Dhika menatap Serin dari balik kaca yang memisahkan dirinya dengan gadis yang terbaring kaku.
"Kalo bukan karena lo ngejar dia, gak mungkin lo begini Ser," lirih Dhika.
Dhika yang mempunyai rasa pada Serin harus merelakan hatinya demi melihat Serin bahagia. Namun saat dimana Serin mengejar cintanya, kejadian tragis itu menghantam Serin. Membuat Dhika yang hancur semakin hancur. Apalagi saat dirinya mendengar jika Serin dinyatakan koma.
"Ngapain lo disini?"
Dhika tersentak mendengar nada dingin itu. Dengan emosi yang sudah terkendali Dhika menoleh kearah seseorang yang tadi bertanya padanya.
"Gue Cuman Jenguk dia. Salah?"
"Lo gak usah repot-repot jenguk dia."
Dhika tersenyum miring mendengar penuturan omong kosong seorang Dimas.
"Apakah ini salah satu bentuk perminta maafan lo sama Serin heh?"
Mata Dimas menajam. "Apa maksud lo?"
"Jangan pura-pura bodoh. Lo disini emang ngurusin Serin dengan baik. Tapi, apa lo yakin bahwa lo cinta sama dia?"
Dimas diam.
"Dim, kalaupun lo gak cinta sama dia, lo relain dia. Lo jauhi dia. Kalo lo begini siapa yang bakalan tersakiti. Yang pasti bukan gue ataupun lo. Tapi Serin sendiri. Inget, Serin ngejar lo sampe dia berakhir disini Dim."
Tangan Dimas mengepal erat. Ia tau ia salah. Dengan begitu ia bertanggung jawab dengan pengobatan Serin selama ini. Tapi untuk cinta ia masih bingung. Ia cinta atau tidak. Ia tidak tau. Kalaupun sayang, ia sangat menyayangi Serin. Tapi kalau cinta, ia ragu.
"Lo boleh biayain dia. Tapi jangan sampe lo PHP-in dia kalo dia bangun nanti." entah nanti kapan sambung Dhika dalam hati.
Setelah sepeninggalan Dhika dari hadapan Dimas, Dimas berjalan memasuki ruangan Serin.
Hening sesaat. Hanya alat medis yang berbunyi menandakan jantung Serin masih berjalan.
"Serin... Gue sayang sama elo. Sayang banget. Tapi, kalo untuk cinta gue gak tau. Kalo lo denger ini, lo bakalan marah sama gue?"
"Gue emang cowok pengecut, gue tau itu. Tapi disini gue nganggep lo sebagai adik gue. Sebagai penyemangat gue saat orangtua gue bertengkar. Dan sekarang gue bingung. Kalo lo cinta sama gue, gue harus gimana?"
Dimas menatap Serin yang terlelap. Wajah pucat itu selalu terpatri. Kejadian ini sebenarnya semakin memperburuk keadaan keluarganya. Ayahnya selalu Memarahinya untuk meninggalkan Serin. Dan ibunya hanya mengabaikan itu. Sungguh, tidak ada yang berpihak padanya.
Sebenarnya Dimas terlalu lelah untuk menjalani ini semua. Berat beban yang ia hadapi. Pikulan itu semakin menjadi saat saat dimana orangtuanya kembali bertengkar.
Jika esok hari ia berkeluarga, ia tak akan seperti orang tuanya yang tak bisa menjaga keharmonisan keluarga. Dan Dimas berjanji akan selalu ada waktu untuk istri dan anak anaknya nanti.
Setelah lama bergelut dengan pikirannya seraya menatap Serin, ia pun pamit. Sebenarnya ia bingung harus kemana. Ia malas untuk pulang kerumah.
Sampai akhirnya,motor Dimas terhenti di depan rumah minimalis bertingkat satu. Membuka helm lalu menghembuskan nafasnya kasar.
"Iya iya miih... "
Dimas mengernyitkan dahinya bingung. Suara tak asing itu mengingatkan dirinya pada seseorang. Tapi siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas Prince Cold (TAMAT)
Teen FictionBagusnya, follow sebelum membaca... (revisi) Dimas kira, kehidupannya akan terus abu-abu. Dengan keluarga yang berantakan dan masalah kian berdatangan. Namun, setelah kedatangan Adara, semuanya berubah. Dimas mengubah pandangannya betapa sangat be...