|°DPC-34

340 16 0
                                    

Dimas merebahkan tubuh nya di kasur. Ia malas pulang ke jakarta. Entah kenapa, hatinya begitu berantakan mengingat Adara menangis terisak. Ingin sekali Dimas memeluk wanita yang amat di cintai nya. Tapi apa daya, wanita itu bukan miliknya.

Jam sudah menunjukan pukul satu malam dan lelaki ini belum bisa tidur. Dimas pun keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur.

"Dimas?"

"eh, mama. Baru pulang?"

Marina tersenyum kikuk, merasa ketahuan kepergok pulang jam segini.

"Dimas, sini. Ada yang mau mama omongin."

Dimas mengangguk. Ia berjalan kearah meja makan. Duduk berserbangan dengan mamanya.

"apa kamu bakal keberatan kalo mama, nikah lagi?" tanya Marina dengan nada ragu. Ia takut mendengar reaksi dari anak satu satunya ini.

Dimas berkedip beberapa kali. Oh, apakah mama nya kini tengah kasmaran setelah beberapa tahun menjanda. Kalo di pikir-pikir, jika mama nya bahagia, kenapa Dimas harus melarangnya. Apalagi, Jaya selaku ayahnya sudah menikah lagi dan sekarang tinggal di jakarta bersama keluarga barunya. Begitupun dirinya yang ikut dengan sang ayah.

"Ma, " Dimas menggenggam tangah rapuh itu, "kalo mama bahagia, aku bisa apa. Lagian aku udah gede. Bisa ngurus diri sendiri. Mama juga butuh pendamping. Jangan natap papa yang tidak mencintai mama. Gak papa mama menikah lagi. Dimas ikutan seneng."

Marina tersenyum haru. Ia masih tidak percaya anaknya sudah besar. Anak yang sering mendapatkan luka setelah pulang bermain, anak yang marah-marah ketika mamanya tengah menangis. Anak yang selalu marah-marah kalo mama dan papa berantem. Anak nya sudah besar.

"anak mama udah besar. Sini nak, mama pengen peluk."

Dimas berdiri, lalu merengsek masuk ke pelukan sang mama. Betapa nyamannya pelukan itu.

"ma, aku gak di ajak?"

Dimas dan marina menoleh menatap gadis berbalut piyama tidur yang tengah memegang gelas.

"Sini anak mama yang cantik."

Serin pun ikutan memeluk mama angkatnya. Meski tidak mengerti kenapa mereka berpelukan. Namun, ia merasa senang karena hal ini jarang terjadi.

•...•

Setelah berpelukan ria dengan Mama dan Serin, Dimas kembali ke kamarnya. Namun sebelum menutup matanya, suara telepon terdengar.

Dengan malas, ia mengangkat tanpa membaca siapa yang menelponnya.

"Hallo?"

"iya, hallo mas. Ini dengan temannya yang bernama Karel?"

Dimas diam sesaat. "iya, kenapa ya pak?"

"jadi begini, saya dari kepolisian.  teman anda yang bernama Karel baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal."

"sekarang Karel dimana?"

"dia sudah ada di rumah sakit bersama saya. Anda boleh kesini, untuk melihat nya."

Setelah menutup panggilan, Dimas segera mencari hoodie lamanya di lemari dan segera mengambil kunci mobil untuk pergi ke rumah sakit yang sudah di beri tahu oleh pihak kepolisian. Ada-ada saja lelaki itu dari dulu tidak berhenti membuat orang merepotkan.

Setelah sampai, terlihat Karel tengah tertidur. Dengan dahi tergulung perban, serta kaki yang terlihat patah karena menggunakan giph.

Dimas menghampiri polisi, untuk mendengar lebih lanjut tentang tragedi kecelakaan itu.

"korban saat itu tengah di pengaruhi minum-minuman keras. Dengan begitu, korban tidak melihat jalan sekitar akibar alkohol. Sampai akhirnya korban menabrak pembatas jalan. Nanti setelah sadar, kami akan membawa korban untuk dibawa ke kantor untuk menindak lanjutkannya."

Dimas mengangguk. Setelah polisi itu meninggalakan tempat, Dimas kembali keruangan Karel. Karel mabuk? Apakah ada masalah di hidupnya.

"Karina..."

Dimas menatap Karel yang mengigau. Siapa nama yang di sebutkan Karel? Apakah lelaki itu berselingkuh?

Karel membuka matanya. Ia memicing melihat Dimas yang menatapnya datar.

"oh, lo jauh-jauh dari jakarta buat liat gue ya? Thank you kalo gitu." lirih Karel. Sepertinya lelaki itu masih di pengaruhi alkohol.

"Lo tau Dim? Gue gak kuat buat ngurus Tania tanpa Karina. Tania selalu nangis tengah malam nyari mama nya. Dim, gue pengen nyusul Karina. Tapi anak gue gimana,Dim?" Karel meracau.

Dimas diam mencoba memahami ucapan Karel. "Karina siapa?" tanya Dimas.

"Ya istri gue lah! Mana tau lo." sewot Karel. Astaga, lelaki itu masih saja ngegas di keadaan seperti itu.

"terus Adara siapa lo?"

Karel memicing lalu mendengus, "Adara cuman temen gue. Disaat Mama Tania pergi buat selama-lamanya, Adara dengan berlapang dadanya selalu nemenin Tania yang kesepian. Tapi, tetep aja, Tania masih nangis tengah malem nyari Mamanya. Sedangkan jam segitu, Adara gak ada." lirih Karel.

"Jadi, Adara bukan istri lo?" tanya Dimas.

Karel terkekeh, "Oh, Man. Ya bukan lah. Gue gak tertarik sama cewek tukang mewek itu. Cuman kemaren lo keterlaluan dan gue cuman nenangin biar gak mewek. Lo tau, Adara itu berisik." cerocos Karel.

Hati Dimas begitu berbunga-bunga mendengarnya. Tentu saja ucapan Karel di percaya, karena orang mabuk rata rata selalu jujur.

•...•

Btw, aku mau buat cerita tentang Zidan si adik gemesin Adara sama Tania anaknya Karel. Cuman enggak sekarang, nunggu cerita ini selesai.

Karel banyak dosa yah wkwk..

Jumat, 27-maret-2020

Dimas Prince Cold (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang