|°DPC-28

328 15 0
                                    

Ujian kenaikan kelas sudah tiba. Para siswa sudah ribut dengan ujian sekolah nya. Begitu juga dengan Adara dan kawan-kawan. Dodi yang mengeluh tidak bisa mengerjakan semua ujian matematika dan Adara yang sibuk meledeki Dodi karena payah.

Kelas 12 sudah ujian nasional, jadi tinggal masa nganggurnya sekarang. Adara jadi kangen Dimas, meski hubungan mereka agak renggang entah kenapa.

Adara tahu, Dimas sering ke apartemen milik mama Dimas. Ia tidak mempermasalahkan jika Dimas rindu akan pelukan Mama nya. Tapi disini, Serin ada di apartemen itu. Dan Adara tahu, Dimas kesana bukan untuk ke Mama nya, tapi ke Serin.

Waktu dirinya dengan Dimas berkurang. Yang tadinya, Adara akan jadi momen kenangan kenangan gagal total. Ia tidak bisa mendapatkan kenangan indah dengan Dimas akhir-akhir ini.

"yaahh... Sebentar lagi ujian nya selesai. Tinggal nunggu kenaikannya aja. Berarti beberapa hari lagi, Adara udah gak sama kita lagi dong," Keluh Sandra yang masih berat untuk kehilangan Adara.

Adara hanya tersenyum. Ia juga berat meninggalkan mereka. Mereka baik terhadapnya, bahkan menerima kemanjaan dirinya minus Dodi. Tapi Adara sangat menyayangi mereka. Semoga nanti Adara bisa ke indonesia lagi.

"udah Sandra, nanti Adaranya nangis!" lirih Adara seraya mengusap matanya.

"Lo udah nangis, Adara." seru Nadia dengan tatapan sayang.

"ini kelilipan," ujar Adara sambil terkekeh pelan.

"Ra, lo pasti belum cerita sama Dimas?" ucap Fatih yang tengah bersandar di bahu Nadia.

"dia lagi sibuk. Belum ada waktu buat Dara nya." cicit Adara dengan nada yang begitu ragu.

"sibuk sama Serin?" cetus Nadia blak-balakan.

"Nadia!" seru Fatih tidak terima Serin tebawa-bawa.

"What?! Bener kan? Dimas lagi sibuk sama Serin. Dia lebih mentingin orang itu ketimbang pacarnya." desis Nadia.

"Yang... Karena Serin sakit."

"Karena itu.. Aku juga gak suka kalo kamu suka tiba-tiba ngilang yang ujungnya ke Serin. Kadang aku cape, Fat."

Sedangkan Adara diam seribu bahasa. Tidak meladeni pasangan muda yang tengah bertengkar. Otaknya bercabang memikirkan berbagai hal. Apakah ia akan merelakan Dimas. Ya, lelaki itu harus punya masa depan yang pasti. Adara tidak mau memberikan ketidakpastian ke lelaki itu.

Untuk satu tahun ini, mungkin akan menjadi kenangan indah nya untuk ia kenang di masa depan nanti.

•...•

"Ada apa Ra, tumben nyuruh aku kerumah kamu?" ucap Dimas. Kini lelaki itu tidak menggunakan bahasa lo-gue terhadap Adara. Ia lebih manis sampai Adara tidak rela meninggalkan cowok itu.

"anu... Adara mau ngomong sesuatu,"

Dimas tersenyum, ia mengusap rambut Adara dengan sayang. "ngomong apa?"

"Adara mau..." Adara menatap Dimas dengan wajah ingin menangis, "kita putus." lanjutnya dengan menahan sesak.

Senyum yang terpatri di wajah Dimas langsung hilang mendengar ucapan Adara. Apa maksudnya? Apa dia membuat kesalan?

"Ra? Kenapa ngomong kayak gitu? Aku ada salah?"

Pertanyaan Dimas membuat Adara kian ingin untuk menangis. Ia benar benar akan kehilangan Dimas.

"enggak. Dimas enggak ada salah sama Adara. Justru mungkin Dara yang punya salah sama kamu. Maaf kalo aku bukan pacar yang terbaik buat kamu. Maaf kalo selama ini aku ngerepotin kamu, bikin kamu kesal. Maaf kalo aku serin manja bahkan cengeng. Maaf--"

"ADARA!" bentak Dimas.

"Kamu ngomong apa sih? Aku gak mau pisah sama kamu. Kamu udah tau kan, kalo aku gak bakal bikin kita pisah. Bahkan aku akan selalu ada buat kamu."

"tapi kamu gak selalu ada buat aku!" lirih Adara seraya menatap Dimas penuh luka.

Dimas terdiam. Setelah dimana Papi Adara pindah ke luar negeri, Adara banyak bergantung pada dirinya. Namun di akhir-akhir ini, dirinya sibuk dengan ujian setelah itu mengurus Serin yang harus cek up dan kemoterapi.

"Ra, tolong ngertiin aku. Aku janji gak bakal gini lagi. Aku gak mau kita putus. Kita berhenti ngomongin kata sialan itu, ya." pinta Dimas. Entah akan jadi apa nantinya jika dirinya putus dari Adara.

"Aku gak bisa. Maaf. Kita harus putus yah. Kamu pantes dapetin yang terbaik dari aku." ujar Adara dengan nada yang begitu bergetar.

"kamu yang terbaik, Adara Natariksa."

Sudah, air mata Adara jatuh melihat Dimas merunduk seraya mengusap pangkal hidungnya. Ia tahu, Dimas tengah menahan air matanya.

Adara segera menegakan bahu Dimas hingga kepala Dimas ikut menegak. "Jangan gitu. Dara makin gak kuat buat pisah sama Dimas. Tapi ini harus," ucap nya di selingi risakan.

Dimas mengusap pipi Adara yang basah. "beri aku kejelasan,"

Adara menutup matanya, menetralisir dada nya. Mencoba kuat untuk menjelaskan semuanya. "aku bakal pindah. Nyusul Papi."

"apa harus putus? Kita bisa LDRan kan."

Adara menggeleng. Ia tidak mengerti dengan Dimas yang susah di mengerti. Adara sudah menangis tersedu sedu. "enggak. Kamu harus jalanin kehidupan kamu tanpa ada ikatan."

"tapi, Ra,"

"Udah kak Dimas. Kakak boleh pulang."

Bahkan kini, Adara sudah menyebutnya Kakak bukan Dimas saja. Dimas tidak percaya ini. Ia kehilangan Adaranya.

Dimas mengusap pipi Adara yang terus basah karena di banjiri air mata gadis itu. Ia mengecup kedua pipi Adara, dahi,  lalu bibir yang selama ini tidak Dimas lakukan. Ia menjaga hubungan sehat.

Adara kaget dengan ciuman tiba tiba itu. Cukup lama, dan hanya menempel. Tapi cukup membuat jantung keduanya berdetak dengan hebat.

Dimas menjauhkan wajahnya, "Ra, aku sayang sama kamu."

Adara kembali menangis. "Iya, aku tau."

Setelah itu Dimas keluar dari rumah nya dan pergi dengan hati yang hancur berkeping keping.

-----
.uwalah...  Anak anaku bertengkar gini huhuuu..

Next tunggu kelanjutannya.

10-maret-2020

Dimas Prince Cold (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang