Bag 7

1K 72 3
                                    

Di perjalanan kembali ke apartemen kami tak banyak bicara. Mungkin Iqmal juga masih kaget dengan pengakuanku tadi.

"Makan dulu yuk." Iqmal akhirnya memecah keheningan.

"Pulang dulu deh ganti baju, atau engga makan di rumah aja. Bunda pasti udah masak." aku menolak, karena jujur saja aku sudah sangat lelah ingin cepat-cepat istirahat. Dari subuh dan sekarang sudah menjelang sore kami masih di perjalanan pulang.

"Yaudah kalau gitu." Kembali hening, aku sendiri bingung apalagi yang harus di bahas.

Tak lama kami sampai, karena jaraknya memang tidak terlalu jauh. Setibanya di dalam, bunda, ayah teteh dan Naya sedang makan.

"Akhirnya kalian pulang juga. Kemana dulu sih de, kasian Raranya cape nanti." ucap bunda sedikit khawatir padaku, seraya menghampiriku lalu mengusap pipiku lembut. "Bersih-bersih dulu sana nak, terus makan ya, bunda sudah masak."

"Iya bunda,aku ke kamar dulu ya."

Aku lalu masuk kekamar, mandi, ganti baju lalu kembali ke meja makan. Ayah, teteh dan Naya sudah beres makan dan sedang duduk-duduk di ruang tengah, sedangkan bunda masih menungguku untuk makan, juga Iqmal terlihat disana bersama bunda sedang makan.

"Nah ayok makan nak." ucap bunda saat melihatku datang.

"Iyah bunda." jawabku singkat, lalu duduk di samping Iqmal dan berhadapan dengan bunda.

Aku masih belum sanggup kalau harus bertatapan dengan Iqmal langsung, jadi lebih baik lihat bunda daripada jadi grogi nantinya.

"Kamu beneran ga mau pulang bareng kita ra ?" tanya bunda di sela makanku.

"Iya bunda, bsok ud hrus plng. Karena lusa malam aku udah ada acara lagi."

"Sendiri ?" tanya Iqmal memastikan.

"Iya sendiri, ga apa-apa kok ga terlalu lama juga kan di pesawat. Nanti di jemput ka Fatir paling kalo udah sampe."

"Kenapa ga bareng aja sih?  Tunggu beberapa hari lagi aja." Iqmal menawarkan.

"Ga bisa Mal. Ga enak sama Ka Rima karena udah ada janji. Lagian urusan ku disini udah selesai kok." jawabku tetap berusaha fokus pada piringku, agar tak perlu melihat Iqmal.

Iqmal tak menjawab, begitupun bunda. Aku cepat-cepat menghabiskan makanku, karena ingin segera rebahan. Setelah beres aku izin masuk kamar ke bunda, karena capek, sekalian mau telpon mama untuk mengabari. Iqmal masih tak banyak bicara. Biarlah, biar dia menikmati kebingungannya..

....

Ya ampun ternyata aku ketiduran. Setelah telpon mama tadi saking capenya aku langsung pules. Kulihat jam sudah pukul 11 malam waktu melbourne. Aku tidak melihat teh Ocha, hanya ada Naya tidur di samping ku. Di luar juga sudah sepi, pasti ayah dan bunda juga sudah tidur.

Aku bergegas keluar kamar pengen minum, tenggorokanku terasa kering. Aku berjalan perlahan, bahkan membuka pintu pelan-pelan takut Naya kebangun.

Saat mau jalan menuju dapur aku melihat pintu balkon sedikit terbuka. Aku jadi penasaran siapa yang ada disana. Aku pun berjalan menuju balkon, masih tetap perlahan agar tidak berisik. Sudah agak dekat, ternyata terlihat Iqmal dan teh Ocha sedang ngobrol disana. Tadinya aku ingin ikut nimbrung,  tapi tidak jadi. Karena ketika akan mendekat aku mendengar Iqmal seperti menyebut namaku.

Deg..

Aku langsung mengurungkan keinginanku, dan diam d balik pintu saja. Maaf ya kalau aku jadi menguping, sumpah aku sangat penasaran tentang apa yang sedang mereka bicarakan.

"Aku harus gimana teh?"

"Ya ikutin aja kata hati kamu de."

"Kenapa baru sekarang teh?" ucap Iqmal seperti putus asa. "Kenapa aku dulu ga seberani Rara sekarang.? Padahal apa yang Rara rasain juga aku rasain dulu."

Apa?  Apa aku ga salah dengar?  Kamu paham kan apa yang Iqmal katakan? Aku rasa kamu pasti paham jadi aku tidak perlu menjelaskan lagi. Aku sedikit senang, tapi juga sedih. Entah kenapa perasaan itu harus datang bersamaan.

"Rara bilang ke teteh, dia ga minta kamu balas apa yang dia rasain. Dia hanya ingin kamu tau. Tapi kan teteh juga tau kalo kamu juga punya perasaan yang sama dengan Rara. Ini cuma karena waktu aja yang kurang tepat. Teteh senang denger semua ini, tapi teteh juga ga boleh bersikap tidak adil sama Ziya. Makanya, teteh bilang ikutin kata hati kamu. Karena kamu yang rasain." jelas teh ocha panjang lebar

Teteh benar, ini ga akan adil untuk Ziya. Ga akan semudah itu. Aku juga perempuan, gimana perasaannya coba, kamu bayangkan deh kalau kamu di posisi Ziya.

Ya memang aku suka Iqmal, tapi aku juga tidak mau menyakiti hati orang lain. Ini yang aku maksud tadi, aku senang atas apa yang Iqmal rasakan terhadapku, sekaligus sedih, karena aku sadar aku tidak bisa bersamanya.

Iqmal tidak menjawab. Tetehpun diam. Aku rasa sudah cukup, akupun kembali ke kamar, rasa hausku kini sudah hilang. Aku hanya ingin kembali tidur, dan berharap kalau semua ini hanya mimpi, kalau ternyata aku sedang di jakarta bukan di melbourne, tapi aku sadar betul, ini benar-benar terjadi. Mungkin keputusan ini salah.

Sadar Ra, jangan banyak berharap..

Terpendam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang