Jam istirahat, Dodi, Sandra, Patih dan Nadia menyusul Adara ke kantin. Mereka kira, Adara akan diam di depan kelas menunggu Pak Jamal selaku guru sejarah indonesia memaafkannya dan memperbolehkan Adara masuk. Tapi dugaan mereka salah. Adara malah keluyuran tak jelas. Kalau kata Dodi sih, enak.
"Manasih tu anak?!" kesal Sandra.
"Kecil sih tuh orang kaya kecambah." ledek Dodi.
"Hust... Ngomongnya!" tegur Nadia. Sedangkan Patih yang notabene nya kalem hanya terkekeh pelan.
Saat mereka menemukan sosok yang dicari, mereka langsung berjalan menuju bangku yang sudah di tempati Adara dan Andhika atau sering dibilang Dhika si Mantan ketua Osis.
"Woy, anak Kecambah!"
Adara yang mendengar teriakan pelan itu langsung menoleh ke tempat arah suara. Senyumnya merekah dikala teman temannya datang.
"Kak, itu temen-temen Adara!" ujar Adara. Sedangkan Dhika hanya tersenyum hangat.
"Enak banget lo udah manteng di Kantin yah... " seru Dodi tak terima.
"Enak lah, apalagi di telaktir bakso sama kak Dhika," jawab Adara dengan senyum manisnya. Matanyapun kian menyipit.
"Emang Bener kak?" Tanya Sandra seolah tak percaya.
"Hhaa.. Iya, tadi Adara maksa." jawabnya berbohong diselingi candaan.
"Iih enggak... Kak Dhika membulak-balikan Fakta Yaah... " seru Adara Heboh. Sampai kuah Bakso yang ada dimangkuk bergetar karena Adara yang menggoyangkan bangku.
"Haha... Becanda, Adara" dengan gemas Dhika mengacak-acak rambut Adara yang lurus.
Semua perilaku Dhika kepada Adara tak diabaikan oleh murid yang ada disana. Mata mereka Memberikan tanda tanya, karena Dhika yang akrab dengan Adara si anak baru. Begitupun oleh keempat sekawan itu.
"Dari kapan mereka deket?" Bisik Nadia pada Patih.
"Gak tau."
Begitupun sosok laki laki yang duduk memojok. Mata tajamnya terus menatap Adara yang tengah mengerucutkan bibirnya karena kesal rambutnya diacak acak.
"Cih, sok manis!" Decih Dimas.
Dimaspun beranjak. Sudah tak mood duduk di kantin. Ia berjalan melewati bangku yang di duduki Adara. Adara yang melihat itu langsung tersenyum senang.
"Kak Dimas!" Teriak Adara. Membuat murid yang ada di kantin terkejut karena keberanian Adara memanggil Dimas.
Dimas diam. Tak menoleh ke belakang.
Saat Adara ingin menghampiri Dimas, tangan kekar milik seseorang memegang lengannya, membuat Adara berhenti dan menoleh.
"Kenapa kak? Adara mau ke kak Dimas dulu nih," jawabnya agak rusuh.
"Ngapain?"
"Mau minta ma, yaaah... " wajah yang tadinya berseri kini hanya bibir yang melengkung ke bawah karena Dimas sudah pergi dari tempat.
"Emang kamu punya salah apa?"Tanya Nadia. Seakan kepo.
"Aku tuh tadi abis keselin dia dan dia marah. Tadi aku manggil itu mau minta maaf." jawabnya.
"Gak usah!" Tegas Dodi. "Diamah emang pemarah kali Dar. Gak usah. Nanti kalo kena amuk, baru tau rasa lo!"
Adara hanya mengerjapkan matanya beberapa kali, "tapi tadi Kak Dimas gak ngamuk kok ngomong sama Adara. Cuman... kesel doang."
"Yaudah lah terserah. Awas aja nanti kalo lo nangis karena di jahatin sama dia."
Ucapan Sandra membuat Adara tertawa. "aduuh, kalian kok suudzon orangnya. Iih, kak Dimas itu baik tau sama Adara. Iih, ke kalian kali yang galak mah. Orang kemarin aja aku ketemu sama dia dan ngomong panjang lebar."
"Yaudah lah... Terserah lo deh,"
Adara nyengir merasa puas atas kemenangannya dalam adu mulut.
Sedangkan Dhika yang di acuhkan hanya menatap datar Adara dan yang lainnya. Bukan karena kesal pada Adara, tapi pada sosok Dimas.
Sosok yang membuat Dhika selalu merasa marah jika harus adu mulut dan diselingi perang dingin.Dan sedikit kesal dicampur tak rela saat mendengar Adara membela sorangan Dimas. Dhika mual dengan nama itu.
***
Huaaa.. Ini aku teh extra part, soaaalnya... Aku gak punya paketan wkwk.. Biasa, penulis amatir hhee..
Minggu,06-April-2018
Jam 01.39
Harap Bintangnya Pencet yah hhhee.. Yang mencet pake idung, dan bintangnya kepencet berarti Mancung 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas Prince Cold (TAMAT)
Novela JuvenilBagusnya, follow sebelum membaca... (revisi) Dimas kira, kehidupannya akan terus abu-abu. Dengan keluarga yang berantakan dan masalah kian berdatangan. Namun, setelah kedatangan Adara, semuanya berubah. Dimas mengubah pandangannya betapa sangat be...