22!

472 70 5
                                    

Sejak kecil, Joyana selalu disuguhkan dengan kebebasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kecil, Joyana selalu disuguhkan dengan kebebasan. Meskipun demikian, ia masih tahu batasan. Hanya saja, sulit untuk menahan keinginannya. Mungkin, ia kuat menahannya sekali. Setelah itu, tidak lagi. Sehun pergi ke luar kota karena ada pekerjaan di sana. Dan selama 3 hari ini, Joyana merasa sangat bosan. Lebih bosan dari biasanya. Si hedon, julukan untuk Joyana. Dia memang boros bukan main. Buktinya, malam ini ia pergi ke bar  menemui Yerin dan Wendy. Mereka sudah janjian. Lama tak berjumpa dengan mereka sejak kejadian waktu itu dan Joyana memilih mendekam di apartemen. Pakaiannya terbilang minim bahan. Tapi, ini indah saat melekat di tubuh Joyana dan dia terlihat begitu cantik. Memang sudah cantik sejak lahir. Kalau Sehun melihatnya, bisa habis dia diceramahi guru BK itu. Rasanya, Joyana seperti hidup dengan guru BK SMA-nya.

Joyana menyapa Yerin dan Wendy yang tengah menunggunya. Wajahnya nampak sumringah dan penuh semangat. Ia cipika-cipiki dengan dua sahabatnya itu dulu. Yerin dan Wendy membalasnya dengan cukup hangat. Sebenarnya, mereka cukup terkejut melihat penampilan Joyana yang luar biasa mempesona dan berani memilih dress seperti itu. Apa Sehun tidak tahu? Tentu saja. Yerin ingin bertanya apakah waktu itu, Joyana menghabiskan waktunya untuk Sehun semalaman. Tapi, ia enggan bertanya. Bisa-bisa ia ditelan Joyana saat itu juga.

"You look so sexy, girl" ujar Wendy memuji. Joyana tersenyum anggun. "Thank you so much. You more, babe" balas Joyana.

"Sehun gak ngomel-ngomel, nih?" tanya Yerin.

Joyana menggeleng, "gak ada di apart" jawabnya.

"Apa? Lah, dia kemana?" tanya Wendy.

"Ada pekerjaan, dong. Biasa, orang sibuk" jawab Joyana lalu memesan alkohol.

"Wah, duit lo ngalir terus, nih" celetuk Yerin sebelum meneguk minumannya. Joyana menggeleng, "duit gue untuk belanja sama main masih dari Papa Surya dan Sehun mungkin membiayai  kebutuhan hidup dan makan gue aja" balas Joyana.

"Ngirit amat, bos"

Joyana mengangguk, "maklum. Orang kaku"

"Terus? Lo masih benci sama dia?"

Joyana terdiam. Tidak ingin menggeleng, tapi tidak juga untuk mengangguk. Kepalanya mendadak terasa kaku. Ia menggeleng ragu, tapi sempat mengangguk pelan. "Labil" ejek Wendy.

"Lo ke sini sama siapa?" tanya Yerin lagi.

"Sopir. Karena gak mungkin gue dibolehin pergi tanpa pengawasan dari orang yang dipercaya sama Sehun" jawabnya menjelaskan.

"How posessive he is?" Wendy syok.

"Cuman formalitas aja, sih. Karena, kalau gak gitu dan gue yang ketahuan orang tuanya, ya mampus aja. Kalau gue kenapa-napa, pasti dia juga yang kena, kan. Wajar aja, sih" balas Joyana santai.

Pesanan Joyana datang. Ia hanya pesan satu gelas saja. Takut-takut, mabuknya bisa jadi lebih parah dari yang waktu itu. Ia asik sendiri sampai tidak menyadari bahwa,

Sehun meneleponnya.

*****

"Gue pengen banget ditembak Sehun" ujar Joyana mulai melantur. Yerin dan Wendy hanya menikmati saja. "Tapi, gue cuman dikasih harapan kayaknya--eh, enggak juga. Dia gak ngasih harapan, deng. Soalnya dia udah bilang, gak bakal nyakitin hati gue dengan gak memberi sebuah harapan. Baik banget deh orangnya. Gue menyesal pernah ngebully dia. T-tapi, sakit juga" lanjutnya diakhiri dengan nada sedih.

Yerin dan Wendy saling melempar tatapan. Maksudnya?

"Lo cinta sama Sehun?" tanya Yerin berani.

Joyana menggeleng, ia gerakkan jari telunjuknya sebagai respon 'tidak'.

"Terus? Lo bilang tadi?"

"Udah gue bilang, gue gak suka sama dia. Soalnya, dia gak mau ngasih harapan sama gue"

"Tapi it--"

"Udah gue bilang, kan. Enggak!" bantah Joyana bersamaan dengan datangnya Sehun dan Andra. Wajah mereka terlihat panik. Joyana menoleh dengan tatapan bodohnya.

"Astaga!" ucap Sehun kaget melihat penampilan Joyana saat ini. Baginya, istrinya ini hampir telanjang. Baju macam apa ini? Belum lagi rambutnya berantakan, wajahnya merah padam karena mabuk berat.

"Kok bisa gini?" tanya Andra kepada Wendy.

"Joyana yang ngajak. Aku tim ngikut aja" jawab Wendy. Andra menggeleng heran.

"Ayo pulang!" suruh Sehun sambil menarik tangan Joyana. Namun, ditepis.

"Gak mau" tolaknya.

"Saya ini capek-capek dari bandara langsung nyari kamu tap--"

"Gak mau. Pokoknya gak mau!" Joyana berdiri sambil menunjukkan amarahnya.

"Kenapa gak mau? Ada apa?"

"Gue mendingan di sini daripada di rumah" jawab Joyana kesal lalu pergi ke toilet dengan sempoyongan. Sehun mengela nafasnya kasar. Ia mengikuti Joyana pelan.

Tiba di depan toilet, Sehun menahan tangan Joyana.

"Joy!"

Yang dipanggil berhenti. Menatap kesal ke arah suaminya. Tidak bergeming sedikit pun, membuat Sehun semakin mendekat untuk bertanya.

"Ada apa? Jelasin, jangan kayak gini"

Bukannya menjelaskan, Joyana malah menangis kencang. Yerin, Wendy dan Andra langsung menyusul dan melihat dari jauh.

"Joyana!" Sehun berusaha menyadarkan Joyana, sayangnya dengan cara kasar.

Joyana terisak, tidak menjawab. Ia malah memeluk Sehun membuat lelaki jangkung itu terkejut. "Eh eh!" ingin ia tahan, tapi suasana hati Joyana sedang tidak baik-baik saja.

"Sepi" ujar Joyana pelan sekali. Sehun mendengar jika Joyana mengatakan sesuatu, tapi tidak begitu jelas.

"Apa?" tanya Sehun. Sayangnya, Joyana terlelap dalam pelukannya sehingga tidak memberi jawaban.

Sehun dibuat bingung sekaligus kasihan dengan Joyana. Masih ada yang belum ia ketahui tentang apa yang dirasakan Joyana saat itu juga.

Bagi Joyana, Sehun tanpa disadari telah memberikan secercah harapan untuknya. Padahal, tidak juga. Bahkan, di saat mabuk seperti ini, Joyana masih berusaha mengendalikan dirinya untuk tetap menyembunyikan perasaannya kepada Sehun.

What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang