LM - 39

881 13 0
                                    

Happy reading.


Terbangun diatas padang pasir dengan matahari tepat diatas kepala memberikan rasa panas yang luar biasa. Tidak ada apapun disana, hanya dia seorang.

Bangkit dengan perlahan kemudian berputar menatap padang pasir itu mencari sesuatu yang bisa melindunginya dari tempat panas itu. Kaki jenjangnya melangkah dengan cepat.

"I-ini dimana?"

Dilihatnya lagi sekeliling tetap tidak menemukan siapapun.

"Tolong!!" ia berteriak.

Panik bercampur takut menjadi satu, padahal yang ia ingat sedang berada dikasur empuk di kamarnya dengan ac yang menyala.

"Tuhan, ini di mana?"

Melangkah hampir setengah jam hingga matanya menemukan sebuah pohon rindang. Tanpa pikir panjang ia berlari menghampiri pohon satu-satunya yang ada disana.

Tinggal tujuh langkah lagi ia akan sampai tetapi langkahnya terhenti saat melihat tubuh seseorang yang duduk bersandar dibalik batang pohon itu.

Agak bimbang untuk melangkah takut itu orang berbahaya atau sama seperti dirinya yang tersesat juga.

"Ha-halo, permisi."

Orang itu tidak berbalik, padahal ia bersuara cukup keras. Kakinya pun melangkah perlahan hingga memperlihatkan rambut sebatas bahu yang ia yakin itu adalah perempuan.

"Permisi, kalau boleh tau ini dimana ya?"

Wanita itu berdiri, tetap dengan membelakanginya. Gea mendadak panik, reflek ia pun memundurkan kakinya.

"Permisi. Saya tersesat disini."

"Gea."

Deg!

Suara itu, Gea tau betul suara itu. Suara lembut yang memanggil namanya, suara yang ia rindukan selama ini.

Gadis itu menggeleng pelan, "Gak, gak mungkin. Kamu siapa?"

Wanita itu berbalik dengan perlahan tetapi belum sempat ia bisa melihat, angin berhembus kencang, membawa butiran pasir di udara hingga matanya tak dapat terbuka.

"Awh.." ringisnya.

Wanita itu melangkah dengan pelan hingga berdiri dua langkah didepan Gea.

"Gea."

"Mama?" Tubuh gadis itu bergerak ke kanan dan kiri. "Mama dimana?"

Angin mendadak berhenti. Dahi Gea berkerut bingung kemudian membuka matanya dengan perlahan hingga sosok wanita yang ia lihat tadi ada didepannya.

"MAMA!" teriaknya kemudian berlari menubruk tubuh Kia.

"Mama, Gea kangen." Tumpah air matanya.

Dekapan hangat yang ia rindukan, usapan lembut di punggung dan kepalanya yang selalu mamanya berikan kala ia masih kecil.

"Mama, mama dari mana aja? Gea kangen mama, ini-ini kita dimana?"

Kia melepaskan pelukannya dengan menangkup wajah Gea. "Mama juga kangen Gea."wanita itu melirik sembarang. "Kita disuatu tempat yang tidak ada siapapun disini kecuali kita."

Mata Gea berbinar, "Berarti Gea ikut mama? Ayo ma, kita mau kemana?"

Kia menggeleng pelan, "Enggak sayang, enggak sekarang. Perjalanan hidup kamu masih panjang. Banyak yang menunggu kamu bangun, mama kesini karna mama rindu Gea."

"Mama." Air mata Gea menggenang.

Kina mengusap pelan pipi Gea, "Sayang, kita akan bertemu suatu hari nanti, ditempat yang indah. Sekarang, bangunlah. Mama papa mu menunggu disana."

Gea menggeleng, "Mama Gea cuma mama Kia bukan mama Mia."

"Sayang, mama Mia sayang sekali dengan Gea. Kamu tahu, waktu kamu koma dia yang menemani kamu bahkan dia yang mendonorkan darahnya untuk kamu waktu itu."

"A-apa?"

Kia tersenyum, "Jangan marah lagi dengan papa ya, ini semua salah mama yang tidak memberitahu kamu semuanya hingga kamu berpikir yang tidak-tidak. Sekarang bangunlah, sayangi mereka yang masih ada di sisi kamu. Jangan buat mereka sedih."

"Tapi ma, Gea mau ikut mama aja, disana gak enak ma, dunia terlalu jahat untuk Gea."

"Enggak ada yang jahat, mereka yang akan menjaga kamu paling depan kamu. Kita akan bertemu nanti, mama akan sambut Gea dengan tangan terbuka." Kia mencium dahi Gea kemudian melepaskan tangannya dari wajah Gea hingga menghilang dengan perlahan.

Mata yang tadinya terpejam kini terbuka dengan perlahan, yang pertama kali ia lihat adalah cahaya lampu ruangan yang terang.

"Gea, yaampun syukurlah sayang kamu sudah bangun." Mia mencium punggung tangan Gea dengan lega.

"Mama panggil dokter dulu ya."

Grap!

Tangan Mia ditahan, wanita itu menoleh. "Ada apa sayang? Ada yang sakit? Mama panggil dokter dulu ya."

Gea menggeleng, "ha-haus."

"Haus? Sebentar mama ambil minum dulu."

Mia menyodorkan air ke mulut Gea dengan perlahan. "Ada lagi? Mama ambilin."

Gea menggeleng, " A-aku mau bertanya."

Mia mengangguk kemudian menarik kursi disamping bankar, "Mau tanya apa sayang? Mama jawab."

Gea menelan saliva nya, gugup. "A-apa benar waktu gue koma, lo donorin darah ke gue?"

Mia terdiam, wanita itu menunduk sejenak kemudian memberikan senyum khas ibu yang sayang dengan anaknya. "Kenapa kamu bertanya?"

"Jawab aja."

Mia mengangguk, "Iya, saya yang donorin darah saya ke kamu, waktu itu keadaan benar-benar genting."

"Kenapa?"

"Kenapa? Kamu bertanya kenapa?" Mia menggenggam tangan Gea, "Gea, saya melakukan itu karna saya benar-benar menyayangi kamu seperti anak kandung saya sendiri. Jadi saya akan melakukan apapun itu bahkan nyawa saya taruhannya."

Mia mengusap pipi Gea yang basah, "Gea, saya juga pernah merasakan kehilangan sosok ibu, saya tau rasanya, maka dari itu sebisa mungkin saya harus selalu ada untuk anak-anak saya, tidak perduli itu saya sedang sakit, lelah, saya akan selalu ada untuk kalian."

"Ke-kenapa lo baik banget sama gue padahal gue udah bersikap jahat sama lo."

"Ssst, jangan menangis, saya tau gak mudah untuk semua ini, apalagi kamu tidak tau apapun kan, maafkan saya yang merebut papa kamu."

Gea menggeleng, "Mama bilang, lo bukan perebut."

"Mama?"

Gea mengangguk, "Gue ketemu mama, dimimpi."

Mia tersenyum, "Lalu, apa kamu seneng ketemu mama Kia?"

"Senang, banget." Gea menatap mata Mia dengan berkaca-kaca, "Maaf dan makasih."

Mia menggeleng, "Jangan berterima kasih, saya ikhlas. Jangan sakit lagi ya, kalaupun kamu merasa tubuh kamu mulai gak enak, kamu bisa ngomong sama saya."

Gea mengangguk. "Iya, mama."

Hati Mia menghangat saat Gea memanggilnya dengan sebutan mama dan itu dilakukan secara sadar.

"Bo-boleh kan gue panggil mama?"

Mia jelas mengangguk, "Boleh, boleh banget sayang." Mia bangkit kemudian mencium dahi Gea.

"Jangan pergi dari Gea, ma. Tolong bantu Gea buat jadi lebih baik."

"Pasti sayang, pasti." Tanpa sadar Mia meneteskan air mata karna terharu sekaligus senang.

"Kia, terimakasih, saya akan menjaga anak dan suami mu sekuat tenaga saya. Semoga kamu tenang disana." Batin Mia.

⚜️⚜️⚜️

Part kali ini khusus tentang Gea. Menjalaskan semuanya yang masih jadi tanda tanya.

Sampai jumpa di part selanjutnya.
See you.

Love Maze✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang