Hari ini, 5 September. Sore hari, sedikit mendung tapi tidak terlalu berat. Sepertinya akan turun hujan tapi masih agak lama. Alsa terbangun dari tidur siangnya. Gadis itu mengerjapkan matanya, lampu kamar membuatnya silau. Handphonenya sejak tadi memunculkan notifikasi dari berbagai social medianya. Alsa mengernyitkan dahinya.
"Guys, nanti malem ketemuan yukk!" tulisan itu hanya ia baca sepintas di layar handphonenya.
Alsa segera membuka buku catatannya,ia punya deadline menulis dalam minggu-minggu ini. Liburannya telah usai, sekarang ia sudah kembali tinggal di kamar kost miliknya. Sebuah ruang petak segiempat yang tidak terlalu luas namun cukup untuk ditinggali satu orang yang tak memiliki banyak barang seperti gadis simpel ini.
Drrt..drrt..drrt.. Handphonenya bergetar, kali ini seseorang menelponnya.
"Iya Van ada apa?" tanya Alsa
"Alsa kamu bisa ikut kumpul gak nanti malam?"
"I-iya bisa.." jawab Alsa
"Bawa laptop ya Al" pnta Elvan
"Memangnya laptop kamu kenapa?"
"Hilang, diambil orang" Nada Elvan langsung melemah.
Alsa kaget, namun berusaha tenang.
"Dih..gimana bisa hilang...?"
"Nanti deh cerintanya puanjang banget..."
"Hm, okedeh, nanti jemput yaa.." pinta Alsa
"Okesiapp ndoroo.."
Pukul 20.00 pm
Hujan gerimis menyelimuti kota di bawah kaki gunung ini. Jalanan tidak terlalu ramai. Alsa berusaha berlindung dari hujan gerimis dibalik bahu pria di depannya. Semakin menanjak, rasanya semakin dingin.
"Ini ke mana sih Van? Mau kumpul aja jauh amat" Alsa memberanikan diri bertanya.
"Udah diem aja, ga akan diculik"
Alsa hanya memanyunkan bibirnya dan menyipitkan mata kecilnya.
Lima menit kemudian, dua manusia itu sampai juga ditempat yang telah ditentukan. Alsa terperangah melihat sekelilingnya, gadis itu masih belum melepas helm yang masih terpasang di kepalanya.
"Kenapa melongo gitu?" tanya Elvan
"Eh aku sering ke sini.." jawab Alsa yang masih terperangan tanpa menoleh Elvan
"Ya terus kenapa?" Elvan semakin heran.
"Tapi lewat doang gak pernah mampir. Kayaknya mahal deh Van" Alsa menyernyitkan dahinya sambil menatap Elvan ragu.
"Copot dulu helm baru masuk..." Elvan segera melepaskan ikatan helm dan melepaskannya dari Alsa.
Hari ini, pertama kalinya Alsa keluar dari dunianya. Ia benar-benar harus keluar dari singgahsananya selama ini. Melihat dunia luar tanpa harus takut, melakukan sesuatu yang selama ini belum pernah ia lakukan.
Kerlap-kerlip lampu berwarna kuning membuat pandangan Alsa terasa silau. Ia hanya tak terbiasa dengan situasi seperti ini. Gadis itu memang benar-benar sangat lugu. Restaurant ini tidaklah seramai yang ia kira, hanya ada alunan musik piano yang mengiringi. Desain ruangannya tidak semewah ketika ia lihat dari luar, sepertinya bangunan ini sudah cukup lama berdiri, hanya ada beberapa benda-benda tua yang terpajang, seperti foto hitam putih yang entah diambil pada tahun berapa dan sepeda ontel tua usang, sedikit berdebu. Di bagian tengah restaurant sudah menunggu dua manusia lainnya, siapa lagi jika bukan Gilang dan Lala. Gadis dengan make up natural itu melambaikan tangan ke arah Elvan dan Alsa, ia tersenyum sumringah, lalu disusul Gilang yang menoleh ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
WALLFLOWER
Romance"a person who, because of shyness, unpopularity, or lack of a partner, remains at the side at a party or dance. any person, organization, etc., that remains on or has been forced to the sidelines of any activity: The firm was a wallflower in this ye...