Sampai di bandara Iqmal membantuku membawakan koper, kulihat ponselku ternyata masih 1 jam lagi jadwal pesawatku.
"Masih sejam lagi ya ?" tanya Iqmal kepadaku seperti tahu apa yang ku fikirkan. Aku hanya mengangguk tak menjawab. "Duduk dulu yu." Ajaknya lalu berjalan menuju bangku di ruang tunggu bandara.
Aku rasa sekolah di luar negeri itu memang asik untuk kami yang berkerja di dunia hiburan ini, jauh dari sorotan media itu sangat sulit sekali bila di indonesia. Tapi disini kita bisa bebas ngelakuin apa saja, tanpa khawatir di komentarin para netizen atau di buntutin media. Rasanya seperti orang biasa pada umumnya, belajarpun lebih tenang dan fokus, ya biarpun sedih harus jauh-jauh dengan keluarga, tapi selama ini tentang kebaikan aku yakin itu tidak masalah.
"Thanks ya Mal."
"Aku yang makasih Ra. Makasih udah mau kesini datang ke acara wisuda aku." sambil tersenyum manis.
Tahan Ra, jangan meleleh dulu.
"Ah iya, aku ada sesuatu nih buat kamu." lanjut Iqmal sambil membuka tas ranselnya. Dia mengeluarkan setangkai mawar, cokelat dan sebuah kotak kecil berwarna merah maroon. "Nih sedikit oleh-oleh." lalu menyodorkannya padaku.
"Jadi tadi keluar beli ini." ucapku lalu mengambil barang-barang pemberian Iqmal.
"Iya.. Maaf ya cuma itu. Aku ga keburu cari yang lain."
"Iya ga apa-apa kok, padahal ga usah repot-repot. Tadi bunda juga udah kasih oleh-oleh buat aku." Ya memang bunda menitipkan sedikit oleh-oleh untuk mama. "Ini di buka ya ?" tanyaku sambil memegang kotak kecil merah maroon itu.
"Nanti aja ya kalau udah di jakarta."
"Loh kenapa ?" tanyaku heran.
"Ga apa-apa, nanti aja ya, jangan sekarang." pintanya sedikit memelas.
"Ok kalau gitu. Makasih ya Mal." lalu kumasukan cokelat dan kotak itu kedalam tas, sedangkan bunganya ku pegang, takut rusak.
Sesekali ku cium bunga itu, wangi, aku suka. Sambil senyum-senyum sendiri, sampai lupa kalau masih ada Iqmal di sebelahku.
"Daripada ciumin bunganya mending nyiumin yang ngasihnya nih." ledeknya sambil menyodorkan pipinya ke arahku. Ku dorong lembut pipinya dengan jariku.
"Yey maunya." lalu aku tertawa melihat Iqmal meringis kesakitan mengelus-elus pipinya.
Tak lama terdengar bunyi ponsel Iqmal. Terlihat sekilas ternyata Ziya yang menelpon. Aku langsung membuang muka, pura-pura tidak lihat. Tapi Iqmal tidak menjawab telponnya.
"Angkat aja."
"Gampang, bilang aja lagi tidur." lalu memasukan kembali ponselnya ke kantong jaketnya.
"Tidur kok di bandara hahaha." Iqmalpun ikut tertawa.
Panggilan untuk pesawatku sudah terdengar,aku bergegas untuk masuk. Lalu pamit pada Iqmal.
"Peluk boleh ?" tanyanya tanpa ragu, tapi aku yang malu, asli jantungku rasanya mau copot. Belum juga sempat menjawab Iqmal sudah memelukku, meski malu akupun membalas pelukannya. Hangat.
"Kita ga akan tahu kedepannya akan seperti apa, tapi aku selalu doakan kamu bahagia dan dapat yang terbaik." ucap Iqmal berbisik di telingaku. Sesak, aku mencoba menahan agar tidak menangis.
"Kamu juga ya Mal, sukses dan bahagia terus sama apapun yang kamu pilih."
Iqmal melepaskan pelukannya, lalu mengusap rambutku lembut.
Cup..
Bibir lembutnya mendarat di keningku, aku sangat terkejut, aku yakin jantungku benar-benar akan copot setelah ini. Iqmal juga mengusap kedua pipiku dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpendam
FantasyTerinspirasi dari Alesha (Iqbaal dan Vanesha) dan semua ini real hanya khayalan, tapi doakan endingnya menjadi kenyataan untuk kehidupan Alesha. Nama sengaja di bedakan. selamat membaca