2

387 25 240
                                    

Dinda menggeliat bangun dari tidurnya, badannya terasa lemas sekali. Dinda ingat, tanpa sepengatuhan Zayn semalam dia mencicipi minuman kelima temannya. Makanya semalam dia terlihat lebih teler dari biasanya. Bahkan dia tidak sanggup melawan saat ayahnya menyeretnya masuk ke kamar, atau memang ayahnya yang kekar berotot itu semalam mengerahkan tenaganya. Entahlah Dinda tidak peduli?

Setelah melirik jam wekernya yang menunjuk pukul 9 pagi, Dinda dengan malas meraih handphonenya untuk menghubungi Zayn.
Dalam dering kedua Zayn mengangkat panggilannya, "Hallo, Beib kau sudah bangun?"

"Hem," jawab Dinda.

"Apa yang kau lakukan semalam?" sembur Zayn.

"Apa?" Dinda balik bertanya.

"Kau fikir aku tidak tahu kau meminum minuman mereka?" tukas Zayn. Semalam Zayn sudah menginterogasi kelima teman wanitanya begitu menyadari perbedaan reaksi dari tubuh Dinda.

"Yah ... aku ketahuan!" Dinda mencoba melucu, sebelum mendapat amukan kekasihnya.

"Ayolah, Beib aku sedang tidak bercanda!" Kan Zayn mulai mengeluarkan taringnya. Dinda menenggelamkan wajahnya ke bantalnya, jengah___itulah yang dirasakan Dinda jika mendengar teguran. Namun ini kekasihnya yang menegur, mau tidak mau Dinda harus sedikit menurut.

"Oke ... aku salah, aku tidak akan mengulanginya!" saut Dinda terdengar tidak sepenuh hati mengakui kesalahan.

"Aku tidak mau terjadi sesuatu denganmu!" Zayn tahu kekasihnya mulai jengah.

"Iya, Zayn aku tahu!" Dinda mulai serius jika menyebut Zayn dengan namanya.

"Baiklah kupegang janjimu. Sekarang bersiaplah, aku akan sampai di rumahmu setengah jam lagi!" Zayn mengakhiri perdebatan mereka, dia tidak mau membuat mood pagi kekasihnya kacau.

"Iya," jawab Dinda seadanya.

"Love you." Zayn menunjukkan rasa cintanya agar Dinda melupakan kecerewetannya tadi, meski sesungguhnya itu wujud kepedulian Zayn pada Dinda.

"Love you to." Dinda pun mengerti yang diinginkan Zayn.

Panggilan pun berakhir, Dinda segera bangkit dan menuju kamar mandi di kamarnya, lalu bersiap merias diri. Tadi Zayn sudah mengirim foto jaket yang dikenakan Zayn hari ini. Kekasihnya yang cerewet itu terlihat tampan dengan jaket jeansnya.

Dinda selalu berfikir, andaikan 6 tahun yang lalu ia tidak berjumpa dengan Zayn, Dinda yakin dia tidak akan bertahan hidup hingga sekarang dengan beban kebencian yang ditanggungnya.

Kala itu Zayn menghampiri Dinda yang menangis sembari duduk meringkuh di dekat danau. Zayn tertarik melihat seorang gadis yang mengenakan seragam seperti dirinya yaitu putih abu-abu duduk sendirian. Zayn merasa Dinda terlihat cantik meskipun sedang merana, Zayn bisa membayangkan betapa lebih cantiknya Dinda jika senyuman terlukis di wajahnya.

"Kasihan sekali para merpati itu iri pada gadis menyedihkan seperti dirimu!" celetuk Zayn duduk disamping Dinda. Dinda menoleh ke arah Zayn, menatap dengan mata yang dipenuhi kebencian. Zayn heran, kebencian macam apa yang disimpan gadis itu, hingga matanya menyorot tajam?

Dinda bangkit dari duduknya, enggan menanggapi Zayn. Namun Zayn tak menyerah, dia mengikuti langkah Dinda. "Hey, kau ini tidak kasihan pada merpati yang iri padamu itu?" celoteh Zayn. Dinda hanya meliriknya tanpa menanggapi ucapan Zayn.

Tiba-tiba Zayn meraih tangan Dinda, lantas berjongkok di hadapan Dinda. "Astaga ... maafkan aku, aku tidak bermaksud menghinamu, kau tidak perlu bersedih meski kau tidak bisa bicara!" racau Zayn seolah merasa bersalah dan mengira Dinda seorang tuna wicara. Dinda pun terperangah dibuatnya.

Risalah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang