Dimas memberhentikan mobilnya di depan gerbang rumah seseorang. Rumah itu tertutup rapat. Banyak sampah juga. Sepertinya rumah itu sudah tidak di tempati lagi. Dimas menundukan kepalanya lalu membuka dompet lepeknya yang menampilkan foto berukuran kecil.Adara nya tidak tinggal dirumah ini lagi. Lalu dimana ia dan keluarganya. Akhirnya Dimas kembali melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan komplek itu.
Di perjalanan, tidak sengaja ia menatap Adara serta teman-temannya waktu SMA keluar dari salah satu Cafee dengan senyum yang mengembang indah.
Ia segera membelokan mobil nya dan berhenti secara kasar. Dimas keluar dari mobil dan berjalan kearah Adara yang belum menyadari keberadaanya.
"Ra?"
Adara membatu. Ia yang membelakangi Dimas langsung membalikan tubuhnya. Begitupun teman temannya yang ikut terkejut melihat keberadaan Dimas.
Dimas segera memeluk erat Adara. Ia sangat merindukan gadis ini. Astaga, bahkan ia tidak peduli menjadi sorotan orang orang karena telah memeluk seorang wanita di tempat umum.
"jangan tinggalin aku lagi. Aku mohon, Ra." lirih Dimas.
Adara tidak kuat untuk tidak terisak. Ia menggeleng jika dirinya tidak akan meninggalkan lelaki itu.
"Aku rindu kak Dimas." lirih Adara.
"Aku juga."
"Ekhemm... Udah pelukannya. Gak baik di tempat umum." seru Fatih yang mulai jengah dengan orang orang yang menatap kearah mereka.
"Ra, kita pulang duluan ya. Kak Dimas, kami permisi." pamit Sandra. Ia menarik Nadia meninggalkan dua orang insan yang saling merindu.
Dimas membawa Adara ke mobilnya. Ia kembali memeluk Adara seakan ia tidak mau jika Adara tiba-tiba lenyap di hadapannya.
"Maafin aku gak dengerin penjelasan kamu, Ra."
Adara menggeleng, "gak papa. Wajar kalau kak Dimas kecewa sama aku. Aku juga salah."
Adara melonggarkan pelukannya. Ia menatap Dimas intens. Rambut lelaki ini berantakan, pipi nya agak tirusan serta dagunya banyak bulu tajam. Lelaki ini sangat berantakan.
"kok jadi jelek sih kak Dimas?" ucap Adara mencoba mencairkan suasana akibat kesedihan yang melanda.
"aku terlalu terpaku sama kamu sampe gak ngurusin tubuh." ucap Dimas seraya membelai pipi Adara. Dimas menatap mata manik Adara yang begitu indah.
"dan kamu semakin cantik, Adara."
Dimas kembali memeluk Adara lebih erat. Ia begitu bahagia Adara nya kembali. Kembali ke pelukannya.
"Nikah yu, Ra?"
"Hah?"
"Nikah sama aku. Mau kan?"
Adara menatap Dimas dengan tatapan tidak terbaca. "emangnya gak terlalu cepet?" tanya Adara.
"Aku gak bakal sia-siain ini, Ra. Aku gak mau kehilangan kamu untuk kedepannya."
Adara mengusap pipi lelaki di hadapannya. "Aku gak bakal kemana-mana, Kak. Aku disini. Percaya sama aku. Tapi untuk nikah, kita bisa bicarain ini dengan yang lain."
Dimas mengangguk mengerti. Ia memang berfikir pendek untuk mengajak Adara menikah. Ia terlalu takut untuk kehilangan wanitanya.
•...•
"kenapa gak ngasih tau aku kalo kamu satu gedung apartemen sama mama?" tanya Dimas tidak percaya bahwa mereka tiba di parkiran gedung apartemen.
Gedung apartemen yang di tempati Adara sama dengan Ibunya yang sudah bertahun-tahun tinggal disini.
"kamu gak nanya." singkat Adara.
Mereka pun jalan beriringan menuju pintu lift.
"lantai berapa?" tanya Dimas.
"lantai 15."
Dimas mengangguk dan memencet tombol menuju lantai 15. Ibunya berada di lantai 20. Pantas saja ia tidak pernah melihat gadis itu.
Adara membuka pintu apartment milik keluarganya dan masuk di ikuti oleh Dimas.
"Aaaa... Nia mau Papa! Hiks!"
Adara terkejut mendengar teriakan anak kecil di dalam kamar milik Zidan.
"Tania?"
Adara melihat Tania tengah menangis sesegukan dengan Zidan yang memeluk nya erat. Dasar adik protektif.
"Bunda! Tania mau Papa. Dia gak jemput Nia, hiks!"
Adara segera menggendong Tania dengan Zidan yang berdecak kesal. Adara merongoh ponselnya untuk menelpon Karel yang dari kemarin menitipkan Tania tapi tidak di jemput-jemput.
"Karel lagi di rumah sakit, Ra."
Adara baru sadar kalau Dimas ada. Astaga, kenapa ia bisa lupa. Tapi tunggu, Karel di rumah sakit?
"kenapa dia?" tanya Adara dengan raut khawatir.
Dimas mendengus. Ia merasa cemburu dengan sikap Adara yang terlalu mengkhawatirkan temannya yang tidak tau diri itu.
"Dia kecelakaan. Lebih baik Anaknya gak dulu liat bapaknya sakit. Karel juga gak mau liat anaknya sedih."
Adara menghela nafasnya panjang. Ia mengusap usap Tania yang sepertinya mengantuk dan akan tertidur. Adara melangkahkan kakinya menuju jendela.
"aku kasian sama Karel. Ia terlalu muda buat punya anak. Dia banting tulang kesana kemari buat bikin Tania hidup layak. Dan Tania selalu sedih kalau ngelihat teman-temannya di jemput oleh Mama mereka." celoteh Adara yang tiba tiba bercerita kisah Karel yang menyedihkan.
"Aku tahu, Karel udah cerita."
Adara menatap Dimas. Ia mendekat, membelai pipi Dimas dengan lembut. Ia tahu jika Dimas merasa cemburu dengan kedekatan dirinya dan Karel. Bahkan wajahnya sudah tidak enak di lihat.
Adara mengecup pipi Dimas, membuat laki laki itu terdiam. "Aku udah anggap, Karel kakak ku sendiri. Kamu jangan khawatir."
Dimas mengangguk. Ia segera memeluk Adara dan Tania yang masih di pelukan Adara. Dimas akan percaya Adara sepenuhnya. Terlihat, mereka seperti keluarga kecil yang bahagia dan Dimas sangat mendoakan ini akan terjadi suatu saat nanti.
•...•
Uwuuu... Tinggal beberapa part lagi!!! Yuhuuuu
05/April/20 minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas Prince Cold (TAMAT)
Teen FictionBagusnya, follow sebelum membaca... (revisi) Dimas kira, kehidupannya akan terus abu-abu. Dengan keluarga yang berantakan dan masalah kian berdatangan. Namun, setelah kedatangan Adara, semuanya berubah. Dimas mengubah pandangannya betapa sangat be...