, iya"

"Aku mau pergi ke rumah mami"

"Jam berapa?"

"Gak tahu, lihat aja nanti"

"Aku antar, ya?"

"Gak usah"

"Ya ya, terserah kamu"

"Bye, Sehun"

"I love you"

Pip.

Joyana memutus sambungan telepon lebih dulu. Detak jantungnya jadi tidak baik setelah Sehun mengucapkan itu.

"Telponan sama siapa, Joy?" tanya Yerin yang terbangun.

"Maaf, lo kebangun gara-gara gue, ya?" balas Joyana.

"Enggak, kok. Dikit, sih. Soalnya gue penasaran" jawab Yerin.

"Ya udah, bobok, yuk!" ujar Joyana membuat Yerin mengangguk.

What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang