Acarapun di mulai, sebelumnya sambutan-sambutan dari para cast dan sutradara. Aku jd terkenang masa- masa seperti ini bersama Iqmal di projek film kami dulu. Syuting, promo, nobar, aah rindu rasanya. Semoga suatu saat masa seperti ini ada lagi.
Tak lama filmpun di putar, aku sangat menikmatinya. Sampai di tengah-tengah film aku kebelet ingin ke toilet. Mengganggu saja, gerutuku.
"Ka, aku toilet sebentar ya." izinku pada ka Rima yang duduk di sampingku.
"Ok Ra." jawabnya singkat, karena sedang serius menonton.
Akupun bergegas keluar dari studio, langsung menuju toilet yang jaraknya lumayan jauh dari tempatku saat ini.
Ketika selesai dan keluar dari toilet, aku menghentikan langkahku, karena aku hampir menabrak seseorang yang diam di dekat pintu toilet.
Dan ternyata itu...
"Iqmal? Ngapain disini?" tanyaku sangat kaget. Ya, Iqmal sedang bersandar di tembok samping pintu toilet. Entah apa yang di lakukannya di sana.
"Di kira mau kabur."
"Lah, ngapain juga harus kabur?"
"Ga tau, ngerasa aja. Rasanya kamu lagi ngehindar dari aku."
Deg, aku tidak menjawab. Karena jujur itu benar. Entah bagaimana Iqmal bisa berfikir seperti itu, padahal aku sudah berusaha sebisa mungkin biasa saja ketika berbicara dengannya.
"Nanti kalau udah di rumah aku telpon ya?" lanjutnya kemudian, memecah lamunanku.
Nelpon ? Gimana caranya?
Sejak pulang dari Melbourne aku sudah mengganti nomor telponku, bahkan nomor whatsapp pun aku ganti. Kamu lihat kan seberapa aku sangat serius tentang ini? Aku tidak main-main ingin move on dari Iqmal. Sungguh.
Dan nomor baruku hanya keluarga, management, dan teman-teman terdekatku saja yang tahu.
Silahkan Mal kalau kamu ingin menelpon, coba saja sampai bisa, ucapku dalam hati. Aku hanya nyengir tidak menjawab.
"Rara.." teriak seseorang dari kejauhan, ternyata itu Rama.
"Loh Ram, baru datang ?" aku sampai lupa kalau Rama juga mau datang.
"Iya, macet banget, parah." Rama sedikit terengah, sepertinya dia berlari agar segera sampai sini. "Eh ada Iqmal." sapanya kepada Iqmal.
Rama jelas tahu Iqmal, dulu mereka pernah bertemu beberapa kali saat promo-promo filmku dan Iqmal.
" Ram, apa kabar lo ?" jawab Iqmal, mereka lalu bersalaman.
"Baik, baik. Eh, kalian ngapain disini." tanya Rama heran.
"Ini aku abis dari toilet, papasan sama Iqmal dia mau ke toilet juga, jadi ngobrol dulu sebentar." jelasku sedikit mengarang cerita.
"Ouh gitu. Ini kalo masuk masih sempet kan?"
"Masih kok, ini baru mulai belum terlalu lama kok."
"Yaudah yuk Ra. Mal duluan ya." ucap Rama lalu menggenggam tanganku, menarik untuk bergegas, sampai aku saja kaget, kenapa Rama mesti mengandeng tanganku.?
"Eh, Mal duluan ya."
Kamipun pergi meninggalkan Iqmal kembali masuk ke dalam studio. Meninggalkan Iqmal yang entah melakukan apa setelah itu.
...
Aku sudah di rumah sekarang. Sejak selesai film aku tidak lagi bertemu Iqmal. Baguslah, aku jadi tidak perlu berlama-lama dengannya, walau sebenarnya ingin sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpendam
FantasyTerinspirasi dari Alesha (Iqbaal dan Vanesha) dan semua ini real hanya khayalan, tapi doakan endingnya menjadi kenyataan untuk kehidupan Alesha. Nama sengaja di bedakan. selamat membaca