prolog(250420)

2.1K 122 10
                                    

Debaran jantung sialan ini terus saja bermaraton membuatku sesak nafas. Tetes keringat itu mempengaruhi naluriku. Membangkitkan gairah dan hasrat membuat keringat dingin membanjir makin deras bahkan lebih deras dari keringat yang ia kucurkan. Aku menelan ludah, saat sapuan pertama kertas tisu di tangan menyeka keringatnya. Sial! Bagaimana jika tetesan keringat itu menetes di ranjangku?

"Hyei, kau sudah selesai?"

"Ah... ne, eonni," jawabku tergagap saat mendengar Areum Jang mengintrupsi hayalanku. Bergegas kurapikan semua peralatan tugas sebelum beralih mengambil kerjaan yang akan diberikan Areum eonni.

"Terimakasih, Hyei," ucap pria tampan yang setiap saat mengganggu konsentrasiku saat bekerja. Ingin menghindar, tapi tak bisa karena itulah tugas yang aku emban sebagai coordi noona.

Katakan saja semua ini kegilaan, karena setiap kali tetesan keringatnya menyentuh pori-pori kulitku, maka seketika itu juga aku akan membara, sesak nafas dan gelisah.

Imajinasiku yang terlalu liar akan mengobrak-abrik jiwa yang membuatku terkapar tanpa daya, dengan nafas tersengal dan meronta mencoba menghirup seluruh aroma maskulin bercampur keringatnya karena itulah energi kehidupanku. Sial. Aku benar-benar sudah gila!

"Hoseok, kau sudah selesai? Dua menit lagi kita tampil." Hoseok bangkit dari duduknya mengambil sebotol air dan meneguknya. Jakunnya yang turun naik tertangkap netraku membuatku kembali menelan ludah. Bagaimana jika yang ia telan adalah salivaku? Atau cairan bening dari daerah sensitifku. Brengsek kau Min Hyei! Kau benar-benar ingin mati!

"Menghayal lagi?" Aku menghempaskan tubuh lelahku saat Hoseok sudah berlalu naik kembali ke atas panggung. Melirik sekilas pada Soan yang menatap dengan jijik membuatku memutar bola mata enggan sekaligus jengah dan malu pada sikapku selama ini.

Han Soan adalah teman yang baik, aku ada di gedung Big hit itu karenanya. Ah, jika ditilik lagi bukan karenanya juga. Tapi lebih tepat karena obsesiku. Obsesi liar yang muncul saat pertama kali aku melihat tetesan keringat itu mengalir dari wajah menuju lehernya. Menunjukkan sisi maskulinnya yang menerpa jiwa membuatku gila.

Sejak saat itulah aku merubah haluan pendidikanku, mempersiapkan diri untuk menjadi coordi noona agar bisa menyambutnya. Menyambut sisi lelahnya sambil berharap suatu saat ia tak hanya kelelahan di atas panggung. Tapi juga kelelahan di atas ranjangku yang panas dan bergairah. Aku ingin membuatnya bahagia. Sama seperti ia membahagiakanku.

Dengan tanganku, menghalau tetesan keringatnya atau merias wajahnya adalah harapanku. Karena di balik semua perjuangannya ada aku yang harus ia hidupi. Yang harus ia sekolahkan. Ya dia adalah Hoseok yang tak bisa ku panggil oppa. Melainkan akan kupanggil appa meski ia tak mengerti alasannya apa.

Meski ia sempat protes pada awalnya dan menyerah pada akhirnya. Ya Hoseokku yang menyerah pada panggilan appa yang menggelitik inderanya. Tapi tak melunturkan senyum dan dua dimpel manis di ujung bibirnya.

Dia adalah appaku, hasratku, gairahku, cintaku dan obsesiku.

Hoseok akan mengerti, suatu saat nanti dan ia akan mencintaiku. Melebihi cinta yang telah aku pendam untuknya. Hoseok akan mengejarku.

Karena akulah yang akan jadi pemberhentian terakhirnya. Karena akulah yang akan jadi rumahnya. Karena akulah yang akan membuatnya hidup ketika tepukan tangan itu telah memudar ketika ketakutannya kehilangan cinta yang besar perlahan datang bersama dengan semakin bertambahnya usia, maka Hoseok akan mengerti bahwa cintaku adalah keabadian yang ia tuju.

Cintaku akan meleburkan seluruh hasratnya hingga tak memberinya ruang bahkan untuk mengeluh. Suatu saat nanti Hoseok sendiri yang akan datang, mengetuk peraduanku. Dan memandikanku dengan keringat lelahnya karena cinta kami yang membara dan menggila.

Aku selalu janjikan itu pada diriku sendiri.

"Berhenti menatapnya, Hyei. Kau mengerikan." bisik Soan lalu menepuk pundakku dan berlalu pergi. Wajahku memanas dan pasti sudah memerah.

Syukurlah di ruangan itu tak ada orang karena semua sedang menonton Bangtan tampil membawakan lagu terakhirnya. Aku pun menepuk jidat sembari menahan malu bangkit berjalan mempersiapkan diri menyambutnya turun dari panggung sebentar lagi.

"Tunggulah aku appa ..." lirihku sambil tersenyum membawa sebotol air untuknya dan kemudian menunggu di dekat tangga.

Tbc.

Kira-kira gimana awalnya? Cukup liarkah? Mau terus lanjut apa stop ini?

Btw cerita ini mungkin akan sedikit gila. Segila hasratku pada Hoseok.

Sial aku jadi membayangkan kalau Hyei itu adalah aku. #plak 😂😂😂😂

Bucinnya Hoseok, ayo menggila bersamaku.

Love Wild DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang