Jam 9 kulihat Iqmal baru bangun, lebih tepatnya di bangunin bunda. Ternyata sebelum aku bangun tadi subuh dia sudah bangun lebih dulu untuk solat lalu tidur lagi. Selama kami disini dia selalu tidur di depan ruang TV.
Iqmal masih berusaha mengumpulkan nyawanya, masih mengucek matanya sambil guling-guling di kasur. Seakan tak ingin beranjak untuk bangun. Lucu sekali, seperti anak kecil yang masih mengantuk, aku sedikit tertawa melihatnya begitu.
"Jangan ketawa. " ucapnya ketus, aku langsung diam menghentikan tawaku, kaget juga karena Iqmal bisa seketus itu padaku. "Ketawa kamu itu Bagus."
Mendengar Iqmal mengucapkan itu aku malah semakin ingin ketawa, kalimat yang ada di salah satu adegan film kami dulu.
"Hahahaa"
"Malah makin gede ketawanya. Seneng ya kamu liat aku di gebrak-gebrak bunda biar bangun."
"Hahahaaha, ya lagian udah siang Mal. Dari dulu kebluk ga ilang-ilang."
"Ngantuk tau, malem cuma tidur berapa jam."
"Lagian suruh siapa begadang" celetuk Teh Ocha yang sedang berada di dapur dengan bunda.
"Iya, mikirin sesuatu yang bikin ga tenang." ucap Iqmal sambil melirik kepadaku, lalu sedikit tersenyum. Aku buru-buru membuang muka. Aku tahu sekali apa yang di maksud Iqmal.
"Yasudah sana mandi terus makan. Kamu mau jadi kan antar Rara ke Bandara?" tanya bunda saat kembali dari dapur.
"Aku sendiri juga ga apa-apa bunda, ga perlu di antar. " tolak ku segera. Entah akan seperti apa nanti rasanya, saat harus di antar ke bandara oleh Iqmal. Saat harus kembali berpisah dengannya. Aku hanya tidak ingin terasa semakin berat.
"Aku yang mau, dan kamu ga perlu setuju buat hal itu. " jawab Iqmal lalu pergi untuk mandi.
Bunda melirik kepadaku, lalu tersenyum dan kembali ke dapur. Aku hanya mematung, bingung harus bagaimana.
Hati, semoga kamu mengerti dan tetap tenang.
....
Jam 2 aku sudah bersiap untuk pulang. Bunda, ayah, teh Ocha dan Naya sudah berkumpul di ruang tamu. Iqmal? Entahlah dia kemana, lebih Bagus malah kalau dia tidak ada, aku jadi tidak perlu di antar ke bandara olehnya.
"Berangkat sekarang Ra? Tunggu sebentar, Iqmal pasti bentar lagi sampe. " tanya ayah ketika aku sudah ikut berkumpul di ruang tamu.
"Iy sebentar Ra tunggu Iqmal dulu. Bunda ga akan izinin kamu ke bandara sendiri. "
"Hehe iya siap. Kemana emang bun Iqmalnya?" jawabku basa-basi. Aku tidak bisa menolak juga sebenarnya, ga enak sama ayah dan bunda yang sudah sangat baik kepadaku.
"Keluar sebentar katanya Ra. Tunggu aja. " jawab teh Ocha kemudian.
Kamipun saling berbincang. Sekitar 10 menit kemudian Iqmal datang.
"Udah siap? Yuk berangkat sekarang. " tanyanya to the point. Lalu membawa koperku keluar.
Aku pamit ke ayah, bunda dan teteh.
"Aku pulang ya. Makasih udah mau nerima aku di sini ."
"Hati-hati ya Ra. " ucap ayah saat aku Salam mencium tangannya.
"Kabari bunda ya nak kalau sudah sampai. " lanjut bunda, akupun mecium tangannya lalu memeluknya.
"Hati-hati ya Ra. Salam untuk keluarga di rumah." Teh Ocha kemudian juga memelukku. Lalu aku juga memeluk Naya dan mencium anak cantik itu.
"Makasih ya semua. Assalamualaikum. "
"Walaikumsalam. " ucap ayah, bunda dan teteh berbarengan.
Akupun bergegas menuju taksi yang sudah di pesan Iqmal. Dia ada disana menungguku masuk, lalu taksi melaju menuju bandara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpendam
FantasyTerinspirasi dari Alesha (Iqbaal dan Vanesha) dan semua ini real hanya khayalan, tapi doakan endingnya menjadi kenyataan untuk kehidupan Alesha. Nama sengaja di bedakan. selamat membaca