48

507 76 5
                                    

Sehun masih kaget. Ia masih tidak percaya jika istrinya ini hamil. Memang, Joyana belum menunjukkan surat hasil kontrolnya dengan dokter kandungan waktu di Jogjakarta. Selesai memasak, makan-makan dan berbincang, Sunny menyuruh Joyana untuk menginap di rumahnya terlebih dahulu. Joyana mengiyakannya. Ia juga mengantar Irene sampai depan dan setelah itu ia masuk lagi.

"Mami mau mandi dulu. Ini sudah sore" ujar Sunny yang diiyakan Joyana. "Kamu siapkan air hangat untuk Sehun, tapi kalau gak kecapekan. Kalau capek, mending suruh pelayan rumah aja" lanjutnya membuat Joyana mengangguk.

Joyana menyusul Sehun yang sudah masuk duluan ke kamarnya. Kamar besar dan elegan ini. Saat Joyana masuk, Sehun sedang melepas tuksedonya dan dasinya. Mendengar suara pintu terbuka pun, Sehun menoleh.

"Kamu mau mandi?" tanya Joyana berbasa-basi. Dia sedang membuka lemari, memeriksa stok pakaiannya.

Sehun mengangguk meskipun ia membelakangi Joyana. Ia bercermin, sedangkan lemari berada di belakangnya.

"Perlu aku siapin air hangat?" tanya Joyana.

"Oh, enggak usah. Kamu istirahat aja" jawab Sehun. Joyana mengangguk paham dan memilih fokus melihat isi lemari. Tidak ada yang berubah tentu saja. Ah, bagaimana dengan lemari apartemen? Ia jadi penasaran dan ingin pulang. Perasaannya saat ini campur aduk. Rasanya rindu, tapi canggung. Entahlah, ia jadi gugup. Terhanyut dengan lamunannya, sampai tak sadar sudah ada tangan yang melingkar di pinggangnya.

Sehun memeluk Joyana dari belakang. Memeluk erat dengan tangan ia letakkan di atas perut sang istri. Joyana tersentak sebentar. Lalu, ia tersenyum. Tangannya ia letakkan di atas tangan Sehun.

"Ini waktu yang sangat lama" ujar Sehun dengan volume rendah. "Dan kamu pergi waktu janin kamu mulai berkembang?" tanyanya sambil mengusap perut Joyana yang belum terlalu membuncit.

Joyana menunduk, ia tersenyum. Tidak bisa berkata-kata karena bingung sendiri harus bilang apa.

"Kamu tega, ya, bikin aku khawatir, hm" lanjut Sehun lalu mengecup pucuk kepala Joyana cukup lama. "I miss you so bad" katanya lagi.

"Me too" Joyana mendongak dan mengecup singkat bibir Sehun. Joyana memutar balik tubuhnya jadi menghadap Sehun. Ia menggenggam kedua tangan Sehun. Menatap lelaki itu dengan arti rindu.

"Kamu jadi kurus begini" ujar Joyana.

"Gak keurus" jawab Sehun.

"Emang biasanya aku ngurusin kamu?" balas Joyana.

"Ngurusin, tau" jawab Sehun sambil memeluk Joyana. "Kamu juga kurus sekarang" ujarnya.

"Iya" jawab Joyana pelan.

"Kenapa? Kangen aku?" tanya Sehun.

"Ge-er" jawab Joyana lalu terkekeh. "Tapi, boleh juga, sih" lanjutnya. Sehun berdecak.

"Waktu pertama kali hamil, kamu ngalamin apa aja?" tanya Sehun. "Bikin kamu susah?"

Joyana mengangguk dalam pelukan Sehun. "Anak kamu bikin aku susah" ujar Joyana.

"Anak kamu juga"

"Intinya kalo bikin susah, ini anak kamu" celetuk Joyana.

Sehun melepas pelukannya. Setelah itu, ia menutup pintu lemari dan membawa Joyana untuk duduk di tepi ranjang.

"Seriusan udah mau dua belas minggu?" tanya Sehun. "Udah selama itu di dalam perut kamu?" Joyana mengangguk.

"Selama itu juga aku muntah-muntah terus dan nafsu makan aku berkurang. Aku sering lemas. Mungkin, karena makannya dikit" ujar Joyana.

"Ya ampun. Makanya, jangan ninggalin suami"

"Kok kamu nyalahin aku, sih?!"

"Ya aku gak nyalahin, cuman mengatakan sebuah fakta"

"Halah, sama aja" Joyana berdiri, tetapi ditarik lagi dengan Sehun sampai ia duduk lagi. "Ngapain, sih?! Tarik-tarik segala, emang ini tali tambang? Ini tuh tangan Joyana, mahal" omel Joyana kepada Sehun.

"Dasar, sensian banget sih ibu hamil" ledek Sehun.

"Berisik, ah!"

"Eh eh, aku makin ganteng, gak?" tanya Sehun.

"Pikir aja sendiri" jawab Joyana kesal.

"Gak mau jawab, aku gelitikin, nih"

"Bodo amat!"

Tidak main-main dengan kata-katanya, Sehun pun langsung menggelitik pinggang Joyana. Yang digelitik pun langsung tertawa terbahak-bahak, tak tahan dengan sensasi geli yang dia rasakan karena tangan Sehun.

"UDAH AH, KASIAN ANAK AKU!"

"Anakku juga, nih!"

"Enggak kalo kamu ngeselin"

Setidaknya, tempat yang dihuni mereka berdua tidak lagi hening.

*****

Makan malam Sunny akhirnya terasa ramai setelah putra dan menantunya bisa mengisi suasana rumah ini. Sudah lama sekali tidak begini.

"Biasanya, mami kesepian selama ini kalau makan malam" ujar Sunny di tengah-tengah kegiatan makan malamnya.

"Suruh kakak ke sini aja" celetuk Sehun.

"Kamu kan tau, Hayu itu sibuk banget" balas sang ibu.

"Maafin kita ya, Mi. Kita jarang ke sini" ujar Joyana.

"Aih, gak perlu minta maaf. Kalian kan sibuk juga, mami tau. Nanti, kalau cucu mami sudah lahir, baru ke sini meramaikan rumah, ya"

Joyana tersenyum.

"Kamu udah rutin check up, Joy?" tanya Sehun sambil membenarkan kacamatanya.

"Belum. Aku baru sekali kontrol" jawab Joyana.

"Hasilnya belum kamu tunjukkin ke aku" ujar Sehun.

"Maaf, aku lupa. Tapi, aku bawa di tas, kok" balas Joyana.

"Nanti, ya"

Joyana mengangguk.

"Gak ada kelainan atau apa kan sama anak kita?" tanya Sehun dan mendapat gelengan kepala dari Joyana.

"Uhukk!"

Semua langsung menoleh. Sunny batuk. Sehun langsung mengambil air mineral untuk ibunya. "Ini, minum dulu, Mi" katanya. Sunny mengiyakan.

"Mami kenapa bisa batuk?" tanya Joyana.

"Mami kaget" jawab Sunny.

Semua saling melempar tatapan.

"Sehun ngomong 'anak kita' kaku banget. Ya ampun, mami gak nyangka" ujaenya lagi.

Joyana tertawa terbahak-bahak disusul Sunny. Dan yang ditertawai hanya bisa diam.

"Mami, Joyana..." ia hanya bisa menghela nafasnya.






maaf lupa update anjir seriusan😭

What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang