Healing (14)

2.9K 314 10
                                    

Iruka tersenyum senang saat melihat Kakashi dengan lahap memakan makanan buatannya. Sesuai rencana, memang Kakashi membantu Iruka memasak, tetapi hanya sedikit. Dia langsung menyerahkan semuanya kepada Iruka dan rebahan di kasur Iruka dengan rengekan lapar tak henti-henti.

Rasanya agak aneh mendapati Kakashi bersikap konyol setelah beberapa hal yang terjadi belakangan, tapi itu juga tidak berarti kalau Iruka menolaknya. Malahan, ia bersyukur. Dengan begini, emosi Kakashi tidak dalam kondisi yang buruk, yang itu juga berarti sharingan miliknya tak akan menyakiti tubuh Kakashi.

Iruka mengulum senyum sejak tadi. Menanggapi komentar-komentar random Kakashi juga celotehannya yang lain. Tiba-tiba seorang Hatake Kakashi yang sangat dingin dan tak tersentuh itu menjadi banyak bicara.

"Ngomong-ngomong, kau tidak ada misi dalam waktu dekat ini, Kakashi-san?"

Kakashi menggeleng. Ia menggigiti wortel yang baru saja dikupas oleh Iruka.

"Tsunade-sama mengatakan padaku kalau aku tidak akan menerima misi dalam waktu dekat sebelum beliau menemukan penawar dari sharingan ku. Selain chakra mu tentu saja. Karena tidak mungkin 'kan kau ikut dengan ku saat aku diberi misi level S. Kau jelas tidak pernah melakukannya."

Iruka mengangguk. "Benar juga. Apa misi level S benar-benar mematikan?"

Kakashi mengangkat bahu. "Relatif, penilaian ku belum tentu sama dengan mu."

"Aku ingin dengar pendapatmu Kakashi-san."

"Hm... Ku rasa misi level S tak terlalu sulit untuk ku. Mungkin karena aku sudah terbiasa melakukannya. Tetap saja, saat melakukan misi level S adrenalin sangat terpacu.  Kelelahan yang benar-benar menyakitkan, dan pikiran yang kacau. Kau pasti ingat kejadian saat aku menyerangmu saat aku pulang dari misi. Mengerikan, aku tak dapat membayangkan apa yang akan aku lakukan jika aku tidak sengaja membunuh mu. Mungkin aku akan bunuh diri?" Kakashi terkekeh di kalimat terakhirnya.

Iruka mengusap bahu Kakashi. "Tidak perlu dipikirkan, lagipula kau tidak membunuh ku."

"Ya, dan ku rasa itu semua hanya karena keberuntungan sementara. Kita tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya. Sekarang ini tak hanya soal misi, tapi sharingan ku juga berbahaya. Obito memberikannya agar dia bisa melihat dunia bersama ku lewat mata ini, karena itulah aku tidak mau membuangnya hanya karena semua reaksi buruknya pada tubuh ku."

Iruka tersenyum lemah. Ia tidak tahu kenapa perasaannya ikut merasa sedih dengan semua cerita Kakashi. Pria di depannya benar-benar tampak rapuh, dan ia selalu bersembunyi di balik topeng sikap dinginnya untuk melindungi dirinya sendiri. Iruka memejamkan matanya sebentar, jantungnya terasa diremas ketika memikirkan itu membuat dadanya sesak.

Kakashi segera mengulas senyum lebar konyolnya. "Tak perlu dipikirkan, itu sudah berlalu lama."

Iruka mengangguk, meski begitu tetap saja ia merasakan kepahitan dari semua perkataan Kakashi. Sudah berapa kali Kakashi mengatakan untuk melupakan hal itu? Dan sudah berapa kali pula ia mengatakan bahwa semuanya telah usai sejak lama?

Kakashi hanya membohongi dirinya sendiri.

Hampir setiap hari Iruka melihat Kakashi mengunjungi makam teman-teman lamanya. Berdiri di sana dalam waktu yang lama dalam kesunyian. Lalu setiap pembahasan ini diangkat, Kakashi akan mengatakan bahwa segalanya baik-baik saja untuknya, semua sudah berlalu.

"Mereka itu benar-benar berharga untuk mu ya, Kakashi-san. Menyenangkan sekali ketika tau bahwa memiliki seseorang yang memikirkannya setiap waktu."

Kakashi mengangkat bahu. "Yah... Semacam itulah. Semuanya terasa lebih berharga ketika telah hilang."

Iruka mengangguk.

"Kau sendiri?"

"Eh?"

"Kau sendiri bagaimana? Aku melihat mu tak pernah begitu akrab dengan seseorang? Kau membaur dengan semuanya seolah mereka semua dekat dengan mu."

Iruka menggaruk tengkuknya. "Yah... Tapi memang mereka semua teman ku 'kan? Teman kita. Semua penduduk Konoha adalah teman kita, Kakashi-san."

"Aku tau. Tapi kau pasti punya teman dekat 'kan? Kau cukup populer karena semua orang mengatakan kau baik hati. Tapi pasti ada salah satu yang dekat dengan mu."

Iruka membelalak. "Be-benarkah? A-aku tidak sebaik itu, Kakashi-san."

Kakashi mengangkat bahu. Ia sendiri mengatakan yang sebenarnya. Bahkan meski menurut penilaian dirinya, Kakashi setuju kalau Iruka adalah shinobi yang baik hati. Agak merugikan sebenarnya. Beruntung, dia lebih memilih mengasuh anak-anak pra-genin karena itu juga lebih aman untuknya.

"K-kalau teman dekat..."

Iruka terdiam. Siapa teman dekatnya? Seandainya insiden Mizuki kala itu tak terjadi, mungkin dia akan mengatakan dengan yakin kalau Mizuki adalah teman dekatnya. Rasanya benar-benar patah hati saat Mizuki mengatakan segalanya. Alasan dia menemani Iruka hanya karena dia ingin mendapat perhatian Sandaime dan bukan karena dirinya. Terlebih, Mizuki sebenarnya iri karena banyak yang perhatian kepada Iruka pasca orangtuanya meninggal. Sedikit pun, Mizuki tidak pernah benar-benar menganggap Iruka sebagai temannya.

Iruka memaksakan bibirnya tersenyum. "K-Ku rasa semuanya teman dekat." serunya terbata.

"Bohong."

"Eh?"

"Aku tau kau bohong. Kau pikir dengan siapa kau bicara sekarang?"

"M-maaf." Iruka menunduk dalam.

"Yang kabur dari penjara waktu itu, dia teman mu 'kan?"

Iruka terkejut. Bagaimana Kakashi tahu soal waktu itu?

"S-siapa?"

"Kau lupa kalau aku memberikan Pakkun pada mu waktu itu? Tentu saja sebagai kuchiyose milik ku, dia melaporkan segalanya. Sayang sekali waktu itu Tsunade-sama malah memberi ku misi level S daripada ikut dengan mu."

Iruka tertawa hambar. "Ah... Kau tau ya ternyata. Ku rasa dia teman ku, tapi dia tidak menganggapnya demikian."

"Kenapa?"

Iruka menggeleng. "Entahlah, karena aku terlalu lemah dan suka menangis? Atau karena otak ku begitu bodoh dan sering menjadi tertawaan kelas? Dia bilang dia iri pada ku, lantas apa yang bisa diirikan dari shinobi lemah seperti  ku?"

"Kenapa kau menganggap dirimu lemah?"

"Kakashi-san pasti mengerti 'kan? Tidak perlu ku jelaskan juga. Secara level, aku hanya chunin dan kau jonin elit bahkan mantan anbu."

"Kekuatan seseorang tak dinilai dari apa levelnya. Naruto hanya genin, tapi kemampuannya setara dengan mu."

Iruka mengerucutkan bibir. "Itu hanya karena Naruto tidak sempat ikut chunin shiken. Seandainya dia ikut, levelnya juga sudah chunin."

"Sayang sekali waktu itu aku tidak ikut dengan mu untuk menangkap Mizuki, kalau aku ikut, aku akan membantu mu supaya kau tidak terluka."

Iruka tertawa. "Lagipula itu sudah lama, Kakashi-san. Kau juga waktu itu mengeluh dan mengatakan kalau Tsunade-sama tukang perintah."

Kakashi menggenggam telapak tangan Iruka, yang seketika membuat chunin itu menegang karena sentuhan tiba-tiba.

"K-Kakashi-san?"

Kakashi tersenyum, kelihatannya sangat tulus. "Kalau sekarang, kau bisa menganggap ku sebagai 'teman dekat' mu. Kita dalam situasi yang sama, kehilangan teman."

Iruka menunduk, darahnya berdesir merasakan telapak tangan Kakashi yang lebih besar darinya melingkupi miliknya sendiri.

"B-Baik."


TO BE CONTINUE

A/N: Wah... Lama sekali aku nggak update. Aku lagi sakit, ini baru aja reda meski masih disuruh rebahan sama emak. Sorry ya lama, aku nggak pegang benda elektronik sama sekali selama sakit.



KakaIru (ManXMan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang