05.

444 67 4
                                    

Semasa kuliah, ada saja ejekan baru untuk Sehun dari Joy. Tidak ada bosannya.

"Eh, kampret"

"Hey, kutukupret!"

"Anjing"

"Aduh, culun sih, lo"

"Gak berat apa ya matanya ada empat?"

"Pantesnya lo jadi anak kampung"

"Ganti kek tuh baju lo. Bosen gue ngeliatnya itu-itu mulu"

"Aduh, ketawa dikit dong, Mas! Ngejokes dikit gitu, kek. Kaku amat kayak tiang listrik"

Tidak ada kata lelah hanya untuk mengejek Sehun tiap hari pada jamannya. Joy tidak peduli siapa dia. Yang jelas, Sehun sudah berani menantang Joy karena menabrak Joy (meskipun faktanya dia tidak salah). Joy itu kucing garong, siap menerkam kapanpun.

Dan sekarang, Joy menyesal. Kenapa harus begini caranya? Dia malu. Kalau saja dulu tidak mengejek Sehun 24/7, dia akan terima. Belum lagi, Sehun sedikit merubah penampilannya. Gila, Joy ingin rolling di jalan raya saja.

Ada satu hal yang membuatnya semakin perang batin.

"Nak, papa dengar, Sehun juga sempat berdebat dengan ayahnya karena perjodohan ini" ujar Surya.

"Terus?"

"Kalau sampai dia nolak juga, kamu tetap harus menerima. Kamu buat dia nerima lagi dan papa gak mau tau" jelas Surya.

"Maksud papa? Pakai pelet, gitu? Dih, ogah banget!" jawab Joy menolak.

"Dengerin, papa. Kamu mau hadiah, gak?" tanya Surya mengiming-imingi. "Papa akan siapkan semua yang kamu inginkan kalau kamu menikah dengan Sehun" lanjut Surya membuat mata Joy berbinar. Dasar mata duitan.

"Beneran, Pa?" tanya Joy tak percaya. Surya mengangguk mantap. Joy menahan diri agar tidak menjerit senang.

"Kalau kamu bisa ajak Sehun nikah, papa kasih" ujar Surya.

"Sebentar, deh" Joy menahan Surya. "Kenapa ya papa sama mama tuh ngebet banget aku nikah sama si culun itu?" tanya Joy tiba-tiba jadi penasaran.

"Masih nanya? Kamu tahu, kan, profesi ayahnya Sehun itu apa? Lagian, Sehun itu ganteng, gak culun" jawab Surya.

"Ish, papa aja mendingan yang nikah sama dia" balas Joy asal.

"Berani, nih? Gak mau hadiah, nih?" tanya Surya dengan nada gurauan.

"Ah, papa!"

"Makanya, nurut"

"Huftt, iya-iya" balas Joy malas. Kesal sekali. Kenapa harus dia yang diginiin? Kenapa tidak adiknya? "Sehun gak punya adik cewek apa?" tanya Joy.

"Gak, dia adanya kakak perempuan" jawab Surya.

"Ya udah, nikahin aja Yohan sama kakaknya Sehun" celetuk Joy.

"Sembarangan, kamu!" omel Surya.

"Emang"

"Ikhlas gak kamu nikah sama Sehun?" tanya Surya.

"Kalau enggak?" balas Joy balik bertanya.

"Gak jadi papa kasih hadiah. Masa, papa ikhlas kasih hadiah, kamu malah gak tulus melakukan amanah dari papa? Gak bisa, dong" jawab Surya menjelaskan. Joy mengernyit.

"Lebay, deh. Papanya siapa, sih?"

"Mau berhenti belanja, nih?" ancam Surya.

"ENGGAK LAH, WOI!"

Irene yang berada di dapur pun hanya bisa menggeleng heran karena melihat anak dan suaminya kucing-kucingan.

*****

Rumah besar milik Yoshua Sehan Jossiah memang jarang dihuni karena Yoshua dan Sunny sering pergi ke luar negeri, sedangkan Sehun tinggal di apartemennya sendiri. Hari ini, Yoshua beserta anak dan istrinya berkumpul di ruang tengah. Sepertinya, ada topik yang akan dibicarakan dan Sehun sudah tahu.

"Bagaimana dengan kantor, Sehun?" tanya Yoshua.

"Baik. Lebih baik, papi langsung ke inti perbincangan hari ini" jawab Sehun.

Yoshua mendengkus, "kamu jelas sudah tahu apa yang akan papi bahas hari ini," ujar Yoshua menjelaskan.

Sehun mengangguk, "rencana pernikahanku dengan Joyana itu, kan?" tanya Sehun.

"Bagus. Kalau kamu sudah tahu, maka papi akan lanjut langsung ke inti—"

"Aku tidak mau menikah dengan Joy, Pi. Enggak" ujar Sehun menyela. Yoshua dibuat tercengang. "Aku udah bilang, kan? Aku gak akan mau nikah sama Joyana Prastiwi Barata Hadi." ujarnya mantap.

"Kenapa? Dimana titik kesalahannya?" tanya Yoshua.

"Papi sudah lihat kan waktu pertemuan itu? Bagaimana Joy bersikap seenak jidatnya tidak tahu malu" jawab Sehun.

"Dia hanya kaget, makanya seperti itu. Saya yakin, sosok Joy aslinya tidak seburuk itu" balas Yoshua.

Sehun menghela nafasnya kasar. 'papi belum tahu aja,' batinnya.

"Kamu akan tetap menikah dengan Joy" ujar Yoshua.

"Kenapa, sih?" balas Sehun.

"Kamu mau buat papi malu tujuh turunan? Mau?" tanya Yoshua dengan nada tinggi.

"Bukan gitu, Pi. Tapi kan—"

"Papi sudah umumkan kerjasama antara perusahaan kita dengan milik Surya. Papi gak bisa main berhentiin kerjasama ini dan gak bisa lanjut kalau kamu dan Joy tidak menikah" ujar Yoshua menyela.

Sehun menghela nafasnya kasar. "Pi, aku kan sudah bilang berkali-kali, kalau mau jodohkan tuh kakak aja, jangan aku! Apalagi sama Joy" ujar Sehun menolak.

"Terserah kalau kamu mau hidup sendiri tanpa uang dari kami sama sekali" balas Yoshua dengan nada mengancam. "Papi gak mau tau" lanjutnya lalu pergi. Sunny melirik sang putra.

"Memangnya kenapa sih kamu menolak perjodohan ini? Joy itu cantik, baik—"

"Aku sudah bilang berapa kali ke mami dan papi? Joy bukan anak baik-baik"

Sunny menghela nafas, mengambil jeda sebentar. "Mami mau nanya, deh. Kalian kan sudah kenal lebih lama dari yang kami kira. Sebelumnya, apa kamu ada masalah sama dia?" tanya Sunny.

Sehun terdiam sebentar, lalu menggeleng ragu. "G-gak" jawabnya.

"Oh" hanya itu respon Sunny. Ia sudah tahu kalau putranya ini tengah berbohong. Namun, Sunny tidak akan menanyakan hal itu kepada Sehun. Ia tahu, kalau putranya ini pribadi yang tidak ingin privasinya diusik. Sunny berdiri, menyusul sang suami. Sehun sendiri, meratapi nasib.

Jika jadi nikah pun, Sehun pastikan dirinya tidak akan menunjukkan siapa istrinya dan siapa Joy. Balas dendam dimulai. Tidak akan ada romantisme pasangan suami-istri baginya untuk Joy.

What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang