Bangun dari tidurnya, Joyana duduk di sofa dengan wajah datarnya. Sudah jam segini dan Sehun belum pulang? Ini jam 4 pagi. Sudah pagi dan Sehun belum pulang. Tidak mungkin jika Joyana keduluan. Jelas, karena biasanya Joyana bangun jam 7 pagi dan di saat itu juga Sehun tidak ada di apartemen. Joyana bangun jam 6 saja, Sehun masih ada di apartemen. Ia juga tidak melihat pakaian kotor suaminya. Kemana ia pergi? Masa iya lembur sampai jam segini? Apa jangan-jangan?
Joyana menggelengkan kepalanya. Harus yakin dan percaya jika Sehun tidak sejahat itu. Tidak mungkin. Mana berani ia bermain dengan perempuan lain di luar saja. Joyana yang lebih cantik dan menggoda itu sendiri tak pernah disentuhnya. Tapi, tetap saja. Joyana cemas. Rasanya ingin berteriak dan menangis kencang. Kenapa sesakit ini? Kalau benar, ia harus bagaimana?
Tapi kan, masalahnya adalah sejak awal pernikahan ini bukan atas kehendak mereka, terutama Sehun. Rasanya, tidak mungkin jika Joyana harus diam dan meratapi nasibnya.
Joyana segera mandi dan bersiap-siap. Bukan untuk pergi ke kantor Sehun dan mengunjungi sang suami. Tapi, ia akan menemui Yerin di rumahnya. Masa bodoh kalau Sehun tiba-tiba pulang, dan mungkin mencarinya. Tapi, sepertinya tidak mungkin.
*****
Yerin mengangkat satu alisnya setelah mendengarkan cerita Joyana, sahabatnya sejak masa putih abu-abu. Ia bingung dengan sahabatnya itu. Untuk menceritakan ini saja sampai perlu ke rumahnya.
"Sehun tuh ganteng, sayangnya goblok" ujar Joyana tadi.
Membuat Yerin menggeleng heran. Joyana lupa berkaca, makanya ia balas. "Lo tuh cantik, sayangnya o'on" balasnya tadi membuat Joyana berdecak sebal.
"Salah gue apa sih?" tanya Joyana tak terima.
"Lo cerita yang benar, kek. Jangan bikin gue pusing. Katanya lo mau curhat tentang keluh kesah lo. Tapi, dari awal cerita lo konteksnya udah ngatain Sehun mulu. Kenapa, sih?" balas Yerin.
"Ya itu keluh kesah gue, masalah hidup gue" jawab Joyana menjelaskan.
"Ngaco!"
"Gue bingung, ya. Dia itu sadar gak, ingat gak ada orang di apartemen"
"Emang kenapa dia?" tanya Yerin.
"Dia ngechat gue, katanya lembur. Eh, kok lemburnya sampai jam empat subuh! Pusing, gak? Pusing lah!"
"Terus?"
"Jangan-jangan, dia selingkuh lagi"
"Enggak mungkin"
"Bisa aja!"
Yerin menggeleng lagi. Dibuat heran dengan Joyana. Istri kebanyakan nebak-nebak. Ini bukan permainan, tapi kenapa ia anggap seperti itu?
"Harusnya lo gak peduli, sih" kata Yerin sebelum menyesap teh lemonnya.
"Hah? Maksud lo?"
Yerin menatap lurus ke mata Joyana, "katanya lo gak cinta sama dia" ujarnya membuat Joyana bingung.
"Kalau lo gak ada perasaan sama dia, lo gak akan peduli mau Sehun nikah lagi atau selingkuh atau apa lah" lanjut Yerin.
Iya juga, ya?
"Jadi, yang benar yang mana? Sebenarnya lo itu cinta sama dia atau gak peduli sama dia?" tanya Yerin.
Joyana terdiam. Tidak bisa menjawab.
"Nah kan, gak bisa jawab lo?" Yerin bersender di kepala kursi. "Yang culun lo berarti"
"Enggak!" bantah Joyana.
Yerin menyeringai, "jangan bohong sama diri lo sendiri apalagi ke orang lain. Akui aja, gak apa-apa. Itu hal yang wajar, kan?"
Joyana terdiam.
"Jadi istri yang baik dan bikin Sehun tersenyum. Udah itu berhasil. Gak bakal Sehun selingkuh dari lo" lanjut Yerin.
"Gimana caranya?" tanya Joyana.
"Browsing, dong" jawab Yerin. Masalah cinta, Joyana paling bego setelah putus dari Teddy. Mantan pertama dan terakhir. Makanya, ia malah mengikuti saran Yerin.
Browsing.
*****
Selesai jalan dengan Yerin, Joyana langsung pulang untuk beres-beres. Se-rajin itu memang kalau sudah ketiban degan. Tau degan? Itu kelapa. Otaknya jadi rada geser gara-gara Sehun. Selesai beres-beres, Joyana langsung mandi dan waktu itu juga, entah kenapa tiba-tiba ia memikirkan sesuatu tentang pekerjaan. Apa mungkin di mata Sehun, Joyana ini terlalu manja terlebih ia tidak bekerja padahal memiliki gelar sarjana? Terbesit dalam pikirannya untuk melamar pekerjaan. Ah, iya. Mumpung Sehun belum pulang, Joyana bisa mencari-cari informasi terlebih dahulu. Ia tidak mau bekerja di perusahaan Sehun atau ayahnya sendiri karena ujung-ujungnya sama saja Joyana masih bergantung kepada keluarganya. Lagipula, kalau bekerja sendiri kan ia juga punya uang sendiri, jadi ia akan terlihat cukup mandiri. Itu ide yang bagus, tapi tidak disarankan untuk Joyana sebenarnya. Perempuan itu tidak bisa kerja berat, kerja terus dan disuruh-suruh. Tapi, ini semua ia lakukan demi nama baiknya sebagai anak maupun istri mandiri.
Joyana meraih laptopnya. Untung ia masih punya foto tiga kali empat di laptopnya. Saatnya ia mencari info lowongan kerja yang sekiranya sesuai dengan gelarnya maupun keinginannya.
Ada.
Menjadi salah satu staf bimbel online contohnya. Ya, Joyana tidak peduli berapa gajinya. Asal sudah ketemu lowongannya dan terlihat tidak terlalu berat, ia langsung buat surat lamaran kerja.
"Yes! Terkirim!" Serunya bahagia.
Pintu apartemen terbuka dan Joyana bisa mendengarnya. Ngomong-ngomong, pintu kamarnya memang sengaja ia buka untuk menunggu Sehun pulang.
Joyana menutup laptopnya, lalu ia keluar dengan langkah kaki yang cepat. Namun, terhenti di ambang pintu kamar. Sehun tidak sendiri. Ada orang lain di sana dan itu perempuan. Sekali lagi teman-teman, itu PEREMPUAN! Ada perempuan lain selain Joyana di sini. Cantik, tinggi, putih, rambut blonde dan kesannya seperti boneka barbie yang hidup. Joyana mengaku kalah dan ia kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.
Tidak ada penyesalan, sih. Hanya saja, rasanya begitu sesak. Tapi di sisi lain, ia bersyukur di tengah-tengah kesedihannya karena ia sudah mencoba berubah jadi lebih baik. Setidaknya, jika Sehun tidak bisa mencintainya pun, Joyana bisa memulihkan hatinya sendiri di tengah-tengah kesibukan dan sudah bisa menunjukkan Joyana yang baik dan mandiri.
coba tebak perempuannya sapa ni main diajak sehun aja? btw bonus foto prewed joyana. sehunnya menyusul
KAMU SEDANG MEMBACA
What?
FanfictionReaksi Joyana Prastiwi Barata Hadi di pertemuan awal antara dirinya dan Sehun Virzha Jossiah : "Apa?! Sama cowok ini?!" Dah, gitu aja.