Bag 17

1K 61 16
                                    


Pekerjaanku beres sekitar pukul 7 malam, aku sudah mengabari Iqmaal tapi belum ada balasan, aku telponpun tidak di jawab. Mungkin pekerjaannya belum selesai.

Aku bergegas ganti baju bersiap untuk pulang. Ka Rima masih sibuk mengurus banyak hal, Ka Sendi masih sibuk membereskan barang-barang ku.

Terlihat dari jauh Rama menghampiri dan duduk di salah satu kursi di sampingku. Dia sudah terlihat siap akan pulang.

"Pulang sama siapa Ra ?"
"Belum tau Ram, lagi nunggu kabar yang mau jemput."
"Yaudah bareng aku aja yuk."
"Duh gimana ya, aku tunggu kabar dulu deh. Aku bantu Ka Sendi dulu ya Ram."

Aku bergegas bangun dan menghampiri Ka Sendi. Tidak berniat membantu sebenarnya, hanya ingin menghindar dari Rama saja.

Dulu saat belum bersama Iqmal rasanya aku nyaman- nyaman saja bisa dekat dengan Rama, kenapa sekarang aku malah merasa mesti menjaga jarak dengan Rama, aku hanya tidak ingin Iqmal salah paham.

Ku lihat ponselku Iqmal masih belum merespon, mungkin dia masih sibuk. Aku tidak ingin mengganggu pekerjaannya, jadi aku putuskan untuk pulang bersama Ka Rima atau Ka Sendi saja.

Aku sedang berjalan menuju parkiran, bersama Ka Rima dan Ka Sendi. Dari belakang terdengar seseorang memanggil aku pun berbalik untuk melihat siapa,dan ternyata itu Rama.

"Ra.. Rara." terlihat Rama sedikit berlari menghampiri kami.

"Iy Ram kenapa ?"
"Jadinya di jemput ga ? Udah bareng aku aja ya?" ucap Rama kembali menawarkan untuk pulang bareng, kenapa dia tidak mau menyerah juga.

"Aku sama Ka Rima aja deh Ram. Masih ada yang mau di obrolin." tolak ku sedikit berbohong pada Rama.

"Ngobrolin apa,kan bisa besok lagi." Rama mulai sedikit memaksa.

"Ada perlu Ram sma Ka Rima." aku masih menolak, Ka Rima dan Ka Sendi tidak berbicara apapun, mereka terlihat tidak mau ikut campur.

"Ayo donk Ra, sekali ini aja balik bareng aku."

Aku tidak ingin menjawab lagi, geram rasanya. Kenapa Rama begitu memaksa, dia tidak mengerti juga kalau aku tidak ingin pulang dengannya. Kesal.

"Rara..." terdengar suara seseorang yang begitu aku kenal dari arah lain, aku bergegas mencari sumber suara itu, dan benar saja kan, itu Iqmal. Dia terlihat tergesa berlari kearahku. Senang sekali melihat Iqmal datang, aku jadi tidak perlu pulang dengan Rama.

"Maaf ya lama. Beres kerjaan aku langsung kesini."
"Padahal kalo ga bisa jemput ga apa-apa Mal." ucapku merasa tidak enak, walaupun sebenarnya aku sangat ingin di jemput Iqmal.

"Bisa kok, kan tadi siang udah bilang mau jemput. Yaudah kita duluan ya. Ram, duluan ya." ucap Iqmal pamit ke Ka Rima, Ka Sendi juga Rama.

"Ok hati-hati ya." ucap Ka Rima dan Ka Sendi berbarengan.

Sekilas terlihat Rama yang kebingungan, entah dia akan bertanya apa pada Ka Rima dan Ka Sendi. Aku memang belum cerita masalah Iqmal ke Rama, biar saja, kalaupun sekarang dia jadi tahu bahwa Iqmal pacarku, itu bagus kan.

"Untung kamu dateng."
"Emang kenapa ?"
"Iya kalo ga aku harus pulang sama Rama. Dia daritadi maksa terus mau anter aku pulang, padahal aku udah bilang aku mau pulang bareng Ka Rima."

Iqmal tidak menjawab, dia menyalakan mobilnya dan mulai berjalan meninggalkan parkiran.

"Makan dulu ya, kamu udah makan ?" tanya Iqmal yang sesekali melirik kepadaku karena masih terus fokus menyetir.

"Boleh, aku juga laper."

Mobilpun melaju melewati jalan jakarta di malam hari. Iqmal mencari restoran cepat saji terdekat yang ada drive thru nya. Karena kami backstreet jadi kami bergerak sangat terbatas, maka seperti biasa kami akan makan di dalam mobil, lebih santai dan ga akan ada yang sibuk membicarakan kami.

Iqmal memesan beberapa makanan dan minuman. Lalu parkir di sana, kamipun segera menyantap makanan yang sudah kami beli. Iqmal terlihat lahap, mungkin dia benar-benar cape hari ini, karena harus antar jemput aku di sela-sela pekerjaannya.

"Pelan-pelang Mal." ucapku lembut, Iqmal tidak menjawab masih sibuk melahap makannya. "Besok-besok kalo ga sempet anter ato jemput ga apa-apa kok Mal, aku bisa berangkat sama Ka rima. Kasian kamu jadi kejar-kejaran sama kerjaan."

"Tapi aku mau Ra, aku mau jemput dan anter kamu kalo emang aku bisa."

"Iya ga apa-apa kalo emang ga sibuk Mal. Aku juga seneng kok. Tapi kalo emang ga memungkinkan ga perlu maksain, kamu jadi repot ngurusin aku juga."

"Engga repot kok Ra. Eh iya, lusa bunda pengen kamu ke rumah. Bisa.?" tanya Iqmal mengganti topik pembicaraan.

"Mau ada apa?"
"Ga ada acara apa-apa sih, cuma Teh Ocha, Naya dan Mas Adi kan besok mau pada ke rumah, jadi bunda pengen kamu juga main."
"Lusa tuh aku pagi ada kerjaan, tapi cuma sampe siang kok, ga apa-apa aku kerja dulu ?
"Oke ga apa-apa, sorean juga boleh. Aku juga mau latihan dulu siangnya. Ato ga, abis beres kerjaan kamu aku jemput ya, jadi kamu ikut aku latihan dulu baru berangkat, gimana .?"
"Yaudah boleh."

Iqmal tersenyum lalu kembali menghabiskan makanannya. Meski hanya makan di dalam mobil, atau di rumah jika bersama Iqmal selalu terasa lebih menyenangkan. Kami hanya perlu bersama, sampai waktu yang benar-benar tepat datang, dan kami tidak perlu bersembunyi lagi.

....

Mobil berhenti tepat di depan halaman rumah Rara, rumah sudah terlihat sepi, karena jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Jika sedang bersama Iqmal waktu terasa berjalan sangat cepat, dan rasanya tidak pernah cukup di pakai untuk berbincang banyak hal.

"Cepet banget sih udah harus pulang lagi." ucap Iqmal menggerutu seperti anak kecil. Aku hanya tersenyum melihatnya, lalu ku dekap lengan kirinya manja.

"Besok kan ketemu lagi, lusa juga, aku juga kan mau main ke rumah kamu lusa Mal." Iqmal mengusap lembut pipiku, wajahnya sangat dekat sekali dengan wajahnya saat ini, tubuhnya sedikit ia miringkan agar aku mudah bermanja padanya.

"Jangan maen doang dong Ra, udah ya tinggal aja di rumah bunda."
"Hahah ngaco kamu."
"Ih malah di bilang ngaco. Mau ga ?"
"Mau ,ya tapi ga sekarang juga Mal."
"Iya, nanti tunggu sah dulu ya, pokonya secepetnya. Amin"
"Amin."

Lucu sekali bila mendengar Iqmal sudah bicara hal-hal yang seperti ini, meski terdengar ngaco, tapi dia selalu serius mengucapkannya. Semoga memang tidak hanya sekedar ucapan main-main, karena aku juga mulai banyak berharap kepadanya.

"Yaudah sana kamu masuk, terus istirahat ya."
"Makasih ya Mal."

Iqmal membelai pipiku lembut, tersenyum hangat lalu mendaratkan kecupannya di kengingku, kamu tidak perlu tanya bagaimana perasaanku, jantungku sudah berdetak tidak karuan di buatnya. Iqmal menciumku lumayan lama, dan aku sangat menikmati hal ini, perlahan dia melepaskannya, lalu ku peluk ia dengan erat, dia pun membalas pelukanku.

"Aku sayang kamu Ra, tunggu aku ya, aku nabung dulu." aku tersenyum mendengar ucapannya.
"aku juga sayang kamu Mal, aku selalu tunggu kamu, Mal."

Aku melepaskan pelukannya perlahan, Iqmal terlihat terkekeh mendengar jawabanku. Akupun bergegas turun dan mengambil beberapa barang bawaanku. Iqmal membuka sedikit kaca jendelanya.

"Hati-hati ya sayang." ucapku sambil melambaikan tangan padanya.
"Iya sayang, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."

Mobil Iqmal berlalu meninggalkan rumah Rara. Rarapun bergegas masuk, merebahkan tubuhnya yang lelah tapi tidak dengan hatinya, hatinya sangat berbunga, seperti inilah setiap harinya, Iqmal tak berhenti membuat Rara selalu tersenyum, senang.

...

Terpendam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang