Bag 15

1.3K 79 14
                                    

Ku lepaskan pelukan Iqmal perlahan, menghapus airmataku yg sudah mulai mereda. Iqmal menatapku lekat, sambil sesekali membelai lembut rambutku, ini benar-benar sangat membuatku malu sekaligus senang.

"Aku udah bukan lagi bocah boyband umur belasan tahun Ra. Yang dulu masih suka kesana kesini mencoba banyak hal baru. Sekarang, kuliahku udah selesai, biarpun ga menutup kemungkinan akan kuliah lagi. Aku sangat menikmati pekerjaanku, sangat enjoy dengan bandku,aku sangat bersyukur karena selalu di support sama keluarga atas apapun yang ingin aku lalukan. Dan aku rasa udah saatnya untuk mulai memikiran diriku sendiri, aku juga butuh seseorang yang bisa aku jadikan 'rumah' untuk pulang. Rasanya sekarang bukan lagi waktunya untuk main-main, aku ingin menjalani ini dengan lebih serius. Biarpun aku ga bisa menjanjikan akan sampai sejauh mana nantinya, dan aku juga ga bisa menjanjikan banyak hal yang mungkin kamu harapin dari aku. Aku cuma bisa pastiin, kalo aku ga main-main sama kamu. Tapi jika Allah kehendaki, bunda, ayah sama mama kamu juga setuju, kenapa engga kalo nanti kita ketahapan yang jauh lebih serius lagi dari ini. " mendengar kalimat terakhir Iqmal membuat pipiku memerah, malu.

Mimpi apa aku semalam, ketika sudah tidak mau banyak berharap lagi, Iqmal malah datang hari ini, membawa banyak kebahagiaan untukku.

"Kamu hanya perlu pastiin aja, kalo aku memang bisa jadi 'rumah' untuk kamu pulang, itu udah cukup buat aku Mal." ucapku lalu tersenyum padanya. "Dengan begitu, sejauh apapun kamu akan pergi, kamu tetap akan kembali ke aku."

Iqmal tersenyum puas mendengar jawabanku. Meraih kedua tanganku lalu menciumnya. Walau sedikit malu aku memberanikan diri mencium keningnya perlahan. Iqmal terlihat kaget tapi lalu tersenyum senang.

"Jadi kita jadian nih ?" tanya menggodaku. Aku tidak menjawabnya, hanya terseyum. Entah sudah berapa kali aku bilang kalau aku malu, dan ini benar-benar membuat aku salah tingkah "Udah bukan umurnya ya kita tembak-tembakan kaya anak abg, umuran kita ini harusnya udah lamar-lamaran bawa keluarga."

Aku tertawa, Iqmalpun sama. Membuat suasana tidak setegang sebelumnya.

Aku ambil ponselku, lalu ku cari nomor telpon seseorang yang sudah sangat aku rindukan.

"Nelpon siapa.?" tanya Iqmal bingung. Tidak ku jawab, aku masih senyum-senyum sendiri sambil menunggu seseorang menjawab telponku, lalu tidak lama terdengar suara dari seberang sana, aku segera memencet tombol speakers agar Iqmal juga ikut mendengar pembicaraan kami.

"Halo assalamualaikum." seseorang bersuara lembut menyapa, suaranya masih sama, tidak pernah berubah dari pertama kali aku mengenalnya. Aku rasa Iqmal juga kenal, karena dia nampak terkejut ketika mendengarnya.

"Waalaikumsalam bunda. Apa kabar?"

"Alhamdulillah baik, ini siapa ya ?" sepertinya bunda lupa padaku, tidak apa, karena memang sudah lama kami tidak telponan. Iqmal sepertinya ingin ikut bicara, tapi segera kututup mulutnya, mengisyaratkan agar aku saja melanjutkan. Tapi bukan Iqmal namanya kalau menurut saja, dia sangat senang sekali menggangguku.

"Calon mantu bunda." celetuk Iqmal kemudian. Sebal, kucubit lembut tangan Iqmal,dan dia meringis kesakitan.

"Rara? Ya allah nak, bunda kangen." terdengar sekali bunda sangat senang mengetahui aku yang menelpon.

Tapi tunggu, bagaimana bunda bisa tahu kalau yang menelpon aku, padahal Iqmal hanya bilang calon mantu tidak menyebutkan namaku. Aku menatap Iqmal seperti minta penjelasan.

"Aku bilang bunda tadi mau kesini." Iqmal menjelaskan.

Oke baik tidak aneh, Iqmal sangat dekat dengan bunda, sudah pasti dia juga cerita banyak hal tentang aku pada bunda. Eh, kok aku jadi kegeeran gini, padahal belum tentu itu benar, bisa jadi Iqmal hanya pamit dan bilang mau kerumahku.

Terpendam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang