26

487 75 16
                                    

Warning!

Khusus hari ini saja, Joyana nampak semangat sekali akan pergi ke kantor Sehun setelah ikut tes wawancara di tempat ia melamar pekerjaan. Dan rencananya, ia akan langsung diterima tanpa melewati sesi terakhir. Tentu saja pihak kantor terkejut mengetahui identitas Joyana yang notabene putri sulung dari pengusaha besar dan langsung memberikan tawaran seperti itu. Namun, Joyana menolak karena ia merasa itu akan sama saja dengan ia bekerja di tempat ayahnya atau suaminya.

Joyana baru tahu bagaimana melakukan apa-apa sendirian seperti orang normal lainnya. Ternyata sulit. Ia kadang takjub saat melihat orang-orang yang berusaha keras untuk bertahan hidup, mencari sesuap nasi dengan keringat yang terus mengalir. Sedangkan dia? Tidur di kamarnya setiap hari dan selalu bisa mendapatkan apa yang ia mau. Ini indah. Tapi, ya Joyana juga harus dihadapkan dengan perjodohan dan pernikahan mendadak. Awalnya ia menerimanya dengan berat hati, merasa hidupnya terlalu ditekan dan menyedihkan. Tapi, saat ini ia semakin sadar bahwa kehidupannya ini masih lebih baik dan enak dibandingkan beberapa orang. Menikah dengan Sehun bukanlah hal yang buruk. Lambat laun, ia juga bisa merasakan bagaimana gugup sewaktu berhadapan dengan orang yang ia suka.

Seperti sekarang, Joyana membawa makanan yang ia beli tadi untuk makan siang suaminya. Dengan senang hati meski gugup, Joyana tetap melangkah sampai ke depan ruang kerja Sehun.

Baru juga dibuka pintunya, senyumnya sudah luntur seketika. Melihat ada perempuan lain di hadapan Sehun. Terlihat asik sekali menikmati waktu berdua. Selama ini, Joyana terus berusaha tidak peduli dengan eksistensi Lisa dan mencoba berpikir positif jika Sehun tentu saja tidak akan selingkuh. Tapi, kali ini apa yang ia lihat sudah menghancurkan tembok pertahanannya. Joyana ini orang yang cukup arogan. Ia merasa baru sekali menjatuhkan harga dirinya karena perjodohan waktu itu. Kali ini, Joyana akan jual mahal dan tentu tidak akan menunjukkan dengan jelas kecemburuannya. Joyana tetap berjalan dengan angkuh lalu meletakkan satu kotak makanan untuk Sehun.

"Maaf ganggu, tapi gue mau ngasih ini," ujar Joyana datar. Sehun mengangkat satu alisnya dan menatap pemberian Joyana. "Maaf juga gue cuman beli satu. Kalo kalian mau joinan juga gak apa-apa" lanjutnya.

Sehun mendongak, "tumben" komentarnya.

"Eumm, ta-tadi dibilangin sama mama. Gue disuruh sekali-sekali bawain lo makan siang" jawab Joyana berbohong. Sehun mengangguk paham.

"Tapi, Joy" Lisa ikut menimbrung. "Sehun sama gue tadi baru aja makan siang" lanjutnya membuat Joyana mengeraskan rahangnya. Menahan tangis. Ah, kenapa Joyana selemah ini? Tiba-tiba ia merasa sedih dan kecewa.

"O-oh, ka-kalo gitu biar gue bawa aja lagi daripada mubazir. Atau gue kasih sekretaris lo aja, Hun? Iya, kan?" balas Joyana gugup. Aduh, kenapa bisa gugup sih? Joyana merutuki nasibnya dalam hati. Ternyata, perjalanan asmaranya yang sulit. Ia baru saja mau mengambil makanan itu. Namun, tangan Sehun menahan pergerakkan Joyana. Keduanya saling melempar tatapan, apalagi Joyana terkejut. Joyana bisa pingsan kalau tangan Sehun memakan waktu yang cukup lama di atas tangannya juga. Keduanya mendadak bungkam, Joyana tidak tahu harus mengatakan apa dan Sehun sepertinya karena menunggu Joyana mengeluarkan suara. Lisa hanya menatap keduanya bingung. Sehun menyadarkan dirinya. "Biar di sini aja dan akan saya makan" katanya membuat Joyana semakin panas dingin dan merasa melayang.

Sehun menarik lagi kantong berisi makanan yang dibelikan Joyana. "Kamu mau pulang?" tanyanya membuat Joyana mengangguk cepat. "Nih, lihat dulu biar kamu percaya kalau saya makan" katanya lagi membuat Joyana mengulum senyumnya. Senang sekali melihat Sehun yang begitu baik.

"Iwini swaya mwakan kan? Ewna--"

"Nih, tissue" Lisa memberikan box tissue kepada Sehun. Menyuruh lelaki itu untuk mengambilnya. "Makasih" ujar Sehun lalu mengelap sekitar bibirnya.

What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang