awal dekat

504 29 0
                                    

Cinta pov

Hari yang membuatku tak bersemangat sama sekali, kalau bukan karena menghargai umi ustadzah anisa, mungkin aku tidak ingin ikut acara dipondok ini. Bujukannya yang membuatku tak enak hati.

Rasa kesalku untuk ikut acara ini karena terpaksa, harus ditambahi dengan bujukan umi anisa karena untuk mengantarkan makanan ketempat para kiyai, ustadz dan para santri. Dengan berat hati, aku membantunya. Perdana aku memunculkan diri pada kaum yang bukan muhrimku. Sungguh deg2an dan ada rasa malu.

Dengan menunduk aku menaruh makanannya, lalu mengucapkan salam saat masuk area yang ternyata ada beberapa ustadz muda dan para santri. Seseorang memanggil namaku, membuatku terkejut saat melihatnya.

Brayen pria dari sahabat pria brengsek menurutku ada dihadapanku saat ini, entahlah dirinya seperti para ustadz yang ada disebelah pria yang kuidamkan itu. Entah kenapa aku menatapnya penuh rasa yang sulit kuartikan.  Zinah mata, sebutan itu membuat tatapanku dan pria itu kembali beralih.

Nama yang brayen sebut membuatku emosi seketika, akupun langsung meninggalkannya. Entah kenapa mendengar namanya saja aku sangat membemcinya. Walaupun dalam islam, memaafkan adalah hal paling allah sukai. Namun, kata itu sangat sulit untuk kuberikan pada pria itu.

Akupun berlalu ketempat yang bukan area dapur, melainkan area yang dekat taman pesantren. Menangis,  itulah yang kulakukan.  Bayangan2 saat bersama pria itu membuatku sesak, tentang kenyataan pahit yang menghancurkan hidupku membuatku semakin membencinya. Kata maaf, entahlah. Semoga allah membuka pintu maaf dari pintu hatiku pada pria itu.

"maaf, ini ukhti hapus air matanya" ucapan itu membuatku meliriknya

Aku terkejut saat dia mendatangiku ditaman, sudah berapa lama aku menangis, akupun tidak menyadarinya.

Pria idamanku kini berada disisiku namun ada jarak yang beberapa meter namun, bisa dijangkau jika dia memberikan sapu tangan itu. Diapun mengisyaratkan aku untuk mengambil sapu tangan itu, dengan ragu akupun mengambilnya dan menghapus air mataku.

"terimakasih " kata itu yang kubisa ucapkan

"maaf, boleh saya nanya sesuatu ukhti? " tanyanya dengan pelan namun bisa kudengar jelas

"tanya apa? " jawabku seadanya

Jefri membuatku menjadi sosok cinta yang dulu lagi, yang cuek pada sekitarnya. Termasuk pria idamanku yang saat ini berada disisiku.

Aku dan dia berbicara tanpa saling pandang, kita hanya lurus kedepan, namun sesekali aku dan dia saling melirik.

"maaf, kalau saya terlalu ikut campur. Sebaiknya, ukhti selesaikan masalah ukhti dengan baik, jangan terlalu banyak menghindar" ucapnya yang membuatku kesal, entahlah aku sekarang hanya mendengarkan orang dengan emosi

"maksud akhi? Maaf sebelumnya, jangan terlalu ikut campur dalam urusan orang lain. Karena tidak semua orang bisa mendengarkan nasehat akhi dengan baik, apalagi disaat orang itu sedang ingin menyendiri" ucapku dengan sedikit meninggi dan menahan emosi

"maafkan saya ukhti, karena saya terlalu ikut campur. Saya hanya ingin menyampaikan suatu amanah penting yang dari dulu saya ikut memendamnya. Dan kali ini,  saya bersyukur pada sang ilahi, sudah dipertemukan dengan pemilik amanah ini. Saya hanya menyampaikan, kata maaf dari seseorang yang mungkin saat ini ukhti tidak ingin mendengar namanya, saya benar2 hanya sekedar menyampaikan kata maaf itu. Selebihnya saya serahkan pada ukhti. Sekali lagi maafkan saya ukhti"  ucapnya membuatku tidak ingin meresponnya,  namun kata2nya bisa kucerna dengan baik.

Seseorang mendekatiku, terasa saat ada orang melangkah disisi kiriku, setelah kanan ada pria idamanku itu. Siapa lagi?  Entahlah aku malas sekali melihatnya.

ASSALAMUALAIKUM CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang