|•DPC-25

327 15 0
                                    


Dhika menghela nafasnya gusar melihat wanita yang duduk di ranjang terlihat begitu mengkhawatirkan.

"Serin. Makan yah... "

"gue gak mau kalo Dimas gak disini." ucap Serin dengan tatapannya yang kosong ke arah jendela.

"ini udah malem. Mungkin besok dia ke sininya." ucap Dhika dengan sabar.

Serin menoleh kearah Dhika dengan kedipan lemah, "berarti besok gue makannya."

"Serin! Lo jangan terus bergantung sama lelaki itu! Dia aja udah gak peduli sama diri lo. Jangan keras kepala." ucap Dhika dengan nada menahan kesal.

"Dhika... " lirih Serin menatap Dhika dengan mata berkaca, "apa dia gak suka gue, karena penyakit gue?"

Dhika tertegun mendengar itu. Ia segera menggeleng menolak pertanyaan itu. "enggak Serin. Buktinya gue tetep suka sama lo tanpa alasan."

"tapi... "

"ssttt.. Makan yah, ini demi kesembuhan lo." ucap Dhika memotong ucapan Serin.

Dengan tidak bersemangatnya Serin mengangguk dan menerima suapan dari Dhika.

Ketukan terdengar di pintu rawat Serin, membuat keduanya menoleh kearah pintu tersebut. Masuk lah seseoarng yang jarang menemui Serin hingga Serin dan Dhika saja terkejut melihatnya.

"Kak Fatih," lirih Serin.

Fatih berjalan mendekati Serin dan wanita itu langsung menerjangnya, memeluk Fatih dengan tangis yang kencang.

"maaf telat jenguk, Rin." bisik Fatih.

"kemana aja? Apa kak Fatih lupa sama Serin?" tanya Serin tanpa melepaskan pelukan itu. Serin begitu merindukan lelaki yang hidup satu atap saat masih kecil.

"Tapi sekarang, kakak disini." jawab Fatih menenangkan.

Akhirnya Fatih yang menyuapi Serin sampai tandas dan membantu gadis itu untuk segera tidur.

"kanker otak nya masih bisa kita tangani karena memang usia kanker itu tidak terlalu buruk, ya stadium 2. Tapi kami tidak tau rencana tuhan, bukan?"

Fatih diam mendengar penuturan dokter yang menangani Serin selama ini. Setelah kejadian dimana Serin tahu kalo dia mengidap kanker otak, cewek itu begitu frustasi sampai puncaknya ia lengah ketika menyebrang hingga tertabrak truk dan koma cukup lama.

"usahakan yang terbaik, dok. Saya tidak bisa jika adik saya terus seperti ini." ucap Fatih begitu lirih.

Dokter mengangguk, "berdoa lah."

•...•

Adara tersenyum seraya turun dari motor milik Dimas. "makasih udah anterin Adara."

Dimas mengangguk, "maaf gak bisa mampir."

"gak papa, gak papa." seru Adara.

Dimas terkekeh, "gue pulang ya?"

Adara mengangguk riang. Sampai Dimas menjalankan motor nya dan menunggu lelaki itu menghilang, Adara baru masuk ke rumahnya.

Adara berhenti di ruang tamu, ia melihat satu koper teronggok disana. Fikirannya melesat jauh, ia takut jika harus pindah lagi, padahal baru setengah tahun disini.

"miiih!!! "

"apa sih, sayang, teriak-teriak!" seru mamih tidak kalah berisik.

"kita pindah lagi?" tanya Adara seraya menatap koper.

Mami menghampiri Adara yang begitu kebingungan, "untuk saat ini, cuman Papi yang bakalan pindah, sayang."

"Hah! Jadi papi mau ninggalin kita?" ucap Adara tidak percaya.

"bukan ninggalin. Justru Papi tidak mau ninggalin kamu sama Zidan. Tapi ya gimana. Emang kamu mau pindah lagi?" tanya Mami sambil mengusap rambut anak sulungnya.

Adara terdiam. Jujur, baru kali ini ia merasa berat berpindah tempat lagi. Atau berat karena sekarang hadir Dimas di kehidupannya.

"mih... Ara gak mau bikin mami sama papi pisah gini, tapi Ara juga berat ninggalin ini. Ara harus gimana?" tanya Adara kepada Maminya begitu gelisah.

Mami tersenyum, "udah, kita bakal pindah. Cuman tunggu 6 bulan lagi, sampai kamu naik kelas 12. Kasian anak mami pindah-pindah terus, kan?"

"Aaa... Mami sama Papi emang terbaik!"

Mami hanya terkekeh lalu memeluk anak nya dengan sayang. Papi keluar dari kamar dengan begitu rapih dan tampan.

"Papi sering kesini ya... Oh iya, kira-kira papi ditugasin ke mana sekarang?"

Papi yang tengah mengenakan jam tangannya menoleh dan memeluk putri nya, "ke amerika. Dara harus jaga mami sama Zidan, ya. Nanti kalian nyusul kalo urusan Adara udah selesai disini. Papi akan sering hubungi kalian."

Mau tak mau, Adara menangis kencang. Ia tidak pernah jauh dari Papi nya. Adara adalah putri kesayangan papi Tara. Dan sekarang ia harus LDR selama 6 bulan. Adara merasa nelangsa.

"kita bakal lama gak di amerika nanti?" tanya Adara sambil menarik koper milik papi.

"Lama... Mungkin bakal netap sekarang mah. Papi akhirnya dapat perusahaan dari opa tapi di newyork. Tapi gak papa, buat istri sama anak papi, iya kan?"

Adara bekedip merasa bingung dengan ini. Jadi Adara akan tinggal selamanya gitu di negara orang? Lalu, nasib Dimas gimana?

Adara segera memeluk papi nya seraya memikirkan kehidupannya yang akan datang bakalan gimana.

•...•

Hayoh siaaah...

Double part yekan...

Tau gak jalan ceritanya? Sama, authour juga gak tau bakal gimana Ending nya awokwok... Jalanin aja dulu kan.

Papay:*

Dimas Prince Cold (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang