Bag 14

1.2K 96 23
                                    

Rasanya ingin sekali menangis saat itu jg, tapi ku tahan. Aku hanya ingin terlihat baik-baik saja di depan Iqmal. Walaupun sebenarnya tak apa sesekali mengakui kalau kita tidak sedang baik-baik saja.

Kulepaskan genggaman tangannya perlahan, lalu kusentuh pipi kanannya lembut, menatapnya sedikit lebih lama, lalu tersenyum. "Iya, Mal." singkat saja, dia pasti paham walau tidak di jelaskan panjang lebar.

Lalu kuturunkan tanganku, terasa sangat canggung setelahnya. Aku terdiam, Iqmalpun sama, seperti sedang berfikir mencoba mencari topik pembicaraan lain.

"Jadi mau apa Mal kamu kesini?" tanyaku memecah keheningan yang terjadi beberapa saat.

"Cari kamu." jawabnya singkat.

"Iya mau apa ?"

"Ga tau, mau ketemu aja."

"Hahahaha. Aneh." ucapku sambil tertawa,karena benar-benar tidak jelas.

"Habis susah banget hubungin kamu, sibuk. Jadi langsung samperin aja kerumahnya,biar ga kabur lagi."

"Haha siapa juga yang kabur. Eh, bunda apa kabar?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Alhamdulillah baik. Bunda sama ayah titip salam buat kamu."

"Udah setaun ga ketemu, kangen banget. Salamin balik ya. Nanti aku telpon bunda ah."

"Iya nanti di sampein. Sama anaknya kangen ga ?" ucapnya menggodaku.

"Teh Ocha ? Kangen juga lah." Iqmal lalu cemberut seperti kecewa mendengar ucapanku,  membuatku sedikit tertawa melihatnya. "Ziya sehat ? Awet ya kalian. Seneng liatnya."

"Ziya ?" ucap Iqmal balik bertanya, aku hanya mengangguk tidak menjawab. "Aku sama Ziya udah putus Ra. Udah berapa lama ya aku jomblo ?" jawabnya seperti bertanya pada diri sendiri.

"Hah putus ? Kenapa?" aku sangat terkejut, sampai nada suaraku terdengar sedikit berteriak.

Senang ? Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku sangat senang mendengarnya ? Tapi tunggu, menurut kalian aku harus senang atau sedih, karena ini bukan berita yang baik bagi Iqmal, aku yakin dia pasti sangat terpukul, karena setahuku Iqmal dan Ziya sudah lumayan lama menjalin hubungan itu. Ini pasti sangat tidak mudah baginya.

"Iya, sudahlah ga perlu di bahas. Kita putus secara baik- baik kok, dia juga masih kerja di management ku, ga ada masalah. Biarlah, dia juga bekerja secara profesional dan baik."

"Mal, gimana rasanya putus kedua kalinya dengan orang yang sama ?" tanyaku sedikit ragu, tapi entah kenapa ingin sekali menanyakan itu. Bahkan Iqmal sedikit kaget mendengarnya.

Ya benar, Ziya itu adalah mantan Iqmal sewaktu masih sekolah. Mereka putus dulu karena apa sih aku kurang tahu, bukan urusanku juga. Tapi itulah yang aku tahu sedikit tentang Iqmal dan Ziya, sampai akhirnya Ziya bekerja di management Iqmal untuk mengurus bandnya, dan mereka balikan lagi beberapa tahun yang lalu, tapi sekarang malah putus lagi.

"Tenang Mal, jodoh ga akan kemana, siapa tahu bisa balikan lagi." ucapku mencoba menenangkan.

"Kalau ga jodoh juga ga apa-apa. Dia juga udah sama yang lain Ra."

Sepertinya Ziya sudah move on dari Iqmal, mendengar dari apa yang Iqmal ucapkan tadi. Entahlah, aku tidak ingin banyak bertanya lagi tentang apa yang sebenarnya terjadi, karena sepertinya Iqmal juga tidak mau bercerita banyak.

"Biarlah Ra ga perlu di fikirin. Aku sama kamu aja ya? Mau ga?" pertanyaan macam apa ini ? Benar- benar buat aku kaget dan bingung.

"Ga mau ah. Cuma jadi pelarian kamu doang kalau gitu." jawaban itu yang keluar dari mulutku, entah kenapa aku tidak ingin menanggapi serius ucapan Iqmal.

"Aku udah move on Ra dari Ziya. Udah 7 bulan lebih loh aku putus sama dia. Kalo putusnya baru kemarin sih kamu boleh deh ngerasa kalo kamu cuma pelarian aja."

Sudah 7 bulan putus ? Jadi ingat sekitar beberapa bulan lalu terakhir aku lihat story Iqmal yang isinya hanya gambar angka 1. Mungkin itu maksudnya single, ah entahlah atau mungkin hanya perkiraanku saja.

"Syukur lah kalo udah move on. Trus kegiatan apa aja selama beberapa bulan terakhir.?" aku kembali mengalihkan pembicaraan, aku jadi salah tingkah sendiri, aku belum siap kalau Iqmal menagih jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Ga jauh bedalah sama kegiatan kamu Ra. Kerja. Sama nunggu orang yang ga muncul-muncul."

"Janjian sama siapa emang sampe 7 bulan ga ketemu-ketemu?"

"Ga janjian sih, cuma ga tau kenapa dia tiba-tiba menghilang udah setaun belakangan ini." aku rasa aku tahu siapa yang Iqmal maksud, pasti aku.

"Aku juga bodoh ga pernah berusaha mau ngehubungin dia, bahkan aku cuma bisa nunggu. Berharap bisa bertemu dengan dia tanpa sengaja. Kamu pasti tahu, dulu aku selalu malas untuk hadir keundangan gala premier film. Tapi beberapa bulan belakangan aku jadi rajin hadir, karena berharap dia juga datang, tapi nyatanya ga pernah ketemu. Sampai akhirnya kemarin itu aku udah mutusin untuk jadi undangan terakhir gala premier film yang aku datengin, kalo setelah itu aku ga juga ketemu sama dia, aku akan nyerah, mungkin memang bukan jodoh. Karena selama nunggu aku juga berusaha meyakinkan diri aku sendiri, apakah aku memilih orang yang tepat. Dan Allah memberi jawabannya kemarin. Itulah mungkin alasannya kenapa aku ada disini sekarang." jelas Iqmal panjang lebar.

Cukup, aku sudah tidak tahan dan akhirnya aku menangis. Sesak, airmataku mengalir tanpa terkendali lagi. Iqmal menggeser posisi duduknya menjadi berhadapan denganku. Dia menghapus airmataku dengan tangannya, mengusap pipiku lembut. Malah semakin membuat aku ingin menangis.

"Maaf ya Ra, aku ga seberani kamu untuk jujur atas apa yang sebenarnya aku rasain juga dari dulu. Aku malah takut, dan jadi menyakiti kamu." tangisku semakin pecah, Iqmal memegang tanganku erat, sambil sesekali menghapus airmataku yang tidak berhenti mengalir.

"Tapi sekarang aku udah ga takut Ra, aku akan perjuangin kamu dengan berani." lanjutnya sambil trrsenyum. "Mau kan Ra?" tanyanya lagi, mengulang pertanyaan yang belum ku jawab tadi.

Aku tidak menjawab, aku bingung. Tapi kenapa harus bingung? Mungkin ini terlalu mendadak untukku, aku hanya belum siap dan tidak pernh terfikir bakal sampai sejauh ini.

Iqmal mengusap lembut rambutku lalu pipiku. Kemudian mengecup ujung kepalaku perlahan, kembali menggenggam tanganku erat. Aku hanya diam saja, mematung, seperti sedang mencerna semua yang terjadi dengan begitu cepat.

"Ga perlu jawab Ra, kamu cukup liat aja, seserius apa aku merjuangin ini. Aku ga main-main sama semua ini. Yang perlu kamu tahu Ra, aku juga sayang sama kamu."

Ku peluk Iqmal tanpa ragu, diapun membalas pelukanku, erat. Aku semakin menangis, menangis bahagia lebih tepatnya. Kamu juga pasti merasakan betapa bahagianya aku saat ini.

....





Cuapcuap penulis..

Terima kasih atas semua respon positif dari para pembaca. Saya sangat senang kalian sangat menikmati apa yang saya tulis.

Saya sangat sayang alesha, anggap saja ini menjadi doa dari saya untuk mereka . Siapa tahu doa-doa ini bisa menjadi kenyataan di kehidupan mereka kedepannya.

Insha allah masih akan ada lanjutannya, karena ini semua baru di mulai.

Ava Naeema Martian ❤️

Terpendam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang