33

501 77 7
                                    

Untuk pertama kalinya, Sehun merasakan tubuhnya hampir remuk saat bangun pagi. Padahal, biasanya tidak. Sehun mengerjapkan matanya berulang kali. Rasanya berat sekali matanya untuk dibuka, mengangkat kepala dari bantal dan bangun untuk melanjutkan aktivitas. Kepalanya berat, seperti beratnya mencapai 1 ton. Ia merasa pusing sekali. Tangan Sehun terulur untuk menyentuh keningnya dan memijatnya pelan. Ia tidak akan masuk kerja hari ini.

Kemana Joyana? Apa perempuan itu masuk kerj--tidak. Ia masuk ke dalam kamar sambil membawa sesuatu. Alat pijat. Joyana menyapa Sehun dengan sejuta senyumnya yang mempesona. Ia duduk di samping Sehun yang masih tiduran.

"Gitu aja tepar" ledek Joyana.

"Siapa yang nganter pulang kemarin? Pak Jono?" tanya Sehun.

Joyana menggeleng.

"Endra?" tanyanya lagi.

"Aku" jawab Joyana.

"Hah?"

"Iya, aku yang nyetir. Kenapa sih emangnya? Aku cuman minum, enggak mabuk" ujar Joyana. "Dikit, sih" katanya lagi.

Sehun langsung terduduk. Menatap cemas Joyana. "Kamu kok seenaknya, sih? Kalau ada apa-apa di jalan gimana? Kenapa kamu gak mikir?"

"Aku masih sepenuhnya sadar semalam. Kamu sendiri yang tepar" balas Joyana.

"Tetap saja, itu bahaya"

"Lemah" ujar Joyana lagi. "Aku bawa alat pijat. Sini, baju kamu buka"

"Emang harus dibuka?" tanya Sehun.

Joyana mengangguk, "iya" jawabnya

Sehun menggenggam kancing bajunya erat dan menggeleng cepat. "Enggak" katanya melarang.

"Ya udah, gak usah dicopot, deh" ujar Joyana.

"Enggak"

"Kan gak dicopot"

Sehun melepaskan genggamannya. "Syaratnya, jangan elus-elus punggung aku" ujarnya.

Joyana mengangguk. "Sini"

"Jangan pegang-pegang punggung" ujar Sehun lagi memperingatkan.

"Iya-iya"

Joyana pun menancapkan colokan pada stopkontak di samping ranjang. Ia menyalakan alat pijat itu dan mulai memijat Sehun.

"Kamu gak kerja?" tanya Sehun.

Joyana menggeleng, "aku kerja dari rumah aja. Suami sakit kok ditinggal" jawabnya.

"Tapi--"

"Kalo dipecat ya gak masalah. Lagipula, aku kan istri bosnya. Ngapain takut?" tanya Joyana membuat Sehun bungkam.

"Kamu gak buka kemejaku ini kan semalam?" tanya Sehun.

Joyana menggeleng, "kamu sendiri yang buka jas waktu sampai di atas tempat tidur. Waktu mau aku bukain kemejanya, kamu ngamuk-ngamuk. Aku gak berani" jawabnya.

"Maaf" ucap Sehun sambil menunduk.

"Kenapa?" tanya Joyana penasaran.

"Karena aku ngamuk-ngamuk" jawab Sehun. Joyana tersenyum, "kamu percaya?" tanyanya.

"Hah?"

Joyana terkekeh, "benar sih, ngamuk-ngamuk. Tapi, gak separah yang kamu bayangkan"

"Tetap saja itu salah" balas Sehun.

"Terserah" ujar Joyana.

"Harusnya kamu punya hak buat ini" gumamnya pelan. Joyana tidak bisa mendengarnya karena suara alat pijat ini cukup kencang.

"Udah selesai. Udah enakan belum?" tanya Joyana.

Sehun mengangguk, "sudah" jawabnya lalu Joyana pamit untuk keluar menuju minimarket. Sehun menatap pintu kamar sambil menghela nafasnya panjang. Sangat berat rasanya.

*****

Joyana baru selesai membeli cemilan untuk di apartemen. Seharian ia akan bersama Sehun karena tidak bekerja. Selesai membayar dan baru mau keluar, Joyana tak sengaja menabrak seseorang sampai barang belanjaannya terjatuh dan kantong plastiknya jebol. Joyana mengeraskan rahangnya saat orang itu malah berlalu dan membiarkannya jongkok untuk mengambil belanjaannya.

"Maaf" ucap orang itu pelan. Di mata Joyana, orang ini cukup--arogan. Kenapa ia melihat perempuan ini?

Joyana ingat betul wajah perempuan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Joyana ingat betul wajah perempuan ini. Dia, yang ada dalam foto itu. Bersama Sehun.

"Tunggu!" tahan Joyana waktu perempuan itu melangkah lagi. Ia kembali menoleh. "Lo ada totebag?" tanya Joyana.

"Enggak" jawab perempuan itu anggun.

"Oh, ya udah. Di sini dulu, tolong jagain barang-barang gue. Biar gue ke kasir buat minta kantong lagi" ujar Joyana yang dianggukinya. Joyana kembali ke kasir dan meminta kantong lagi, setelah itu ia balik lagi. Ia membungkus kembali barangnya, dibantu perempuan itu.

"Gak usah bantu" ujar Joyana melarang.

"Tapi, ini karena saya" jawab orang itu. Bahasanya, mirip seperti yang biasa digunakan Sehun. Joyana tersenyum pahit.

Ia berdiri saat sudah selesai. "Terima kasih" ujar Joyana.

"Ya, sudah tanggung jawab saya" balasnya.

Joyana bingung. Namun, ia sadar diri tidak memiliki hak melarang pertemuan antara keduanya. Kenapa bisa perempuan itu ada di sini?

*****

Sejak pertemuan tak terduga itu, Joyana hanya diam dan diam sampai Sehun terus-terusan dibuat bingung olehnya. Mereka sedang duduk bersebelahan sambil menonton tv dan ngemil. Namun, keheningan menyelimuti keduanya. Sehun ingin memulai percakapan, tapi ia sadar diri jika paling bodoh untuk hal seperti ini. Tiba-tiba nada dering ponselnya berbunyi membuat Joyana menoleh sebentar. Sehun berdiri dan menjawab telepon masuk.

"Halo"

"Presdir, kami dari pihak keamanan ingin mengatakan sesuatu"

Sehun mengernyit, "apa?"

"Ada seseorang yang ingin menemui anda"

"Siapa namanya?"

"Angelica," seketika itu juga Sehun membelalakkan matanya.

"Suruh dia tunggu di sana" perintah Sehun lalu menutup sambungan telepon. Ia beranjak dari tempatnya dan keluar menuju tempat di mana Angelica berada.

Joyana yang mengamatinya pun hanya menghela nafasnya panjang dan menahan rasa kesalnya dalam hati. Ia sudah tahu kemana Sehun pergi. Namun, tak bisa ia buat berhenti. Yang bisa ia lakukan adalah,

Menanyakan sesuatu nanti.

What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang