Hari ini, tepat satu hari sebelum Elvan berangkat ke Hokkaido, Jepang. Pria itu hanya memberitahu Gilang dan Lala tapi tidak dengan Alsa. Ia hanya merasa aneh ketika tahu Alsa juga akan pergi ke tempat yang sama dengan dirinya tapi gadis itu tidak memberi tahu apapun terkait keberangkatannya. Ia sendiri masih mengurus beberapa peretelan barang-barang yang harus masuk ke dalam koper hitam miliknya. Jaket musim dingin itu masih tergantung di jendela kamar. Suhu di Hokkaido nanti akan sangat dingin, yah mungkin sekitar -5 sampai -8 derajat celcius. Satu-satunya hal yang tetap mengganjal di kepalanya itu harus ia tuntaskan, di hari itu juga. Tangannya bergegas kembali memilah-milah baju di lemari. Besok pagi sekali pukul 4 pagi flight ke Jakarta lalu disambung dari Jakarta ke Tokyo dan dari Tokyo ke Sapporo. Panjang sekali, ya memang, hanya itu jalur yang ada.
"Van.. Ada Gilang nih.." Q memberi tahu Elvan dari ruang tamu. Belum sempat ia membuka pintu, Gilang sudah membukanya terlebih dahulu.
"Buset! kancut di mana-mana"
"Pale lu, ini baju dungu bukan cangcut!"
"Hehehe" tawa Gilang
"Yuk, udah pada nungguin.."
"Hah? Nungguin apa njir?" Elvan bertanya heran
"Kita kan panitianya BAMBANKK!" Gilang berteriak persis di depan wajah Elvan.
"Ntar lah, masih sibuk nih..."
"Oh yaudah kalo gitu" Gilang langsung merebahkan dirinya di atas kasur empuk milik Elvan. Ia memejamkan matanya, seolah ingin menenangkan diri.
Hari itu, selain sibuk mempersiapkan dirinya untuk keberangkatan besok pagi. Elvan juga sibuk sebagai panitia pembubaran organisasinya. Ia bersama Gilang sebenarnya ditunjuk sebagai panitia tapi ya tahulah sifat mereka berdua. Satu bilang nanti yang satu malah ikut mendukung.
Setelah beres-beres selama hampir satu jam, akhirnya ia menyelesaikan pekerjaannya. Baju, jaket, dan segala keperluan sudah ia masukkan ke dalam tas koper berwarna hitam. Sedangkan, barang elektronik ia pisahkan ke dalam ransel biru dongker miliknya.
"Oi ayo pergi!!" Elvan menggoyang-goyangkan tubuh Gilang. Pria itu rupanya benar-benar tertidur ketika menunggu Elvan.
Jam sudah menujukkan pukul 6.30 sore. Acaranya memang baru akan dimulai pukul 07.00, tapi pasti seperti biasa, akan telat dimulai. Namanya juga people +62. Dresscode yang digunakan pun adalah pakaian warna monokrom. Namun, penampilan Elvan persis seperti orang yang akan melayat. Hitam dari atas ke bawah. Berbeda sekali dengan Gilang yang sangat lihai dalam memadukan warna pakaiannya.
Pukul 07.10 mereka baru saja tiba di tempat acara. Party kali ini diadakan dengan konsep outdoor. Taman disulap menjadi tempat berkilau penuh cahaya. Semua anggota organisasi datang dengan kostum terbaik mereka. Waktu itu Lala sudah datang, dengan gaya lincahnya ia menghampiri Elvan dan Gilang, tak lupa dengan suara cempreng miliknya yang sangat khas. Lala menggunakan jumpsuit putih hitam dengan rambut yang terurai sebahu dan heels setinggi 5 cm yang membuatnya terlihat lebih tinggi dari biasanya. Wajahnya dirias dengan make up cerah seperti biasa.
"Oh, biar makin tinggi ya La" Elvan menyenggol-nyenggol heels milik Lala
"Iya donggg. Emang kalian doang yang bisa tinggi?!?!?!?!" ucapnya dengan mata melotot.
Tak lama itu, sang ketua pelaksana tiba di tempat acara. Ya, dia adalah May. Tapi, ia tidak datang sendirian. Dari pintu mobil putih itu, menyusul gadis yang tak pernah tersenyum. Siapa lagi jika buka Riene Oktriasanabila. Tapi, Demi Tuhan, ia membuat satu organisasi menjadi pangling akan penampilannya. Rupanya, gadis pendiam yang tak suka tersenyum ini juga pandai berdandan. Rambutnya terurai sebahu, wajahnya dirias make up senatural mungkin, entah siapa yang mendandaninya malam itu, barangkali si May yang berulah. Ia juga melepas kacamata bulat yang menjadi ciri khasnya, malam itu ia gunakan softlen sebagai alat bantu untuk melihat, namun tetap softlen dengan warna yang bening. Tapi, warna-warna natural itulah yang membuatnya terlihat indah nan anggun. Sepatunya juga sangat lucu, flatshoes yang senada dengan warna kakinya. Gilang hanya menyikut-nyikuti Elvan yang sedari tadi melihat Alsa. Pria itu tertawa ceikikikan melihat Elvan. Tapi, memang tak dapat dipungkiri, malam itu Alsa sangat berbeda dari hari-hari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WALLFLOWER
Romance"a person who, because of shyness, unpopularity, or lack of a partner, remains at the side at a party or dance. any person, organization, etc., that remains on or has been forced to the sidelines of any activity: The firm was a wallflower in this ye...