Healing (15)

2.9K 305 14
                                    

"Sekarang malah tidur." gumam Iruka pelan. Ia membereskan sisa-sisa piring dan makanan mereka. Kakashi tertidur di lantai kayu sembari mendengkur pelan. Seulas senyum tipis tersungging, dan Iruka melanjutkan beberes sisa-sisa makan bersama mereka.

Usai membereskan semuanya, Iruka duduk diam di dekat Kakashi dengan sebuah buku tebal yang belum sempat ia baca. Buku-buku yang diberikan oleh Shizune demi memperbaiki kondisi psikis Kakashi dan agar Kakashi bisa terbebas dari dunia abu-abunya.

Hipotesis sementara masih tetap sama. Kondisi mental dan emosi Kakashi yang paling berpengaruh terhadap sharingan miliknya. Sayang sekali Tsunade belum menemukan fakta lain, dan apa penyebab mengapa hanya chakra Iruka yang cocok untuk meredam ketidakterkendalian sharingan Kakashi.

Tapi Iruka masih tetap tak mengerti, mengapa semua ini bisa terjadi setelah bertahun-tahun Kakashi hidup baik-baik saja dan bahkan dengan mudah mengendalikan sharingan miliknya.

Apa sebenarnya yang menyebabkan semua itu?

Iruka terus membuka-buka tiap lembar buku tebal di tangannya sembari berpikir. Isi dalam buku itu cukup rumit dan lumayan membuat kepalanya panas karena terlalu banyak berpikir. Iruka sadar otaknya pas-pasan.

"Iruka-sensei?"

BAM!

"Aduh!"

Kakashi reflek bangkit. Buku tebal nan besar itu jatuh dan mengenai jari kelingking kaki Iruka. Sakit, tentu saja. Apalagi sudut buku itu yang menyentuh jari kelingking Iruka.

"Maafkan aku." Kakashi menarik kaki kanan Iruka, memposisikannya di atas pahanya.

Mata Iruka membelalak. "Eh, tidak masalah Kakashi-san. Anu, kaki ku tidak apa-apa."

Tapi Kakashi malah mengusap telapak kaki Iruka, yang membuat Iruka berusaha keras menahan pekikannya. Kulit Iruka cukup sensitif saat disentuh orang lain, bahkan kakinya sekalipun.

"Biar aku obati."

Iruka menggeleng kencang. Ia dengan paksa menarik kakinya dari atas paha Kakashi.

"T-Tidak perlu, Kakashi-san. Ini hanya memar kecil, aku ini juga seorang shinobi kalau kau lupa."

Kakashi menggaruk surai peraknya. "Maaf, sepertinya aku terlalu berlebihan, ya." Ia menghela napas, dan mengalihkan pandangannya.

"Kakashi-san?"

"Hm?"

"Menurutmu, kenapa sharingan mu pilih-pilih chakra?"

Sebenarnya, ini bukan timing yang tepat untuk menanyakan hal itu. Insiden barusan agak membuat interaksi mereka sedikit akward. Barusan, sebenarnya Iruka hanya ingin mencairkan suasana di tengah canggung tadi. Tapi malah pertanyaan itu yang keluar dari mulutnya. Mau menarik kembali pun tak bisa.

Kening Kakashi mengerut samar. "Kenapa kau bertanya?"

Benar 'kan!

Iruka sangat yakin kalau Kakashi pasti tidak akan semudah itu memberikan jawaban. Alih-alin memberikan jawaban, Kakashi akan memilih kembali bertanya, yang tentu saja mau tak mau Iruka harus menjawabnya.

Iruka menghela napas, lagipula tak ada pilihan lain. "Tsunade-sama selalu mengatakan padaku kalau sharingan mu dipengaruhi oleh emosi dan kondisi psikis. Tsunade-sama juga memberikan ku buku-buku psikologi agar aku lebih banyak belajar dalam menghadapi suasana hatimu, agar aku bisa selalu mengerti perasaanmu, dan agar aku bisa menentukan apa yang harus ku lakukan agar tak memperburuk keadaan mu. Aku bisa menerima semua itu dengan senang hati, lagipula aku suka belajar. Namun, tetap saja aku penasaran kenapa hanya chakra ku yang bisa menenangkan sharingan milikmu."

"Tsunade-sama menyuruh mu melakukan semua itu?" Kakashi mengusap wajahnya kasar. "Sebanyak ini persoalan soal hidup ku yang ku bebankan padamu. Aku benar-benar merepotkan."

"Eh? Tidak! Sungguh kau tidak merepotkan ku. Aku dengan senang hati melakukannya, sama sekali tak terbebani. Jadi, ku mohon jangan merasa seperti itu."

Kakashi menatap Iruka lekat-lekat. Ia meraih kedua tangan Iruka dan menangkupnya. "Mari kita saling berjanji."

"Eh?"

"Ayo kita saling berjanji, Iruka-sensei. Kita sudah menjadi cukup dekat bukan? Mulai sekarang, kita harus saling terbuka dengan apapun yang mengganggu pikiranmu tentang kita. Seperti pertanyaan mu tadi. Ku rasa, kau telah menyimpan pertanyaan itu dalam waktu yang cukup lama. Benar?"

Iruka mengangguk ragu.

"Aku akan menjawab apapun yang bisa ku jawab, jadi ku mohon katakan semua kegundahan mu. Di sini yang bermasalah adalah aku, aku tidak mau kau ikut-ikutan memikirkan banyak hal hanya karena terlibat dengan ku."

Iruka mengangguk paham. "Baiklah, aku berjanji."

"Bagus. Soal pertanyaan mu tadi, sejujurnya aku tak memiliki jawaban yang pasti. Aku juga tidak tau kenapa sharingan ini memilih chakra mu. Kau ingat saat pertama kali kau melihat ku dalam keadaan seperti itu? Awalnya aku sungguh tidak berniat menemui mu, saat aku melihat mu dari kejauhan, aku secara insting mendekatimu. Lalu, semua itu terjadi. Sharingan ku tiba-tiba bereaksi, dan aku merasakan sakit di sekujur tubuh ku, dalam kesadaran yang hanya tinggal setipis helai rambut, yang ku inginkan hanya rasa chakra mu."

"Eh? Jadi waktu itu Kakashi-san memang sudah berniat menghampiri ku? Dan pertemuan kita itu bukan kebetulan?"

Kakashi mengangkat bahu. "Kurang lebih seperti itu. Karena sebelumnya aku tidak kepikiran akan bertemu dengamu. Saat aku melihat dirimu sebelum sampai di gerbang Konoha, aku menghampiri mu, lalu semua itu terjadi."

"Bagaimana bisa?"

Kakashi menggeleng. "Aku tidak tau, aku sama sekali tak mengerti. Aku hanya mengikuti insting. Entah kau sadar atau tidak, saat kita bertemu tingkah laku ku pasti cukup aneh, karena memang aku tidak berniat menemuimu."

Iruka memegangi kepalanya. Terlalu kaget menerima informasi yang sangat tiba-tiba. Jika memang benar yang dikatakan Kakashi, lantas sebenarnya kekuatan apa yang ada di dalam sharingan itu hingga menarik Kakashi mendekat padanya? Lebih dari itu, kenapa dirinya?

"Maaf karena aku tak mengatakannya sejak awal. Ku pikir itu tak terlalu penting. Aku tidak mengira kalau kau memikirkan semuanya sedalam ini."

Iruka menggeleng, ia mengusap bahu Kakashi pelan. "Kakashi-san tidak perlu minta maaf, memang benar jika aku memikirkan ini sejak lama, tapi toh aku baru berani menanyakannya sekarang."

"Kenapa kau tidak menanyakannya sejak awal?"

Iruka menunduk. "Aku takut."

Kakashi membelalak. Bahkan Iruka takut padanya? Seberapa mengerikannya kah ia di mata orang lain?

Kakashi tersenyum miris. Ia menepuk kepala Iruka, meski gerakannya kaku, sebisa mungkin ia memberikan ketenangan pada partner yang telah berjasa dalam hidupnya.

"Aku tidak tau semengerikan apa pandangan orang-orang padaku, aku juga tidak akan pernah mengakui kalau aku baik, tapi ku harap kau bisa perlahan menghapus rasa takutmu padaku."

Kakashi berdiri, yang seketika membuat Iruka mendongak bingung. "Kakashi-san?"

"Aku pulang dulu. Terimakasih makanannya."

"Eh tapi-" Iruka menahan pergelangan tangan Kakashi, membuat jonin bermasker itu berbalik menatapnya.

Iruka menggigit bibirnya, dan melepaskan genggamannya. "Tidak ada, maafkan aku. Hati-hati di jalan Kakashi-san."

Sepeninggal Kakashi, Iruka jatuh terduduk bersandar di daun pintu. Dadanya terasa terhimpit entah karena apa,  dan rasanya sakit sekali.

TO BE CONTINUE

A/N: happy reading. See you in the next ff bye~

KakaIru (ManXMan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang