12. Untuk Hati yang Terluka

25.6K 4.1K 986
                                    

Bagian Dua Belas

Yakin saja dengan pemilik semesta, semua akan berjalan sebagaimana mestinya
—Berlin—

-Senandi Rasa-

Semua berjalan biasa malam ini. Ucapan selamat berserta semangat didapat Gerhana dari banyak orang yang hadir di Balairung. Ia resmi terpilih menjadi Ketua BEM UI yang baru.

Pikiran Gerhana seharusnya sedang bersemangat menyambut program kerja, visi dan misi, bahkan semejak tadi Randi tidak henti-hentinya menceritakan hal apa saja yang akan mereka lakukan.

Kebahagian malam itu seolah hanya sebuah kesemuan belaka bagi Gerhana. Panjang lebar ucapan Randi di hadapannya, hanya Gerhana jawab dengan anggukan dan kata "iya" beberapa kali.

Hingga di tengah-tengah kalimat Randi yang begitu bersemangat, Gerhana memotong.

"Anak yang waktu itu nemenin gue keliling Salemba, kok nggak dateng?" Sengaja Gerhana tidak menyembut nama Berlin, ia tidak ingin membuat Randi bingung dengan pertanyaannya yang begitu tiba-tiba. Apalagi hal ini menyangkut Berlin.

Gurat bingung tergambar jelas di wajah Randi selama beberapa saat, sampai terdengar desahan lesu dari lelaki tersebut. "Maksud lo Berlin? Yah, dia memang nggak dateng. Udah gue chat sih tadi, katanya lagi nggak enak badan."

"Oh..." Gerhana menganggukan kepala, nggak enak badan macam apa. Tadi siang saat bertemu perempuan itu, dengan jelas Gerhana tahu bahwa Berlin baik-baik saja. Tidak ada satupun kekurangan pada perempuan itu. Bahkan yang Gerhana tahu, Berlin siap jika Gerhana pancing sedikit saja untuk membunuhnya.

Randi menganggukan kepala. "Padahal gue berharap banget sih ada dia."

Gerhana kembali diam, ia sama sekali tidak berminat untuk menanggapi obrolan Randi yang kini antusasi membahas Berlin. Meskipun diam-diam, Gerhana mendengar semua ucapan Randi. Bahkan sampai Randi mengatakan Berlin mengambil riset di Rumah Sakit Jiwa yang dibawahi oleh ayahnya pun Gerhana dengar. Semua informasi itu ditelan bulat-bulat oleh Gerhana yang cuma diam.

"Btw Ger, dia cocok loh kalau masuk ke dalam STAF BEM kita. Anaknya sih emang nggak banyak bicara, tapi jujur aja ide-idenya brilian. Maklum, tuh anak emang jenius banget di fakultas gue, Ger."

Gerhana tidak menunjukkan reaksi apa-apa kecuali mendengarkan, dari cara Randi menjelaskan bagaimana Berlin. Gerhana dapat menyimpulkan bahwa hubungan Randi dan Berlin lumayan dekat, bahkan tanpa dijelaskan lebih banyak, Gerhana bisa menebak kalau Randi suka dengan Berlin.

"Bang Randi," seruan itu membuat Gerhana dan Randi sama-sama menoleh. Ada dua orang gadis, satu berhijab dan satunya lagi memiliki tampang seperti orang Timur menyambangi keduanya. Mereka berdua tersenyum ramah baik kepada Gerahan maupun Randi.

Kedua gadis itu langsung mengulurkan tangan baik kepada Gerhana maupun Randi, mengucapkan selamat atas berhasilnya mereka memenagkan pemunggutan suara untuk menjadi ketua dan wakil ketua BEM UI. Gerhana hanya tersenyum tipis, ia tidak bicara apapun, hanya Randi yang terdengar antusias menanggapi dua orang perempuan yang ternyata juga berasal dari fakultas yang sama dengan Randi. Kedokteran.

"Bang Gerhana, boleh foto bareng nggak?" Perempuan berwajah ketimuran itu tiba-tiba saja mendekat ke arah Gerhana yang terlihat santai memandang sekitar. Meskipun malas, Gerhana tahu posisinya sekarang, maka masih dengan senyum tipis, ia berdiri menyambut permintaan perempuan itu untuk berfoto.

Baik perempuan timur dan berhijab, keduanya saling bergantian mengajak Gerhana foto. Selama itu, Gerhana meladeni keduanya dengan senyum palsu. Jujur saja malam ini, ia tidak bernapsu untuk melakukan apapun. Pikirannya mengarah ke tempat lain... sesuatu yang paling dibenci oleh Gerhana.

Senandi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang