5 tahun kemudian.
"terimakasih sudah mempercayai sekolah ini, Nak Dimas."
Dimas mengangguk. Mereka saling bersalaman dan Dimas berpamitan untuk keluar dari ruangan sekolah.
Ia berdiri, memandang seluruh bangunan sekolah. Rasa rindu begitu membuncah melihat sekolah ini tidak berubah bahkan sudah 5 tahun berlalu.
Dimas memberikan setengah saham nya ke sekolah yang dulu ia belajar. Meski sedikit di bantu oleh sang Ayah. Sekolah yang dua tahun terakhir mengalami kebangrutan kini hidup kembali saat Dimas memberi fasilitas terbaik untuk sekolah itu.
Dimas menghela nafasnya gusar. Ia menatap lorong sekolah yang menjadi saksi bisu bertemu nya dirinya dengan wanita yang masih ada di hatinya.
"langsung pulang, Den?" tanya supir tiba-tiba.
Dimas mengangguk. Ia pun berjalan menuju parkiran. Namun saat di perjalanan ia seperti mengenali seseorang yang berjalan bersama dengan bocah.
"Karel?"
Dimas segera berlari menuju gerbang, mendekati Karel yang tengah berjongkok di hadapan anak kecil.
"Rel?"
Karel menoleh. Ia membelalakan matanya kaget melihat Dimas yang ada disana. "ngapain lo disini, Dim?"
"harusnya gue yang nanya itu. Lo ngapain disini? Dia anak lo?"
Karel berdiri, ia mengangguk seraya mengusap kepala anak itu. "iya ini anak gue."
"kok lo gak ngasih tau udah nikah?" tanya Dimas yang masih kepo.
Karel tersenyum kecut, "gak penting, Dim. Btw, lo ngapain disini?" tanya Karel mengalihkan topik.
"gue ada urusan di sekolah,"
"papa, kok abang belum dateng sih?" celoteh gadis kecil itu.
Karel memangku anaknya, "kan masih di jalan. Tunggu bentar lagi, ya. Kenalin, ini uncle Dimas."
"hallo uncle. Aku Tania," ucap Tania seraya tersenyum manis. Dimas tersenyum dan mengusap rambut Tania karena gemas.
Tiba-tiba mobil berhenti di hadapan mereka. Tania langsung merengsek meminta turun sambil memanggil manggil seseorang.
"Bundaaa!!"
Dimas mematung melihat siapa yang keluar dari pintu mobil. Dia tidak percaya apa yang dia lihat saat ini. Wanita itu tersenyum manis dan memangku Tania dan mengecup bocah itu dengan gemas.
Dimas melihat bocah laki-laki yang tengah menatap Tania dengan jengah. Dimas masih mematung, merasa mimpi bertemu dengan mereka.
"Dim?" tanya Karel.
"Adara?" Dimas langsung menatap Karel dengan tatapan tak percaya. "Dia Adara? Dia-"
"Kak Dimas?"
Dimas semakin mematung mendengar suara itu memanggilnya setelah 5 tahun berlalu. Dimas hampir limbung, untung Karel segera menahan tubuh Dimas.
Adara menghampiri Dimas dengan mata berkaca-kaca. Dimas memegang pipi Adara untuk melihat, apakah ini mimpi atau bukan.
"Adara?" sudah, air matanya jatuh melihat Adara yang ternyata masih hidup dan semakin cantik.
"Ayo kak Ara, Zidan cape tau. Tania, ayo masuk mobil." ujar Zidan seraya memangku Tania tanpa menoleh ke arah Dimas. Mungkin Zidan sudah lupa.
"Dim, lo kenapa. Kayak liat hantu aja."
Dimas menoleh kearah Karel. Wajah nya mengeras. "kenapa lo gak ngasih tau, Adara masih hidup?"
"emang kapan dia mati!" tanya balik Karel dengan sewot.
"Kak Dimas, apa kabar?"
Adara yang akan menyentuh lengan Dimas segera lelaki itu menghindar membuat gadis itu semakin ingin menangis.
"Kamu tau, Ra? Aku disini tersiksa ngendenger tentang kecelakaan pesawat. Yang aku pikirin kamu ada disana, mati di pesawat itu. Nomor kamu susah di hubungi. Kamu tau, Ra? betapa tersiksa nya aku bertahun-tahun ini hanya karena gak bisa lupain kamu. APA KAMU TAU, RA?" Teriak Dimas dengan prustasinya.
Sedangkan Adara menangis mendengar penuturan itu. Ia yang salah karena tidak menghubungi Dimas dan teman-temannya di indonesia.
Karel memeluk Adara dan menatap tajam Dimas. "lo gak usah teriak-teriak gitu!"
Dimas semakin tidak percaya melihat semua ini. Melihat Adara yang di peluk oleh sahabatnya yang juga menghilang selama 5 tahun juga.
"oh, apa tadi itu anak kalian? Selamat! Semoga jadi keluarga yang bahagia." cetus Dimas seraya menatap Adara tajam. Lelaki itu merasa nyeri melihat Adara menenggelamkan kepalanya di dada Karel.
"Kak Dim--"
Dimas segera pergi dan memasuki mobil yang sudah terparkir rapih di depan gerbang. Ia sudah tidak kuat mendengar suara Adara, apalagi melihat nya menangis.
"kamu gak tau rasanya, ketika hidup ku begitu abu-abu tanpa kamu, Ra. Dan ternyata kamu udah bahagia. Hah, aku yang bodoh ternyata udah buang-buang waktu ngeratapin orang yang sama sekali gak peduli sama aku! " lirih Dimas seraya menatap Adara yang masih memeluk Karel.
-----Aku gak ngerti kenapa alurnya begini. Tapi jari aku pen gini, gimana dong:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas Prince Cold (TAMAT)
Fiksi RemajaBagusnya, follow sebelum membaca... (revisi) Dimas kira, kehidupannya akan terus abu-abu. Dengan keluarga yang berantakan dan masalah kian berdatangan. Namun, setelah kedatangan Adara, semuanya berubah. Dimas mengubah pandangannya betapa sangat be...