|°DPC-20

365 16 0
                                    

Cinta itu diibaratkan kaya
Landasan dan kamu pesawatnya. Jika pesawat tidak mempunyai landasan maka semua nya akan sia sia. Kamu akan hancur.

...

Adara terus mengikuti kemana lelaki jangkung itu membawanya. Dia tidak banyak berbicara seperti tadi dan Adara sudah memaklumi itu. Namun, ia bingung akan di bawa kemana dirinya.

Setelah turun dari motor, Adara mengedarkan pandangannya. "rumah sakit?"

Ada rasa cemas yang melanda hati Adara. Apakah Dimas akan bertemu lagi dengan wanita itu. Kenapa dirinya merasa kurang rela.

Tangannya menghangat karena Dimas mengaitkan tangannya di sela jari Dimas. Lelaki itu tersenyum seolah semuanya akan baik baik saja.

Setelah beberapa saat berjalan menelusuri lorong rumah sakit, kini mereka berdua berhadapan di kamar rawat seseorang dan Adara tahu itu ruang rawat siapa.

"ayo,"

Dimas membuka pintu bersamaan dengan Dimas menarik Adara untuk masuk. Adara melihat wanita itu kini tengah duduk menyender serta seseorang yang sibuk menyuapi wanita itu.

"Kak Dhika?" lirih Adara.

"Serin?"

Serin hanya membisu saat Dimas memanggilnya. Ia juga masih diam saat Dimas mengecup dahinya dengan sayang. Dan itu semua tidak luput dari pengawasan Adara.

"Dokter bilang, keadaan lo membaik dengan pesat?" tanya Dimad dengan nada begitu rendah.

"Iya. Gue udah gak kuat tinggal bertahun-tahun disini." jawab Serin seraya menatap Adara begitu lekat.

Dimas menoleh kearah Adara yng diam mematung. "Ara?"

Adara menoleh kearah Dimas yang tersenyum. Gadis itu mengatur nafasnya dan menghampiri Dimas yang berdiri di sebelah Serin.

"Serin, kenalin ini Adara. Adara, ini Serin." Adara hanya tersenyum kikuk saat Dimas memperkenalkannya. Sedangkan Serin masih sama. Diam.

"Dhika, gue udah kenyang."

Dhika hanya mengangguk dan menaruh mangkung ke meja setelah itu menyodorkan gelas kearah Serin.

"kalian bisa tinggalin gue sama Dimas?" pinta Serin kepada Adara dan Dhika.

Adara menatap Dimas gelisah. Ia tidak suka dihadapakan dengan situasi seperti ini. Namun lagi-lagi Dimas tersenyum dan menyuruh Adara menunggu dulu di luar.

Setelah Adara keluar bersama Dhika, ia hanya duduk di tempat tunggu. Sedangkan Dhika hanya menatap Adara dengan tatapan tak terbaca.

***

"ada apa, Serin?"

"apa itu cewek yang lo maksud, Dim?" tanya Serin dengan nada lirih.

"iya."

"Apa enggak ada buat gue di hati lo, Dim?"

Dimas terdiam. Ia mengusap pipi Serin yang basah. "lo selalu ada di hati gue dari dulu, Rin." ucap Dimas dengan nada yang begitu lembut hingga Serin merasa terbuai dan melambung. "hanya saja, di hati gue lo tetep jadi adik gue. Selamanya." lanjut Dimas. Serin yang mendengar itu tak kuasa untuk tidak terisak.

Serin hanya ingin Dimas. Dari dulu ia ingin Dimas. Tapi Dimas seolah munutup hatinya untuk Serin.

"Lo jahat sama gue, Dim!" Dimas segera memeluk tubuh kurus Serin mencoba menenangkan Serin.

"iya gue tau. Maafin gue."

"Jahat!"

Dimas terus memeluk Serin yang menangis keras. Wanita itu benar benar kecewa. Ia merasa percuma untuk hidup jika dirinya tidak ada di hati Dimas.

"Lo beneran sama cewek tadi?"

"iya."

"Lo bener bener jahat."

"hmm." Dimas hanya mendehem seraya mengusap usap rambut Serin.

"Gue baru ngerasain gimana rasanya Cinta, takut kehilangan dan hangat. Semuanya ada di diri Adara, Rin." jelas Dimas.

"apa lo juga pernah ngerasain takut kehilangan gue?"

"tentu. Mangkanya gue merjuangin elo untuk tetep hidup. Gue juga gak mau kehilangan lo."

Serin akhirnya tersenyum. Meski ia tidak menempati hati yang di miliki Adara dari Dimas. Tapi Serin juga mendapati hati dimas di bagian lain.

...

Jumat 14/02/20

Dimas Prince Cold (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang