|°DPC-29

318 15 0
                                    


"Kok Adara gak ada ya? Apa jangan-jangan gak masuk sekolah. Tapi kan sekarang pembagian raport." cerocos Sandra dengan nada cemas.

Mereka kebingungan di kelas karena Adara tidak masuk untuk mengambil Raportnya. Bahkan Mami nya pun tidak nampak di kelas itu.

Setelah semua raport di bagikan pun, Sosok yang di tunggu teman teman, Adara pun tidak ada.

"telepon aja, San." ujar Dodi.

Sandra segera mengeluarkan Handpone nya dan segera menelpon Adara. Cukup lama gadis itu tidak mengangkat panggilan Sandra. Sampe bunyi ke empat, telepon terangkat.

"Halo, Ra? Lo dimana? Kenapa gak ngabil raport. Lo gak mau pisah-pisahan dulu sama kita. Lo belum berangkat kan?"

Tidak ada sahutan, membuat ke empat sekawan itu kini merasa gelisah menunggu.

"Iya Sandra? Maaf tadi aku baru beresin Zidan yang abis pup. Maaf yah Sandra dan teman-teman yang mungkin lagi dengerin aku ngomong. Maaf aku gak bisa hadir kesana. Sekarang aku udah di bandara. Bentar lagi take-up. Jangan ada yang ke sini, kejauhan kalo dari bandung mah." ujar Adara di selingi kekehan. Bahkan suara Zidan meminta susu pun terdengar. Karena mereka me-loadspeeker.

"kenapa ngedadak sih?" seru Nadia tidak terima.

"maaf yah Nadia. Yaudah nih, bentar lagi aku mau naik pesawat nya. Aku pasti kangen kalian. Makasih udah mau temenan sama Adara. Makasih."

"sama-sama."

Setelah itu telepon tertutup dari pihak Adara. Mereka berempat langsung terdiam. Hening beberapa saat.

"hmm.. Yaudah. Ini juga bukan kemauan Adara. Kita terima aja." Ucap Fatih yang lebih dewasa dari mereka berempat.

Di balik itu, Dimas yang sengaja datang kesekolah untuk menemui Adara harus menelan bulat-bulat keinginannya karena tidak terkabul. Bahkan ia mendengar semuanya.

•...•

Malam hari, Dimas pergi ke apartemen mama nya. Hatinya suntuk, kesal, sedih, bercampur jadi satu. Bahkan sampai sanapun ia mengacuhkan Serin yang memanggilnya.

"berita terkini. Sore tadi pesawat lior-air yang bertujuan jakarta menuju Amerika terjatuh. Badan pesawat kini tengah di angkat oleh kapal dari dalam air. Sudah di pastikan semua penumpang di pesawat itu tidak ada yang--"

Serin segera mematika tv dengan remot. Matanya mengarah ke arah Dimas yang kini menatap layar tv dengan tatapan kosong. Serin sudah tahu, kalo Adara pindah ke amerika. Dan tadi, itu sangat berita mengejutkan.  Bahkan bagi Dimas sangat mengerikan.

"Dimas... "

"Enggak.. Ini pasti salah. Gak mungkin Adara ninggalin gue. Gak secepat itu. Gak mungkin. Gue harus telepon Adara." dengan tangan bergetar ia menelpon Adara.

"nomor yang anda tujui sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan-"

Handpone Dimas terjatuh. Nomor Adara nya tidak aktif. Air mata nya jatuh, tidak menerima semua itu. Ia rela jika harus putus dengan gadis itu. Bahkan jauh pun tidak apa apa. Asal jangan menghilang dari muka bumi.

"Dimas... Adara pasti sudah tenang. Lo harus ikhlas."

Lagi lagi Dimas menggeleng. Ini sangat sangat mengejutkan. Ia sangat tidak terima.

Suara panggilan terdengar. Tanpa lihat Dimas segera mengangkat telepon dengan cepat.

"Hallo, Ra? Lo gak papa kan?" ucap Dimas dengan bergetar.

"Dim, ini gue Fatih," lirih Fatih.
"Adara pergi, Dim. Kita harus ikhlas. Adara pasti tenang kalo kita ikhlas." lanjutnya dengan berat.

Dimas memegang handpone nya kuat kuat bahkan Serin yang melihatnya saja bergidik ngeri. "ENGGAK. ADARA GAK BAKAL PERGI NINGGALIN GUE. ADARA GAK ADA DI PESAWAT ITU, FATIH! " teriak Dimas dengan emosi. Ia sangat tidak terima mendengar jika Adara sudah tiada.

"Dimas," kini Serin ikut terisak melihat betapa tersiksanya lelaki itu. Kehilangan seseorang yang di sayangi pasti sangat lah tersiksa.

"ARRGH!!" Dimas melempar handpone sampai pecah bekeping keping. Serin hanya menutup matanya dan terus menemani Dimas yang tengah mengacak acak ruang tengah apartemen.

•...•

Gak ngerti aku juga hehe:)

Jumat 13 maret 2020

Dimas Prince Cold (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang