Healing (24)

2.8K 318 94
                                    

Dunia shinobi memang tak pernah benar-benar damai, tapi setidaknya selalu berubah secara konstan. Tiap generasi membawa pembaharuan, dan kemodernan akan terus berjalan maju. Iruka sadar poros dunia tak berdiri padanya, sebagaimana ia tunjukkan pada Kakashi bahwa hidup tak hanya tentang dirinya. Kakashi lebih tua darinya, dan itu pulalah yang membuatnya selalu menahan diri tiap kali ingin mengutarakan segala hal dan berusaha menasihati.

Iruka merasa tak pantas dan mendahului. Selisih umur mereka tak banyak, tapi pengalaman mereka terlampau jauh. Seolah Kakashi telah berada pada puncak tertinggi sementara dirinya hanya bisa mendongak untuk menatapnya. Silau, Iruka mengakui itu.

Iruka tak menampik bahwa dirinya tertarik kepada Kakashi, entah ketertarikan seperti apa. Mungkinkah selama ini ketertarikannya adalah sebuah platonik? Tapi ia tak sesuci itu. Ia merasakan bagaimana jantungnya berdebar kencang ketika kulit mereka saling bersentuhan. Ia merasakan bagaimana rasanya lemas ketika Kakashi menunjukkan perhatiannya. Juga, ia tak menampik getaran aneh di dadanya ketika bibir Kakashi menyentuh bibirnya. Jelas ia terlalu sok suci jika menganggap ketertarikannya hanya sebuah ketertarikan platonik belaka. Ia tertarik secara romansa, ia mengandalkan nafsu dan hatinya. Ketertarikannya bukan spiritual.

Seolah kenyataan memang tak berpihak kepadanya, ia disadarkan dengan posisinya, dengan analogi sederhananya bahwa Kakashi berada jauh di atasnya, yang membuatnya harus mendongak hanya untuk menatapnya. Kejam, takdir seorang shinobi memang tak pernah jauh-jauh dari rasa sakit.

"Kau terlalu kaku, Iruka."

"Eh?"

Izumo mencebik. Sebobrok apapun dirinya, ia tahu untuk tidak bercanda di saat seperti ini. Anjuran untuk mengajak Kakashi kencan tempo hari bukan sekadar candaan untuk menggoda Iruka belaka, tapi Izumo dan Kotetsu sungguh-sungguh.

Dalam bayangan mereka, keduanya ada di luar dunia Kakashi dan Iruka, duduk sembari menikmati apa yang akan terjadi. Bak putaran roll film, ada saatnya Izumo dan Kotetsu kesal, gemas dengan apa yang dilakukan karakter dalam film itu. Ide untuk mengeroyok Kakashi jika ia menolak Iruka juga serius mereka pikirkan, padahal mereka juga tahu kalau kemampuan mereka bahkan tak ada seujung kuku dari Kakashi. Sekali serang saja, mereka yakin akan meninggalkan dunia saat itu juga. Tapi keyakinan itu semata-mata karena mereka mendukung Iruka, menempatkan Iruka sebagai heroine dalam sebuah film yang harus didukung dan dilindungi. Konyol, tapi menyenangkan.

"Mau sampai kapan denial dan bilang kalau kau hanya ingin membantu Kakashi-san?" Kotetsu menyahut jengkel. Lama-lama ia gemas juga melihat rekannya bersikap seperti ini. Pasif, dan terus-terusan menerima apa yang terjadi padahal dirinya sendiri terluka.

"Aku memang ingin membantunya."

Izumo mengangguk. "Kami tau, kami tau, kau tidak pernah berbohong soal membantu seseorang. Hanya saja, kau berbohong kalau kau tidak berharap lebih. Kau berbohong, dan lebih dari itu kau membohongi dirimu sendiri. Menyedihkan."

Iruka menggigit bibirnya. Bertanya-tanya dalam hati apa benar jika dirinya hanya berpura-pura menerima. Apa iya dirinya sebenarnya menginginkan balasan dari Kakashi, apa iya dirinya menyukai Kakashi sebagaimana seorang perempuan kepada lelaki?

Iruka menggeleng kencang. Bagaimana mungkin ia menyamakan dirinya dengan seorang wanita!

Izumo menepuk bahu Iruka. "Kami tau sebenarnya kami tidak pantas mengatakannya, lagipula kami juga tak berpengalaman soal ini. Tapi tenang saja, perjanjian kita tetap kok. Kami pasti akan mengeroyok Kakashi-san kalau dia menolakmu." sebuah seringai dan binar wajah super cerah. Iruka benar-benar tak menyangka dua temannya itu begitu mendukungnya. Iruka tak pernah cerita sama sekali mengenai perasaannya, dan keduanya tau begitu saja. Haruskah ia bersyukur mendapat dukungan seperti ini?

KakaIru (ManXMan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang